"Din... Ayo" teriak ayah dari bawah.
"Iyahh" jawab ku.
Aku mengambil tas gunung ku, aku mengambilnya sambil mengendap menuju mobil, aku menyimpan tasnya di jok ke tiga, lalu aku duduk di jok kedua bersama Tohir.
"Udah?" tanya ibu.
"Udah" jawab ku.
Setelah menenpuh satu jam di perjalanan akhirnya kita sampai di Kediri.
Kita langsung turun.
Rumah yang cukup besar dengan cet silver.
"Kenapa ibu sama ayah gak tinggal di rumah ini aja?" tanya ku.
"Kita masuk dulu yuk" ajak ibu mengalihkan.
Aku hanya membalasnya dengan anggukan.
Lalu kita masuk ke dalam.
Rumah nya bersih dan ketika masuk ternyata sudah banyak barang, seperti kursi, lemari, dan semuanya tersimpan rapi dan tidak ada debu.
"Katanya rumah nya udah lama gak di pake tapi ko bersih gak ada debu sedikit pun" tanya ku.
"Rumah ini emang setiap hari di bersihin sama nenek Yati yang rumah nya di belakang rumah ini" jawab ibu.
Aku hanya ber'oh'iya.
Aku masuk ke ruang tengah, aku melihat ada beberapa foto yang terpajang di dinding.
Aku melihatnya di sana ada foto kecil ku saat aku di makkah.
Tiba-tiba mataku tertuju pada foto yang sebelumnya sudah pernah aku lihat.
Yaa foto di mana saat aku di gendong suami istri yang ntah siapa itu dan di sana pun ada Anhar, ummik dan abah.
"Bu ini siapa?" tanya ku.
Ibu menghampiriku.
Ibu menurunkan fotonya dan membalikan fotonya.
Di sana terdapat tulisan.
Ulil, Salamah, Anhar, Dinda, Maryam, Yusuf.
"Maryam? Yusuf? Siapa mereka bu?" tanya ku.
Ibu bukan menjawabnya, ia malah menangis menutupi wajahnya.
"I... Ibu kenapa nangis?" tanya ku.
"Siapa mereka bu?" tanya ku bingung.
"Mereka ummik sama abah kamu" lirih ibu.
Deggg
"Apa maksud ibu?" tanya ku.
"Kita bukan orang tua kandung kamu" jawab ayah.
Aku melirik ke arah ayah.
Mataku berkaca-kaca, "ibu sama ayah ini bicara apa sih" ucap ku.
"Kita bukan orang tua kandung kamu Dindaaaa" ucap ayah menaikan nadanya.
Seketika aku terdiam, air mata ku meleleh.
"Jadi maksud ayah, Dinda bukan anak ayah sama ibu?" tanya ku.
Ayah dan ibu terdiam.
"Kenapa?" lirih ku
"Kenapaaaaa ibu sama ayah baru kasih tau Dindaaaaaaa?" teriak ku.
"Maafin ibu Din" lirih ibu.
"Kenapa kalian pisahin Dinda sama orang tua Dindaaa" teriak ku lagi.
"Kalian jahat" tangis ku.
Lalu aku pergi ke luar dan mengambil tas gunung yang tadi aku simpan di jok ke 3.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincere
Non-Fiction"Ikhlas bukan melepaskan sesuatu dengan air mata, tapi bisa merelakan sesuatu dengan senyuman." "Mensyukuri hari ini dan mengikhlaskan apa yang telah berlalu. Menangis boleh, malah harus, tapi jangan sampai meratap." -Khairul Anhar Askandar- Penas...