Kita sampai di Bogor sejak pukul 15.22
Malam ini usai sholat isya aku, Anhar, Rizki, Ifa dan kedua anak mereka siap-siap pergi ke acara, walaupun badan capek.
Sesampainya di tempat acara, ternyata acara sudah mulai, para jama'ah heboh dengan kedatangan kita.
Di mana para Banser sudah berjajar di sana kita siap untuk keluar, aku, Anhar dan Rizki sudah keluar dari mobil tapi tidak dengan Ifa, ia memutuskan untuk tidak naik ke panggung karna harus menjaga anaknya.
Di sepanjang jalan menuju panggung aku terus menggandeng tangan Anhar dengan kuat.
Setelah sampai di panggung, aku duduk di dekat Anhar.
Kota Bogor malam ini sedang di guyuri hujan rintik-rintik.
Aku memgibas-ngibas baju ku karena basah, Anhar membantu ku mengibaskan nya.
Seperti biasa Anhar melantunkan sajaknya.
Pukul 00.33 pun banyak orang yang ingin minta foto, tapi kali ini kita menolaknya karna hujan sangat deras, dan di tambah angin.
Ketika kita mau turun dari panggung bodyguard menyondorkan payung yang cukup besar untuk ku dan Anhar.
Anhar menerimanya, dan kita mulai turun ke bawah dengan pelan.
Di sepanjang jalan Anhar terus merengkuh tubuh ku.
Sesampainya di hotel aku dan Anhar masuk ke kamar.
"Mas... Kamu ganti baju dulu" suruh ku.
"Ngga sayangg, kamu dulu yang ganti ntar kamu masuk angin" ucap Anhar khawatir.
"Ya udah bentar ya Dinda ganti baju dulu" ucap ku.
Anhar hanya membalasnya dengan anggukan.
Lalu aku masuk ke kamar mandi dan langsung mengganti bajunya.
Aku menggunakan Hoodie milik Anhar, karna aku lupa membawa jaket.
Kini aku mengambil kerudung sport ku dan aku keluar menuju balkon, aku yang diam di kamar no 0723 pun bisa melihat kota Bogor yang sedang di guyur hujan.
"Ya Allah kapan Dinda di kasih keturunan" tanya ku dalam hati, sesekali aku mengelus lembut perutku yang masih rata.
Tiba-tiba aku di kagetkan Anhar yang tiba-tiba memeluk ku dari belakang.
"Sayanggg kamu kenapa di luar?" Tanya Anhar.
Aku membalikkan badan menghadap Anhar.
Aku membalas pelukannya, "gak papa mas, Dinda mau hirup udara di luar aja" jawab ku.
"Kamu gak dingin?" Tanya Anhar.
Aku menggeleng pertanda tidak, "kan ada mas, jadi Dinda ngga kedinginan" jawab ku dengan suara yang agak berbeda.
Anhar menyadarinya, ia mengangkat kepala ku.
"Heyy kamu kenapa?" Tanya Anhar, memegangi kedua pipi ku.
Aku tidak menjawabnya, aku terus menangis di hadapan Anhar.
"Sayang... Sayang... Udah, kamu kenapa hey?" Tanya Anhar lagi, penuh perhatian.
"Mas ada salah sama kamu?" Tanya Anhar.
Aku menggeleng, "ngga mas" jawab ku.
"Terus kamu kenapa?" Tanya Anhar lagi.
"Mas... Maafin Dinda yaa, Dinda belum bisa kasih mas keturunan" tangis ku lagi.
"Ssttt... Udah sayangg, kita berdo'a sama usaha aja yaa" jawab Anhar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincere
Non-Fiction"Ikhlas bukan melepaskan sesuatu dengan air mata, tapi bisa merelakan sesuatu dengan senyuman." "Mensyukuri hari ini dan mengikhlaskan apa yang telah berlalu. Menangis boleh, malah harus, tapi jangan sampai meratap." -Khairul Anhar Askandar- Penas...