Akhir pekan ini menjadi sedikit berbeda untuk Farel. Hari ini dia bertekad untuk menemui Maura di apartemennya. Meminta maaf kembali pada Maura. Dia ingin berterus terang dan bermaksud untuk kembali menjalin hubungan dengan Maura. Masih relatif pagi saat Farel keluar kamarnya. Tampilannya sudah segar dan rapi walaupun dia mengenakan baju casual t-shirt dan celana jeans. Rahmat yang sedang duduk bersantai sambil membaca beberapa artikel melalui tab di tangannya langsung heran melihat penampilan Farel yang sekarang. Biasanya, Farel akan menghabiskan akhir pekan dengan melatih tubuhnya di pusat kebugaran, tapi itupun dilakukan di siang hari.
"Pagi gini emang kamu mau kemana?" Pertanyaan dari Rahmat membuat Farel langsung menghentikan langkahnya. Farel langsung menengok ke arah Rahmat.
"Mau keluar sebentar, pa. Ada yang mau farel urus" Jawab Farel sekaligus berpamitan pada Rahmat.
"Eh, bentar Rel.. Tunggu bentar. Mama pengen ngomong bentaran sama kamu" Vera berkata dengan sedikit tergesa untuk menahan Farel.
"Ada apa sih ma? Nanti siangan aja gimana? Ini Farel mau pergi soalnya." Dengan terpaksa akhirnya Farel menuruti Vera. Dia lalu duduk di samping Rahmat yang kini sudah meletakkan tablet yang sedari tadi mengambil fokus dan perhatiannya.
"Mama pengen kenalin kamu sama anak temen arisan mama. Kebetulan, papa kamu juga kenal. Anaknya cantik. Cocok buat kamu" Bukan kali pertama ini saja Vera mencoba mengenalkan Farel pada wanita dan berharap ada salah satunya yang bisa menarik hati anak bungsunya itu, tapi sampai sekarang tidak ada satupun yang bisa.
"Lihat ntar ya ma. Farel gak berani janji."
Kalau ditanya, kenapa dari sekian banyak wanita yang coba mendekati atau dikenalkan padanya, tidak ada satupun yang mampu menarik perhatiannya, dia sendiri tidak bisa menjawabnya. Tidak ada dari mereka yang mampu mengalihkan pikiran dan fokusnya seperti seorang Maura yang tiba-tiba datang kembali di kehidupannya dan mampu merusak semua fokusnya.
"Bentar.. Duduk dulu. Sekarang giliran papa yang mau ngomong sama kamu" Sekali lagi langkah Farel terhenti saat Rahmat memintanya kembali duduk. Mau tidak mau Farel menurutinya.
"Rel, sebenarnya perempuan seperti apa yang mau kamu cari? Bilang sama mama, sama papa juga. Siapa tahu kami bisa bantu"
Diam. Farel tidak tahu harus menjawab apa. Apakah dia harus jujur sekarang dan mengatakan jika dia sedang berusaha untuk kembali menarik Maura? Jika memang dia harus bercerita soal Maura, maka mau tidak mau dia akan menceritakan apa yang sudah terjadi diantara mereka berdua. Hanya gelengen kepala yang menjadi jawaban dari Farel. Dia juga lebih memilih untuk tidak menceritakan dulu soal Maura kepada orang tuanya dulu. Dalam pemikirannya, biarkan saja itu menjadi rahasianya.
"Rel, gak ada manusia yang sempurna. Kamu ketemu perempuan yang bisa menuhin setengah aja dari tipe ideal kamu, itu udah bagus banget" Imbuh Rahmat.
Niat Farel untuk datang pagi-pagi ke apartemen Maura hari sabtu ini sepertinya harus gagal. Dia tertahan oleh Rahmat dan Vera yang terus mendesaknya untuk segera menikah.
"Kamu tadi bilangnya ada urusan kan? Emangnya urusannya apa? Kalau emang cuman main-main doang, mending kamu ikut papa sama mama aja. Nanti siang rencananya kita mau makan siang bareng."
Farel hanya mengangguk. Dia memilih mengikuti kemauan orang tuanya. Merasa sudah cukup, Farel lantas berdiri. Dengan langkah lemas, dia kembali ke kamarnya.
Sampai di kamar, Farel menghempaskan tubuhnya di kasur. Tangannya sudah gatal untuk mengambil ponselnya dan menghubungi Maura. Namun dia sendiri bingung, apa yang harus dia obrolkan saat menelpon Maura. Pikirannya penat antara keinginannya untuk tetap mengejar Maura atau lebih mengikuti kedua orang tuanya. Mengejar Maura akan lebih sulit, apalagi dia tahu jika sekarang ada orang lain yang juga mengejar Maura. Mengikuti orang tuanya, sama saja dia membohongi dirinya sendiri. Karena hatinya pasti tidak akan berpihak pada perempuan lainnya. Hatinya sekarang hanya untuk Maura. Dan dia yakin soal itu.
***
TING TONG....
Maura yang sedang bersantai dan menikmati infotainment di televisi langsung mengernyit saat bel di apartemennya berbunyi. Seingatnya dia tidak punya janji dengan siapapun.
"Bun, bunda punya janji mau ketemuan sama orang?" Bukannya membuka pintu tapi malah menemui Dian yang sedang mempersiapkan masakan untuk nanti siang.
"Enggak tuh, malah tadi bunda kepikiran kamu yang ada janjian"
TING TONG...
"Udah, buka aja. Kali aja sinyo atau siapa gitu main ke sini. Biasanya juga kan gitu" Mendengar bel yang kembali berbunyi, Dian lalu menyuruh Maura membukakan pintu.
"Hm.. Sinyo lagi pelatihan identifikasi korban bencana sama kedokteran polisi bun. Jadi kayaknya gak mungkin deh.." Maura menjawab lalu dia beranjak berdiri.
Pintu terbuka dan nampaklah sekarang Farhan dengan senyum yang mengambang di bibirnya.
"Pagi.. Hm.. Boleh saya main ke sini?" Sedikit gugup karena ini sejujurnya dia di sini dipaksa oleh adik iparnya. Kencan dadakan, itu yang direncanakan oleh adik dan juga adik iparnya. Entah, mereka menjadi sangat kompak kali ini. Diantara semua kelebihannya, mendekati wanita adalah salah satu kekurangan Farhan.
"Boleh.. Boleh aja... Yuk masuk mas" Maura bingung juga. Tidak mungkin juga dia mengusir Farhan. Tapi, dia sendiri juga tidak tahu, untuk apa Farhan datang ke apartemennya.
"Ngomong-ngomong, ada perlu apa ya ke sini mas?" Setelah mempersilakan Farhan duduk, Maura langsung saja bertanya. Dia sudah penasaran.
"Hm.. Pengan main...." Belum selesai Farhan berbicara, tiba-tiba saja Dian muncul. Masih dengan apron dan bahkan tangannya masih memegang spatula
"Siapa yang datang, Ra" Pertanyaan Dian dijawab dengan saling memperkenalkan Farhan pada Dian.
"Lagi masak ya tan? Boleh gak Farhan bantuin?" Farhan berucap untuk berbasa basi dan mencairkan ketegangan.
"Lho, bisa masak tho? Wah keren tuh, cowok bisa masak" Dian berucap sejujurnya. Dia kagum saat Farhan malah menawarkan bantuannya untuk memasak.
"Dikit tante. Kebetulan ibu saya buka warung nasi, trus adik saya buka bakery dan coffee shop juga. Jadinya agak ngerti dikit soal masak"
"Ehm... Jangan manggil tante dong. Panggil bunda aja ya, biar samaan kayak Maura" Selain kagun karena Farhan ternyata bisa memasak, tiba-tiba saja Dian merasa nyaman dengan keberadaan Farhan di apartemennya.
Tidak menunggu lama, akhirnya apartemen yang biasanya tidak terlalu ramai karena hanya berisi Maura dan Dian, sekarang lebih berwarna dengan munculnya Farhan.
Rencana Farhan untuk mengajak Maura kencan dadakan gagal kali ini. Yang ada malah dia sekarang berkutat di dapur dengan Dian, dan saling bertukar ilmu memasak. Dian sangat beruntung, karena dia mendapatkan banyak resep baru dari Farhan. Jika tadi yang kaget dan kagun dengan Farhan yang ternyata bisa memasak adalah Dian, sekarang Maura juga ikut kagum saat menikmati garang asem ayam hasil olahan dari Farhan. Dia bahkan sangat lahap untuk makan siang ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muara Cinta Maura (Tamat)
RomanceMasa lalu membuatnya menjadi sosok yang dingin dan tidak lagi percaya dengan cinta. Hingga akhirnya, sosok yang membuat luka itu kembali datang. Sisi profesionalisme membuatnya harus berinteraksi dengan sosok itu. Cerita tentang Maura dan bagaimana...