Malam mengutuk tanah di bawah peperangan hebat yang sedang terjadi. Warna merah api maupun darah melengkapi kegelapan, dan asap yang mengepul membawa kabar hingga ke arah yang sangat jauh, menandakan peperangan masih belum usai. Korban perang berjatuhan lebih banyak dari sebelumnya, namun seolah itu bukan hal yang patut untuk disesali. Tidak ada yang dapat menemukan kebahagiaan dibalik kejadian ini. Tidak ada.
Kegelapan menyambut tubuh berbulu yang terhempas ke tanah, membuatnya seolah menjadi satu dengan sekitar. Pangeran Ernkar bertarung di garis terdepan dan hilang di antara banyaknya prajurit yang berperang. Hingga malam tiba, dia masih berperang untuk kemenangan yang entah akan mereka dapatkan atau tidak. Itu mungkin adalah satu-satunya cara untuk Ernkar agar dapat menebus kesalahan besar yang dia lakukan. Namun dia tetaplah makhluk fana. Kematian tidak akan jauh darinya, terutama di saat-saat seperti ini.
Namun siapa sangka, bahwa musuh yang menjadi salah satu alasan peperangan ini dapat terjadi kini berdiri di hadapannya—seolah ini adalah pertanda bagi keduanya mendapatkan kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya.
"Ayo, bunuh aku!" teriak Ernkar. "Selesaikan misi sucimu pada bedebah Treaston itu! Mereka pasti akan memberimu sebuah penghargaan yang akan membuatmu senang!" Tubuhnya sempoyongan, namun dia mencoba untuk dapat berdiri dengan kedua kakinya. Perhatiannya terbagi menjadi dua; satu untuk mengamati sekitar—di mana dia dapat menyimpulkan dengan cepat bahwa dia berada sangat jauh di depan garis pertempuran, dan kedua untuk memindai musuh yang kini berada beberapa meter di depannya—bersiap-siap jika melakukan serangan dadakan.
Tubuhnya ia paksa untuk siaga, dan pedang yang ia genggam di tangan kanannya ia angkat dengan lemah hingga sejajar dengan bahunya. Namun kesadarannya sudah sangat terbatas karena darah yang mengucur di berbagai titik di tubuhnya.
Namun dari apa yang dikatakan dan dilakukan Ernkar, itu tidak membuat Valgard semakin tertarik untuk menghabisi nyawanya. Itu akan menjadi pencapaian yang bagus—benar—dan mungkin akan membuat senang Magnus, tetapi perkataan Ernkar kepadanya justru membuat dirinya merasa bahwa ia telah salah memilih jalan. Mengapa? Valgard sendiri tidak tahu. Dia banyak merenungi pilihan hidupnya akhir-akhir ini, namun yang satu ini benar-benar membuatnya merasa iba. Ini salah. Benar-benar salah.
"Aku tidak ingin bertarung," ujar Valgard. Dia kemudian menunjuk ke satu arah spesifik di mana petir dan hawa dingin berasal. Itu pertarungan yang baru saja dia tinggalkan. Pertarungan antara Audr dan Elite Thirteen.
"Lalu kau mau apa?!"
Valgard terdiam di bawah sinar rembulan yang sayup-sayup menembus asap yang membubung ke langit. Benar adanya jika perasaan yang selama ini ia yakini bahwa itu benar perlahan berubah karena apa yang dialami tidak sesuai dengan ekspektasi meski sudah dilakukan dengan maksimal. Dan kini, ia melihat seseorang yang berjuang lebih besar darinya meski tahu kekalahan sudah berada di depan mata.
"Aku ingin meminta maaf kepadamu," kata Valgard, dengan suara yang lantang.
Ekspresi wajah Ernkar berubah, namun kembali siaga dengan cepat. "Omong kosong apa lagi yang kau bicarakan?" Dengan langkah yang lemas, Ernkar maju dan menghunus pedangnya ke arah Valgard, berharap bahwa makhluk berbulu merah tua itu akan menghabisinya saat itu juga. Namun Valgard hanya menghindar dengan mudah, bahkan kedua pedangnya tidak dikeluarkan. "Ayo! Jangan jadi pengecut! Aku tahu kau menginginkan nyawaku!" Dia mengangkat pedangnya lagi, kini lebih mantap meski Valgard tahu dia dapat dengan mudah menghindari serangan itu.
Namun lagi, serangan itu gagal mengenai Valgard. Dan dengan satu tendangan kecil, Ernkar rubuh ke parit yang setengah basah. Tubuh pangeran itu terkulai di sana dengan tenang, senyum bahkan ia sunggingkan karena menyadari betapa lemah dirinya. Dan alih-alih mencoba untuk berdiri dan menyerang kembali, dia melepaskan genggamannya pada pedang dan meringkukkan tubuhnya ke arah langit. Kini dia bisa menatap bintang-bintang dengan jelas meski asap pekat masih mengganggu penglihatannya, yang mana membuatnya sedikit sedih ketika mengetahui malam yang indah seperti ini harus dihiasi dengan peperangan yang entah apakah benar-benar diperlukan.
Tawa kemudian menggelegar dari tubuh Ernkar—yang kemudian mencoba untuk berdiri kembali dengan kedua kakinya.
"Apa yang lucu?"
"Tidak ada," balas Ernkar. Penglihatannya mulai kabur dan mencari-cari letak pedang yang tadi terjatuh. Namun belum sempat mengambilnya, tubuh itu jatuh tersungkur lagi. Ernkar kehilangan kesadarannya akibat kehilangan banyak darah.
"Dasar pangeran tidak berguna," gumam Valgard. "Aku harap apa yang kulakukan tidak sia-sia." Dia lalu memindai sekitar dan memastikan tidak ada yang melihatnya, kemudian mengangkat tubuh itu dan berteleportasi ke tempat lain.
~ a i d ó n i ~
Jauh dari peperangan terjadi, Valgard membawa tubuh Ernkar ke sebuah gubuk kecil dan menaruhnya di ranjang lusuh. Sinar rembulan pada malam ini cukup terang untuk menembus beberapa titik di kaca yang kusam, memberi penerangan pada Valgard untuk melakukan kegiatan yang dia perlukan agar membuat Ernkar tetap hidup.
Kejadian seperti ini adalah kejadian yang sangat langka terjadi. Elite Thirteen adalah sebuah kelompok khusus yang diciptakan untuk mengabdi pada sang raja. Namun Valgard sudah melampaui perjalanan 'pengabdian' tersebut dan sekarang kini dia menyadari bahwa dirinya mungkin berada di ujung tali yang salah.
Setelah selesai merawat Ernkar, Valgard keluar dari gubuk kecil itu. Hutan di depannya mengingatkannya pada masa lalu—terutama masa kecilnya. Setelah merasa cukup dan ingat bahwa ia masih punya tugas untuk diselesaikan: kembali ke Magnus. Dengan sekejap mata, asap hitam melahapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Nightingale Whisperers
Fantasi[Book Three: The Chosen Saga] [a i d ó n i] [proses revisi] [Complete] [harap membaca The Runaway Chosen & The King's Move terlebih dahulu] . ::.. Korrona runtuh, pada akhirnya. Hal itu tidak dapat dielakkan. Sudut Nazrrog semakin menyempit selagi K...