34. Tiga empat

8 0 0
                                    


SELAMAT MEMBACA GASY❤

****

Bintang terbaring tak berdaya di lantai. Dengan darah yang bercucuran membasahi setiap sudut lantai itu. Gila, rahman hampir saja membunuhnya tadi. Cowok itu tidak melawan saat serangan yang bertubi tubi mengenai badannya. Rahman melangkah pergi dari ruangan itu dengan pisau tajam yang di tangannya untuk, menyiksa bintang. Bukan hanya pisau bahkan alat tajam yang lainnya.

Bintang memejamkan matanya. Benar benar sakit. Seluruh badannya terasa sangat sakit, nyeri.

"Bintang!" seru zidan masuk tergesa-gesa ke dalam rumah besar itu. Bahkan baju yang zidan kenakan itu sudah hancur berantakan. Firasat zidan benar benar tidak enak. "Tang jawab gua!"

"Ssss." desis bintang mencoba duduk kembali ke tempat semula.

Zidan menendang pintu itu secara kasar. Mata cowok itu membulat sempurna, saat melihat kondisi bintang yang sangat kacau. "Siapa yang buat lo kayak gini ha?!"

"Kenapa lo sembunyiin ini semua dari gua!" serentak zidan nafas cowok itu memburu. zidan melepaskan kemeja yang dirinya kenakan agar datar dari punggung bintang tidak terus keluar.

"Ch,,,, gua lagi latihan bela diri." ujar bintang ngawur.

Zidan memukul perut bintang pelan. "Gua gak suka bercanda!"

"Utung gak mati lo." ujar cowok di belakang mereka. Reflek bintang dan zidan menoleh ke arah harsen. Cowok yang berpakaian serba hitam dengan pistol di tangannya itu. Harsen menembak pistol itu ke tembok sebagai bentuk sapaan.

"Bang" panggil bintang dengan nada pelan. Dirinya bingung bagaimana harsen bisa tau rumahnya di sini. "Ngapain lo kesini?"

"Cuman mastiin, lo masih hidup apa udah mati." Jawab harsen enteng.

"Kenapa gak di lawan. Dia udah tua, sekali lo tembak tulangnya juga patah patah." lanjut Harsen dengan sadis. Aura yang begitu datar. Harsen berjongkok menatap bintang dan zidan bergantian. "Perlu gua ajarin strategi bunuh orang?"

"Gila lo bang....." ujar mereka bersama.

"Aman?" tanya harsen serius. Jika bukan karena arga, dirinya tidak mungkin ke sini. Harsen juga memiliki banyak kesibukan. Tapi karena arga yang terus mengancam dirinya dengan seribu jurusan.

Bintang mengangguk lemah. Dirinya tidak boleh keliatan lemah di mata mereka. "Aman, lo kenapa bisa ke sini kangen?"

"Sialan!" maki harsen. "Di suruh sama arga."

"Itu bokap lo bang." tegur zidan dengan bijak.

"Bacod." ujar harsen lalu berdiri. Harsen menatap bintang lama. Harsen yakin, bintang itu tengah menatap sakit. Bagi harsen, bintang itu munafik dan bermuka dua. Cowok itu selalu sok kuat di depan orang orang. "Lo harus pergi cari tempat yang aman. Kalau tua bangke itu tadi gak sadar. Lo udah mati."

"Dan jangan terlalu tunduk sama sampah." lanjut harsen.

Zidan mengangguk benar yang di katakan harsen. Dirinya saja muak dengan ke sabaran yang sahabatnya itu miliki. "Tinggal di rumah gua sementara."

"Ch,,, gak usah. Si pengecut ini. Biar gua yang bawa."

Bintang cepat menggeleng. Bukannya cari aman malah cari mati. "Gak usah bang gua gapapa. Jangan lihat gua kayak orang lemah gua gak suka."

"NURUT ATAU GUA BUNUH!"

****

Hendrea duduk sambil menaikan pistol di tangannya. Malam ini dirinya bermain di markas Queensland. Bukan sekedar main, dirinya juga sudah sangat merindukan mereka semua. Fajri juga terus memaksa dirinya untuk ke sini.

BINREATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang