Jam menunjukkan pukul 18.12, Singto bersiap – siap untuk meninggalkan kantor dan memastikan Phana tidak mengikutinya. Ia mampir di café dan menunggu hingga waktu makan malam tiba sambil memesan kopi dan mengutak – atik ponselnya seorang diri.
Setengah jam kemudian, ia mendapatkan pesan masuk dari Weir yang mengirimkan peta lokasi restaurant, lalu meminjam kamar mandi untuk berganti pakaian yang sudah disiapkan oleh Wan sebelum berangkat.
Singto tiba di restaurant pada sekitar pukul 19.20. Ia segera masuk ke dalam restaurant setelah memarkir motornya dan disambut oleh pelayan, yang mengantarnya ke sebuah ruangan private yang sudah di pesan oleh Weir. Ia mendapatkan text dari Weir yang mengabarkan bahwa ia terjebak macet dan akan tiba sedikit terlambat dari jadwal.
Singto pun terpaksa kembali menunggu dengan sabar sambil mengagumi interior ruangan bergaya Eropa dan sesekali mengecek ponselnya untuk melihat apakah ada chat dari Phana. Ia menarik nafas dan menghembuskannya dengan kecewa, lalu kembali teringat ekspresi Phana saat meninggalkan mobil tampak berbeda atau hanya perasaannnya, pikir Singto.
Sepuluh menit kemudian Weir akhirnya tiba, Singto segera berdiri untuk menyambutnya, Weir memberi salam pada Singto dan berterima kasih sudah bersedia memenuhi undangannya.
"Dimana Wan?" tanyanya to the point.
"Dia di jalan, kurasa sebentar lagi tiba," jawab Weir sambil tersenyum dan menambahkan, "Cobalah untuk menikmati suasana, kau adalah tamu spesialku hari ini."
"Aw, kupikir tamu spesialmu adalah Wan?" tanya pria itu terkejut sekaligus bingung.
Weir mengangguk dan menjelaskan, "Tanpamu, aku dan Wan tidak bisa merayakan hari yang spesial ini bersama, jadi kau adalah tamu special kami."
Singto mengangguk mengerti dan kembali duduk.
Sepuluh menit berlalu dan Wan belum kunjung tiba, Weir mencoba membuka pembicaraan untuk mencairkan suasana.
"Maaf, sudah membuatmu menunggu lama, kau ingin memesan sesuatu sambil menunggu?" ia menyodorkan buku menu pada Singto, namun pria itu menolak dengan sopan, ia hanya berharap Wan segera datang agar ia bisa meninggalkan tempat itu.
Weir seakan bisa membaca bahasa tubuh Singto yang terlihat gelisah dan berkata, "Kelak jika kau membutuhkan bantuan, jangan ragu memberitahuku," ia menawarkan.
"Er, tidak perlu," balas Singto, "Aku hanya minta agar kelak kau tidak menyuruhku melakukan ini lagi..."
Weir terkejut dan tertawa, lalu mengangguk mengerti.
Tidak lama, terdengar suara ketukan pintu yang tidak lain tidak bukan adalah Wan. Weir segera berdiri untuk membukakan pintu dan menyambutnya.
Singto terkejut melihat penampilan gadis itu, ia mengenakan jaket yang sama persis dengannya dengan paduan topi, kaca mata dan masker.
"Aw, aku seperti bertemu dengan fansku," ujar Singto bercanda.
Wan segera melepaskan maskernya dan menyapa keduanya, "Maaf, sudah membuat kalian menunggu lama," ia lalu melirik Singto dan membalas, "Aku sudah bilang, hanya kau yang cocok melakukan ini, karena selain postur kita sama, tinggi badan kita juga tidak beda jauh."
Singto tidak ingin mempercayainya dan memprotes, "Memangnya aku seperti wanita?"
"Bukan," tukas Wan, "Aku hanya berpikir jika aku menyamar menjadi pria, pasti tidak ada yang akan mengenaliku."
Weir membersihkan tenggorokannya dan menginterupsi, "Meskipun kau menyamar sebagai orang tua sekalipun aku tetap bisa mengenalimu," ujarnya, membuat Wan tersanjung dan malu. Keduanya saling bertukar pandang sejenak sambil tersenyum, membuat orang ketiga yang ada disana merasa canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
(IND/ENG) - My Heart Insurance (END)
RomanceGenre : Romance/Drama Pairing : Sing/Pha (IND) Phana bekerja di sebuah perusahaan asuransi sebagai Senior Sales Manager dan secara tak terduga bertemu dengan mantannya lagi setelah tujuh tahun, dan sekarang keadaan mereka terbalik. Namun, utang dari...