Phana berjalan dengan langkah lebar menuju mobilnya, Singto berusaha mengejarnya sambil membujuknya, namun Pha tidak menggubrisnya.
"Phana dengarkan aku! Aku bisa menjelaskannya!" Singto menarik tangannya, namun segera ditepis dengan kasar oleh Pha.
"Kubilang, aku tidak mau mendengarnya!" tukas Pha emosi, ia segera masuk ke dalam mobil dan mengunci pintu. Singto menocba menggedor kaca dan meminta Pha membukakan pintu, namun tidak digubris olehnya.
Phana pun menghidupkan engine dan menjalankan mobil, tetapi tiba – tiba saja Singto melompat ke depan mobilnya. Beruntung ia berhasil menginjak rem dan di saat yang sama jantungnya seakan berhenti sejenak, namun api amarah masih menyala di dada Pha.
Ia melirik kaca rearview sejenak memastikan belakangnya kosong, lalu memundurkan mobilnya dengan cepat dan membanting setir ke samping dengan kuat, mobil pun melaju lewat di samping Singto dan pergi meninggalkannya.
Singto mencoba mengejar, namun Pha tidak menggubrisnya dan menambahkan kecepatan hingga mobil menghilang di ujung jalan. Singto akhirnya menyerah dan mematung di tengah jalan dengan nafas terengah – engah, mencoba mengatur detak jantungnya sebelum berlari kembali untuk mengambil motor dan menyusul Phana.
Namun tentu saja ia sudah kehilangan jejaknya, karena tidak punya pilihan ia pun pergi ke apartment Phana dan menunggu di depan pintu masuk.
Sementara itu, Phana menyetir dengan emosional ke sebuah bar ingin mencari solusi untuk mengobati sakit hatinya. Ia tidak ingin percaya bahwa setelah Singto, orang kedua yang membuatnya patah hati adalah Wan. Tidak pernah terpikirkan oleh Phana, gadis itu akan mengkhianatinya, padahal hubungan mereka bisa dibilang baik – baik saja selama ini, tidak hanya di kantor tapi juga di luar kantor.
Phana menyewa sebuah ruangan agar tidak ada seorang pun yang mengganggunya dan memesan beberapa botol minuman berakohol dan mulai menegaknya satu per satu.
Setelah perasaannya agak tenang, ia akhirnya menyadari bahwa ia tidak pantas menuduh Wan, karena ia sendiri juga jelas – jelas berselingkuh dengan Singto. Tidak dipungkiri, sejak Singto kembali muncul, hatinya mulai mengkhianati Wan, ia mulai ragu apakah ia sungguh mencintai gadis itu dan ingin menikahinya. Pha sungguh merasa bersalah dan malu, dan kemunculan Weir membuat semuanya menjadi semakin jelas bahwa ia dan Wan tidak mungkin bisa melanjutkan hubungan mereka.
Phana kembali menegak minuman yang membuat perasaannya menjadi sedikit lebih tenang, ia seakan berhalusinasi dan melihat dua jalan di depannya, yang pertama mengakhiri hubungannya dengan Wan dan memulai kembali dengan Singto, dan yang kedua memperbaiki hubungannya dengan Wan dan mengakhiri hubungannya dengan Singto. Namun ia tampaknya tidak mungkin memilih jalan kedua dengan adanya Weir, selain itu iya juga tidak yakin bisa meninggalkan Singto.
Kepala Pha terasa berat dan perutnya terasa mual, lalu berjalan terhuyung ke kamar mandi dan mengeluarkan semua cairan di perutnya. Setelah merasa baikan, ia berjalan kembali ke tempat duduknya dan mengisi gelasnya kembali isinya, menegak minumannya lagi dan lagi, berharap alkohol bisa membuatnya melupakan semua yang terjadi.
Setelah mabuk berat, tiba – tiba saja ponselnya berdering, dan nama Singto muncul dilayar. Pha segera menekan tombol untuk menjawab dan berbicara tidak jelas karena pengaruh alcohol.
"Kau dimana, kenapa belum pulang?" tanya orang di dalam telephone.
"Apa maksudmu?" sahut Pha sambil bersendawa, "Aku...aku ada dirumah..."
"Kau sedang mabuk?"
"Er, sedikit, aku sedang minum seorang diri, apa kau bisa kemari dan menemaniku?"
"Baik, kirimkan alamatmu..."
Pha terdiam sejenak dan membalas, "Aw, bukankah kau sudah tau? Apakah kau mau mengerjaiku?" ujarnya lalu tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
(IND/ENG) - My Heart Insurance (END)
RomanceGenre : Romance/Drama Pairing : Sing/Pha (IND) Phana bekerja di sebuah perusahaan asuransi sebagai Senior Sales Manager dan secara tak terduga bertemu dengan mantannya lagi setelah tujuh tahun, dan sekarang keadaan mereka terbalik. Namun, utang dari...