Kini adalah hari di mana aku dan Anhar menikah, aku sudah resmi menjadi istri Anhar sejak pukul 07.32 tadi.
Rasa sedih, haru dan bahagia tercampur menjadi satu, sedihnya karna ummik dan abah tidak bisa hadir dan tidak bisa menyaksikan langsung pernikahan ku, haru dan bahagia nya karna aku sudah sah menjadi istri Anhar.
Awalnya ummik dan abah akan datang tapi ummik ada satu urusan yang tidak bisa di lewati dan terpaksa tidak hadir ke acara pernikahan ku.
Aku dan Anhar sedang melayani para tamu undangan yang hadir, banyak para gus, ning, sanhar, sahdin dan syubban lovers yang datang ke acara pernikahan kita.
Arin datang seorang diri menghampiri ku dan Anhar.
Arin memeluk ku sambil menangis.
"Mba Arin..." ucap ku membalas pelukan Arin.
"Barakallah ya Din..." ucap Arin.
Lalu Arin melepas pelukannya.
"Makasih mba" jawab ku.
"Jaga Anhar ya Din... Dia setia nungguin kamu" ujar Arin tersenyum.
Aku hanya melirik ke arah Anhar.
Setelah itu Arin turun dari pelaminan.
Tak lama kemudian Dini, Sindi, Rafi dan Ilham datang menghampiri ku dan Anhar.
"Masya allah... Barakallah Din... Har... Semoga sakinah mawaddah warahmah" ujar Ilham.
"Barakallah manten baru" ucap Dini sambil memeluk ku.
"Makasih ya bumil" jawab ku melepas pelukannya, dan sesekali aku mengelus lembut perut Dini yang lumayan buncit.
"Barakallah Har... Din..." ucap Rafi.
"Makasih mas" jawab ku dan Anhar.
"Barakallah hullakum ning Dinda dan gus Anhar, semoga jadi jodoh dunia akhirat yaa" ucap Sindi tersenyum ke arah ku dan Anhar.
"Makasih ya Sin... Semoga kamu dan mas Rafi lancar sampai hari pernikahan" jawab ku.
Sindi hanya tersenyum.
Yaa minggu lalu Rafi melamar Sindi dan Sindi menerima lamarannya.
Malam pun tiba, keluarga ku dan keluarga Anhar memutuskan untuk menginap di hotel yang sudah kita pesan.
Aku sudah tidak malu untuk membuka kerudung di hadapan Anhar, karna tadi siang Anhar sudah tau jelas rambut ku, karna tadi saat ganti gaun aku di suruh ummik Salamah untuk membuka kerudung di hadapan Anhar, dan mau tidak mau aku harus mau.
Aku sudah mandi lebih awal dan kini giliran Anhar yang mandi, aku menyiapkan baju tidur Anhar.
Setelah mengambil baju tidur Anhar, tadinya akan aku simpan baju Anhar di atas kasur, tapi baru saja aku membalikkan badan aku di kaget kan Anhar yang baru saja keluar dari kamar mandi yang hanya memakai handuk saja.
"Astagfirullah mas Anharrrr" teriak ku menutup wajahku dengan kedua tangan ku, hingga menjatuhkan baju tidur milik Anhar.
"Kenapa sih?" kekeh Anhar, karna lucu mlihat tingkah ku.
"Mas kenapa pake handuk doang?" tanya ku.
"Kan mas mau ambil baju" jawabnya.
"Ya udah ini..." ucap ku yang mengambil baju Anhar yang terjatuh, tapi masih dengan satu tangan yang menutupi wajahku.
"Nihh" ucap ku menyodorkan bajunya.
"Makasih istri" kekeh Anhar.
"Iyahh, udah cepet pake baju" suruh ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincere
Non-Fiction"Ikhlas bukan melepaskan sesuatu dengan air mata, tapi bisa merelakan sesuatu dengan senyuman." "Mensyukuri hari ini dan mengikhlaskan apa yang telah berlalu. Menangis boleh, malah harus, tapi jangan sampai meratap." -Khairul Anhar Askandar- Penas...