Gemuruh yang tiada henti membuat perasaan kecil milik Matilda takut. Dia mengingat gemuruh tersebut dengan jelas seperti yang terjadi pada kedua orang tua seolah itu baru saja terjadi. Ingatan itu begitu jelas dan bahkan dia bisa memvisualisasikannya dalam otak. Itu membuatnya takut—tentu saja, tetapi bukan berarti dia harus berdiam diri seperti pada pertarungan orang tuanya.
Di antara gemuruh suara dan tanah yang bergetar, tubuh kecil itu berdiri dan menghadapi ketakutannya. Satu per satu langkah dia ambil. Perlahan, cahaya memenuhi penglihatan seiring langkah diambil.
Ketakutan itu perlahan menghilang, berubah menjadi hal lain yang menggebu-gebu. Perasaan itu aneh, tidak bisa dia deskripsikan, juga apa yang harus dia lakukan untuk mengekspresikannya.
Langkah demi langkah berlalu dan tanpa dia sadari, dia sudah berada di tengah-tengah pertempuran antara dua kubu yang sedang berlangsung.
"Matilda!" Elsa langsung merangkul tubuh mungil itu dalam dekapannya.
Gerakan cepat dari Elsa membawa Matilda untuk mundur ke arah tebing yang menjadi tempat terakhir yang dapat mereka tuju. Di ujung sana, tiga makhluk berbulu sudah terpojok, dan kini bertambah dua lagi.
Elsa sudah kewalahan setelah menghadapi dua orang sekaligus, dan kini, dia tidak yakin masih bisa memanfaatkan kemampuannya untuk menahan. Bahkan, sosok di belakang tubuhnya pun kini sudah menghilang, begitu juga dengan aura merah dari tubuhnya.
"Kalian masih sanggup?" Valgard bertanya ke empat orang yang berada di sampingnya. Tatapannya sempat terhenti pada Ernkar dan Igvir yang saling bertumpu untuk dapat tetap berdiri, kemudian beralih terus dengan tidak tentu. Musuh mereka terlalu kuat.
Igvir sendiri masih berusaha untuk bernapas dengan tenang meski detak jantungnya berkata lain. Pedang miliknya sudah hancur, kini hanya tersisa setengah bagian tidak utuh setelah apa yang diperbuat oleh Marion.
Kedatangan Matilda sebenarnya bisa menjadi malapetaka yang lebih besar untuk pihak Audr. Dia memiliki kristal, belum bisa mengendalikannya, dan sekarang dia berada di tengah-tengah pertempuran. Namun tekad di balik perasaan takut itu mampu disalurkan melalui hal yang lain. Suara dari gemuruh di langit terpecah, perlahan mereka dapat merasakan ada sesuatu lain yang besar datang ke arah mereka. Di saat yang sama, kristal di dahi Matilda berpendar terang berwarna cokelat muda.
Suara itu semakin keras seiring tanah yang bergetar tidak tenang. Seperti gempa, namun pada saat yang sama terasa sangat berbeda. Gumpalan pasir mulai terlihat dari bawah tebing, naik seperti gulungan tsunami ke tempat mereka berdiri dan menghempas keempat Elite Thirteen yang berada di hadapan mereka. Gulungan pasir itu terlihat seperti ombak ganas yang menelan mereka ketika sedang lengah.
Serangan itu tersebut berhasil memukul mundur Elite Thirteen dalam gulungan ombak sejauh beberapa meter, dan langsung dimanfaatkan dengan baik oleh ketiga makhluk berbulu dengan segala hal tersisa yang mereka miliki. Bedanya, sasaran mereka kali ini tertuju untuk satu orang terlebih dahulu, kemudian yang lainnya.
Sementara itu, mata Matilda berfokus pada anggota Elite Thirteen lain selagi ombak-ombak lain muncul untuk menanggapi serangan yang dilancarkan ketiga makhluk berbulu. Ombak yang tercipta lebih kecil, namun terasa cukup serta lebih untuk mengurung dan membuat sibuk musuh mereka.
Sasaran pertama adalah Samson. Serangan beruntun pada dwarf yang tidak waspada itu langsung membuatnya tersentak dan memaksanya mundur tanpa syarat. Potongan pedang milik Igvir ternyata justru mampu membuat kerusakan yang lebih parah dengan serangannya.
Sayangnya, ketika hendak beralih ke sasaran berikutnya: Marion, Griselda menghantam mereka dengan sisi kapaknya. Griselda sudah merasa cukup dengan pertempuran ini, sudah waktunya diselesaikan. Ombak dari Matilda bisa dicegah oleh barbarian itu dengan mudah.
Di saat yang sama, Audr jatuh dengan keras ke dasar air terjun. Suaranya memekikkan telinga, air berhamburan terbang ke udara dan kemudian turun secara singkat seperti hujan di pagi hari. Dentuman singkat itu membuat banyak pasang mata yang berada di puncak air terjun menatapnya, lalu beralih dengan cepat kepada sang musuh yang berhasil mengalahkannya.
Audr kalah. Dan Anerea mendapatkan kemenangannya.
Blood elf itu turun dari langit. Kedua kaki itu dengan hati-hati menyentuh kembali tanah basah yang masih terasa keras. Seringai licik itu kembali muncul. Meski Anerea juga terluka, namun itu tidak ada apa-apanya dibandingkan kemenangan yang baru saja dia peroleh. Kini, dia hanya perlu untuk menyelesaikan satu hal, yaitu mengambil kedua kristal yang menggantung di leher Audr.
Namun tidak, dia tidak ingin membunuh Audr. Biarkan ini menjadi pelajaran untuk Audr, bahwa Audr tidak lebih kuat darinya—seberapa keras dia mencoba. Biarkan perasaan bersalah itu menggerogoti jiwa hampa yang pernah percaya bahwa bagi mereka yang melawan, akan bisa mengalahkan Treaston.
"Pergi!" Pekik Igvir kepada Elsa yang masih melilitkan tangannya di tubuh Matilda. "Pergi!" Ulangnya dengan lebih keras, tangannya terangkat ke arah Audr di ujung penglihatan. Igvir sadar bahwa mereka telah kalah, namun satu hal yang bisa dia lakukan, tidak semua yang ada di sini harus mati.
Ketiga makhluk berbulu itu berdiri dengan tegas. Semua senjata yang mereka miliki berada dalam genggaman. Mereka siap melawan musuh untuk terakhir kalinya. Mereka siap berkorban untuk mereka yang dipercayai masih memiliki peran dalam ramalan terkutuk ini. Seperti yang pernah dikatakan Audr kepada Igvir, dia hanya perlu memercayai apa yang menurutnya benar, dan saat ini adalah itu.
"Tidak!" Suara Elsa tenggelam bersamaan dengan ombak pasir yang melahap mereka berdua menuju tempat di mana tubuh Audr tersungkur tidak berdaya.
Dengan sekejap mata, Audr pun ikut dilahap. Mereka hilang tanpa jejak sedikit pun. Menyisakan Anerea yang masih menggenggam kedua kristal di tangannya. Perasaan kecilnya bahkan tersentuh untuk menggunakan kristal tersebut daripada mengembalikannya kepada Magnus. Tetapi jiwa Anerea lebih kuat dari apa yang dapat kristal tersebut tawarkan kepadanya; sebuah ilusi yang akan menggerogoti jiwa secara perlahan; sebuah kekuatan fana yang hanya akan mengecewakannya di kemudian hari.
Satu langkah lebih dekat pada kemenangan mutlak. Satu langkah lebih dekat untuk kembali beristirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Nightingale Whisperers
Fantasy[Book Three: The Chosen Saga] [a i d ó n i] [proses revisi] [Complete] [harap membaca The Runaway Chosen & The King's Move terlebih dahulu] . ::.. Korrona runtuh, pada akhirnya. Hal itu tidak dapat dielakkan. Sudut Nazrrog semakin menyempit selagi K...