Twenty One🎻

1.2K 199 18
                                    

Disclaimer : Cerita ini adalah fiksi dan murni dari fikiran penulis. Seluruh adegan dan pemeran disesuaikan dengan kebutuhan penulis

Don't forget to VoMent🎻
Happy Reading!!!

Ruang rawat yang didominasi dengan warna putih itu terlihat sangat suram dan dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ruang rawat yang didominasi dengan warna putih itu terlihat sangat suram dan dingin. Satu-satunya warna cerah yang ada di ruangan itu hanya berasal dari bunga yang baru saja diganti tadi pagi. Sesaat, penghuni ruang rawat itu tersenyum tipis saat membayangkan wajah pemuda yang mengganti isi vasnya tadi pagi. Pasti ada kerut di dahi, kernyitan di cuping hidung hingga bibirnya yang menipis kesal. Membayangkannya saja Lisa mampu tersenyum walaupun sangat tipis.

Beruntung, ruang rawatnya yang berada pada lantai 4 rumah sakit itu difasilitasi dengan jendela besar yang mengarah langsung pada sebuah taman yang dipenuhi dengan pohon-pohon berwarna hijau. Setidaknya ada hal menarik yang bisa ia pandangi saat sendirian.

Setelah 2 hari dirawat, gadis itu terbiasa melayangkan tatapannya pada sebuah pohon besar yang berada paling jauh dari pandangannya. Pohon yang terlihat paling besar dan gagah itu tidak terlihat goyah sedikitpun walaupun disapu angin dan hujan. Lisa jadi iri. Tapi menyadari bahwa yang ia taruh rasa iri adalah sebuah pohon yang usianya mungkin berpuluh tahun lebih tua darinya, Lisa jadi merasa konyol sendiri.

Tatapannya menunduk untuk memeriksa infus yang menusuk tangan kanannya. Tapi tatapannya juga otomatis terarah pada tangan kirinya yang diperban dan diberikan penyangga metal tepat di sepanjang telapak hingga pergelangan tangannya. Ia mengelus ringan permukaan perbannya. Sesaat matanya tertutup rapat. Ia masih bisa merasakan setiap sengatan rasa sakit yang datang bersamaan dengan biola yang dihantamkan pada telapak tangannya. 

Lisa meringis. Mimpi buruknya selalu datang dengan rasa yang ikut hadir dan itu aneh. Bagaimana caranya mimpi bisa menyiksa sebegitu menyakitkannya. Lisa jadi takut tertidur dan bermimpi. Tapi bahkan saat tersadar pun ia masih dibayangi dengan rasa sakitnya.

Lisa jadi teringat perkataan dokter bahwa telapak tangannya remuk. Lisa terkekeh getir, kembali mengingat perkataan yang ia pernah katakan pada Jungkook.

"Jadi akhirnya, inilah caraku untuk meninggalkan dunia musik." monolognya sendiri. Senyum selalu terpasang pada wajah pucatnya walau terlihat sendu. Ia membuang tatapan dari tanganya dan mengalihkannya pada pohon kuat favoritnya.

Tak lama, pintu ruang rawatnya bergeser dan terbuka. Lisa tau bahwa ada langkha yang mendekat, tapi ia memilih diam sambil mempertahankan tatapannya yang sudah terlanjur terlempar jauh keluar. Sosok yang baru saja memasuki kamar rawatnya memilih tidak mengganggu dan hanya duduk di sebuah sofa yang terdapat di ruang rawat VIP itu. Lisa mendengar semua gerakannya, tapi lagi-lagi ia hanya diam.

Bermenit-menit ruang rawat itu sunyi, hingga sosok pria yang baru saja masuk itu tak sengaja terbatuk dan membuat Lisa mengalihkan pandangannya ke tempat dimana sosok itu masih duduk sambil meminum air dari botol yang ia bawa. Setelah batuknya reda, sosok pemuda itu langsung menatap Lisa dengan malas.

The PuppeteerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang