Twenty Seven(2)🎻

242 45 1
                                    

Disclaimer : Cerita ini adalah fiksi dan murni dari fikiran penulis. Seluruh adegan dan pemeran disesuaikan dengan kebutuhan penulis

Don't forget to VoMent🎻
Happy Reading!!!

"Apa maksud dari ucapan mu?" tanyanya dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa maksud dari ucapan mu?" tanyanya dingin.

"Apa maksud dari perkataan mu mengenai menggantikan segala hal yang hilang dari hidupku?!" Jin-a tiba-tiba berdiri dan menatap tajam pada Lisa yang masih bersimpuh di lantai.

"Kau tau? Kau tau semuanya DAN TETAP MENERIMA SEGALA HAL DARIKU TANPA MERASA BERSALAH?!" Jin-a meledak. Lisa mengeratkan matanya erat-erat.

'Aku tidak boleh takut. Tidak boleh.' batinnya berulang-ulang.

Dengan meneguhkan hatinya, Lisa kembali bergerak mendekati Jin-a. Ia masih berlutut, tangannya gemetar meraih tangan bibinya yang terkepal erat sarat akan emosi yang mengumpul.

"Maafkan aku bibi. A---aku, aku tidak tau seluruh ceritanya. Sungguh. Maaf jika bibi merasa kalau aku mempermainkan bibi." air mata Lisa jatuh begitu saja mengalir di sepanjang pipinya.

"Rasanya seperti mimpi, saat mengetahui kenyataan bahwa---" tenggorokan Lisa tercekat. Setelah bertahun-tahun menyimpannya sendiri, Lisa akhirnya memiliki kesempatan untuk mengatakan segala isi hatinya. Tapi, apakah moment ini sudah terlalu terlambat?"

"---bahwa aku bukanlah anak yang dilahirkan oleh sosok yang selama ini aku kenal sebagai ibu." Jin-a terperangah. Wajah keras yang tadinya enggan untuk menatap keponakannya kini menunduk.

"Apa maksudmu?" lirihnya.

"Aku ingin sekali mengatakannya sejak lama. Tapi aku tak pernah tau bagaimana caranya." 

"Lalisa! Katakan apa maksudmu sebenarnya?!" Lisa mengeratkan matanya saat Jin-a semakin tidak sabar dan tanpa sadar meremas kedua tangannya.

"Saat kecelakaan itu, ibu dan ayah bertengkar." rasanya berat saat harus kembali mengingat kejadian kecelakaan yang ia alami beberapa tahun yang lalu itu. Tapi Lisa menguatkan dirinya demi menyelamatkan Jin-a. Bibinya. 

Ibunya.

"Saat itu, ibu terlihat sangat marah pada ayah. Mereka terus berteriak satu sama lain dan aku ketakutan." pundak Lisa mulai bergetar. Jin-a yang melihat itupun ikut berlutut. Ia memegang erat kedua bahu Lisa dengan kedua tangannya.

"Jangan berbelit-belit! Cepat katakan apa maksudmu?!"

"Saat itu, ibu bilang kalau aku bukanlah putrinya. Ibu bilang pada ayah kalau ibu tau, kalau aku adalah anak---bibi." tubuh Jin-a terjatuh begitu saja hingga terduduk di lantai kayu keras tanpa alas apapun itu. Ia menatap tak percaya pada tangannya sendiri yang sudah memerah dan bergetar hebat.

The PuppeteerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang