Thirty Six🎻

1.4K 183 23
                                    

Disclaimer : Cerita ini adalah fiksi dan murni dari fikiran penulis. Seluruh adegan dan pemeran disesuaikan dengan kebutuhan penulis

Don't forget to VoMent🎻
Happy Reading!!!

Don't forget to VoMent🎻Happy Reading!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Milan, 2025

La Scala, gedung pertunjukan terbesar di Milan kini telah dipenuhi dengan ribuan orang yang datang untuk menyaksikan konser tunggal seorang pianist terkenal dari Korea Selatan. Gedung pertunjukan dengan kapasitas 3000 penonton itu terisi penuh dengan para pengunjung yang penasaran dengan nama yang belakangan sering disebut-sebut sebagai masa depan dunia musik klasik negeri ginseng itu. 

Sejak tiga puluh menit terakhir, alunan musik klasik yang sebagian besar di aransemen langsung oleh sang pianist memanjakan telinga setiap orang yang datang. Tak banyak orang yang berwah karena pengalaman pertama mereka menghadiri pertunjukan pianist naik daun ini jauh di luar ekspektasi. 

Roseanne Park, pianist yang terkenal dan masuk kedalam daftar 50 musisi klasik muda terbaik sejak dua tahun terakhir itu akan mengakhiri rangkaian konsernya di negeri impiannya, Milan. Dengan gaun putih yang terbuka di bagian punggung serta rambut yang digulung keatas agak berantakan, Roseanne memainkan pianonya dengan gerakan yang gemulai, cantik dan hikmat.

Moonlight in Vermont kini tengah dimainkan sebagai lagu penutup. Seseorang yang sangat spesial bagi hidup Roseanne memesan khusus lagu itu sebagai syarat kedatangnnya malam ini. Digubah dengan sepenuh hati, dengan pesan tersirat pada setiap melodi yang Roseanne pilih. Lagu itu terasa telah lahir kembali karena digubah dengan sentuhan khas milik Roseanne.

"Wah dia benar-benar memainkannya sebagai lagu penutup." gumam seorang wanita cantik yang kini tengah duduk di salah satu bangku penonton sambil terkekeh.

"Kau mengatakan sesuatu, dear?" Seorang pria dengan rambut yang sudah menanjang melewati kerah kemeja yang membalut tubuh kekarnya itu mencondongkan dirinya ke samping kanan agar suaranya dapat terdengar.

"Aniya, aku tak mengatakan apapun." Lisa terkekeh sambil mengelus sekilas punggung tangan sang pria yang tak juga menjauhkan tubuhnya setelah pertanyaannya ia jawab. Jarak mereka yang begitu dekat membuat napas mereka saling membelai ketika berbicara.

"Pembohong." sang pria berdecih lalu mengelus lembut pipi yang beberapa bulan terakhir ini terlihat lebih bulat dari biasanya.

"Lihat kedepan lagi, oppa. Kita harus fokus agar menjadi orang pertama yang berdiri saat lagunya selesai nanti." sang pria menurut, tapi tangannya masih menggenggam erat tangan wanita cantik berseri di sebelahnya.

Lampu kuning di atas panggung yang menyorot hanya pada sang penampil utama menambah kesan intense. Lisa, wanita yang diundang khusus oleh si musisi naik daun itu, tak berhenti berdebar, Perbincangan terakhirnya dengan Roseanne kapan lalu kembali teringat olehnya.

The PuppeteerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang