(IND) Chapter Four - Cat and Mouse

155 27 3
                                    

Suphan Buri, 7 May 2015...

Phana berlari sejauh 5 km dari sekolah menuju rumah Singto dengan menembus hujan dan angin kencang, karena sudah tiga hari pria itu tidak datang ke sekolah dan ponselnya tidak bisa dihubungi. Begitu tiba, ia terkejut melihat sebuah papan di depan rumah Singto yang bertuliskan 'Rumah ini di Jual'.

Seketika itu Phana merasa dunianya seakan runtuh, ia tidak ingin mempercayainya, namun listrik di rumah itu masih menyala. Ia pun berteriak memanggil Singto, berharap masih ada orang di rumah itu. Namun sepuluh menit berlalu, tidak ada seorang pun yang menjawab atau keluar.

Phana menimbang sejenak dan mencoba membuka gerbang, namun terkunci, ia lalu menoleh ke kanan kiri sebelum memanjat pagar. Phana kembali memanggil Singto dan menggedor pintu depan, namun tetap tidak ada jawaban. Ia lalu menuju halaman belakang dan mencari kunci yang disembunyikan oleh Singto di dalam pot agar bisa masuk dan keluar rumah tanpa ketahuan orang tuanya.

Seluruh tubuh Phana basah kuyup, setelah berhasil masuk ia langsung mendapat firasat buruk saat melihat seluruh counter telah kosong. Namun ia masih menggenggam harapan di hatinya, dan mengendap – endap menuju ruangan tengah, dan kembali kecewa melihat seisi rumah telah kosong, dan seluruh perabot yang tersisa ditutupi oleh kain.

Phana menoleh ke belakang dan terkejut melihat jejak air bercampur lumpur yang ditinggalkannya di sepanjang jalan dari dapur menuju ruang tengah. Namun ia tidak tidak punya waktu mengkhawatirkan hal itu, dan langsung naik ke lantai dua, berharap bisa menemukan orang yang dicarinya meskipun harapannya kosong karena jendela kamar Singto terlihat gelap dari luar.

Phana berusaha mengeringkan tangannya yang basah dengan mengelapnya di celana sebelum menyentuh knob dengan gemetaran, jangtungnya berdebar – debar, dan dadanya terasa sesak, belum siap menerima kenyataan.

Saat pintu terbuka, Phana berdiri mematung sambil menatap kosong ke dalam dan termenung sejenak, ia menghentak – hentakkan kakinya di lantai untuk membersihkan sepatunya sebelum melangkah masuk.

Phana mengamati sekelilingnya dan mendapati ruangan itu hanya menyisakan lemari, meja dan space besar yang kosong, namun kasur dan spreinya terlihat rapi dan hangat, air mata Pha mengalir turun tanpa sadar.

Ia menarik nafas dalam – dalam dan berjalan ke depan jendela, menatap keluar, memandang derasnya air hujan. Ia tidak sengaja melihat pantulan kasur dari kaca dan tiba - tiba saja seluruh memori yang terjadi di kamar itu tervisualisasi di kepalanya, membuatnya tersenyum seperti orang bodoh, namun gelegar suara petir membuyarkan imajinasinya seketika.

Seketika itu air matanya mengalir turun tanpa bisa di bendung, seakan ada ribuan jarum yang menembus dadanya, ia pun menutup tirai dan menjatuhkan diri perlahan bersandar di dinding, memeluk lututnya dan menangis tersedu - sedu.

Dalam isak tangis, Pha mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi Singto lagi, namun responnya tetap sama. Rasa frustasi dan emosinya pun berkumpul jadi satu, ia pun melemparkan ponselnya dengan kuat untuk melepaskan emosinya. Ponsel menghantam sisi kasur sebelum jatuh ke lantai dan masuk ke bawah kolong.

Pha memejamkan matanya, mengulang kembali seluruh memorinya, di mulai dari pertama kali mereka berkenalan hingga tiga hari yang lalu. Hari ini genap 3 bulan sejak hubungan mereka dimulai, ia tidak percaya Singto pergi meninggalkannya dengan cara ini. Padahal mereka sudah berjanji akan merayakan kelulusan bersama dan melanjutkan kuliah di kampus yang sama, namun sepertinya kini semuanya tinggal janji.

.

.

.

Setelah tenang, Pha pun menyusun rencana untuk mencari informasi kemana Singto dan keluarganya pergi. Ia pun bangun dan mencari ponselnya, saat mengulurkan tangan ke bawah kasur, ia tidak sengaja menemukan sebuah kertas yang diremas.

(IND/ENG) - My Heart Insurance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang