(IND) Chapter Twenty-Six - The Proposal

142 18 1
                                        

Seperti rencananya, Phana mengajak Singto untuk bertemu kakek dan ibunya di rumah lamanya, dan untuk bisa meyakinkan keluarganya agar menerima Singto, ia telah menyiapkan sebuah kejutan.

[Flashback]

Saat di rumah sakit, Harit tidak sengaja melihat Singto saat mengantar putrinya yang masih bayi untuk berobat. Ia menebak pria itu pasti datang menjenguk Phana, dan memutuskan untuk menyapanya keduanya sambil menunggu antrian. Jadi, ia meninggalkan putrinya pada istirnya, lalu mengikuti Singto hingga ke kamar Phana dan terkejut melihat keduanya saling menyapa dengan bercumbu.

Harit lalu mencari kesempatan saat Phana sedang sendirian dan menanyakan tentang hubungannya dengan Wan dan Singto. Meskipun terkejut dan tidak ingin mempercayainya, namun ia tidak berpikiran buruk tentang Singto dan memberikan selamat pada Phana, selain itu ia juga berjanji untuk menjaga rahasia hubungan keduanya.

Phana kemudian memberitahukan rencananya ingin menikah, namun ia khawatir keluarganya tidak bisa menerima Singto. Harit pun memberinya ide konyol untuk berpura – pura memiliki seorang anak dan memaksa orang tuanya untuk memberikan restu, seperti pengalamannya saat hendak menikah dulu.

[End of Flashback]

Setelah memarkir mobil di depan rumah, Phana segera turun dan membukakan pintu untuk Singto, membantunya menggendong bayi. Singto menutup pintu mobil dan mematung sambil memandang penampakan rumah Pha yang berbeda dari ingatannya.

"Kau merenovasi rumahmu?" tebak Singto.

"Er, lebih tepatnya merobohkannya dan membangunnya kembali," jawab Pha yang tampak kerepotan karena bayinya tiba – tiba menangis. "Aw, apa yang terjadi?" tanyanya panik dan bingung.

"Mungkin dia lapar?" tebak Singto.

"Dimana botol susunya?" tanya Phana berusaha menenangkan bayi dengan mengayun – ngayunkannya, namun tangisannya makin kencang, sementara Singto bergegas membongkar tas berisi perlengkapan bayi untuk mengambil botol susu, dan menyuapinya minum, namun bayi itu terus menangis dan tidak mau minum.

Lalu tiba – tiba saja, Pha mencium aroma yang tidak sedap dan membawa hidungnya mendekat untuk mencium popok si bayi, "Ugh, sepertinya ia buang air besar!" ia langsung mengerutkan wajah dan menghindar.

"Apa?" seru Singto tidak percaya. "A-apa yang harus kita lakukan?"

"Ambilkan popok yang baru!" pinta Pha, lalu meletakkan bayi tersebut di dalam bagasi mobilnya dan mecoba membuka popoknya.

Singto mengangguk mengerti dan kembali membongkar tas mencari popok, sementara Phana melepaskan popok dari si bayi dengan ekspresi jijik, "Tolong ambilkan tissue basah!" teriak Pha lagi.

Singto membawakan semua permintaan Pha dan membantunya memegangi bayi sementara Phana mengganti popok.

"Setelah kupikir – pikir lagi, sebaiknya kita cukup punya satu anak saja," ujar Pha membatalkan niatnya mengadopsi beberapa anak. Singto tidak berkomentar dan berusaha menahan tawa.

Tiba – tiba mereka dikagaetkan dengan suara seorang wanita yang keluar dari dalam rumah, yang tidak lain tidak bukan adalah ibu Pha.

"Phana? Kenapa kau tidak menelpon mengabari kalau kau akan pulang?" tanya ibunya.

"Apakah aku harus menelpon jika ingin pulang ke rumah sendiri?" protes Pha sambil memakaikan popok baru ke si bayi.

Singto segera menghentikan apa yang dilakukannya dan berbalik memandang wanita itu dengan kikuk, lalu segera menyapanya sambil tersenyum dengan jantung berdebar – debar.

(IND/ENG) - My Heart Insurance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang