Farel menghempaskan tubuhnya dengan kasar di kursi kerjanya. Kejadian kemarin masih membekas dan masih mempengaruhi mood kerjanya hari ini. Semalaman dia berusaha mencari tahu siapa itu sebenarnya Farhan, tapi tidak ada satupun informasi yang bisa dia dapat. Informasi sekecil apapun tidak bisa Farhan dapatkan. Bukan hanya dia yang kesulitan mencari informasi tentang Farhan tapi juga beberapa orang suruhan Farel juga datang dengan hasil yang sama. Tidak ada informasi apapun soal Farhan yang bisa didapat Farel. Semuanya kembali dengan tangan hampa. Seolah-olah semua celah informasi Farhan sudah sengaja ditutup. Dia tahu sekarang jika Farhan bukan seperti yang dia bayangkan. Farhan bukan orang biasa seperti yang dia duga selama ini. Dan ini akan membuat rencananya menggandeng lagi Maura menjadi lebih berat.
Tok.. Tok.. Tok..
Pintu ruangan Farel terbuka dan masuklah Vina, sekretarisnya. Seperti biasanya, setiap pagi Vina akan memberikan informasi tentang jadwal Farel hari ini.
"Selamat pagi pak, sekedar mengingatkan jika siang nanti pemegang saham dari kantor pusat akan datang pak. Jadi jadwal bapak akan kosong mulai jam makan siang."
Farel mengangguk saja. Posisinya sebagai managing director membuatnya harus berada di kantor, apalagi jika ada kunjungan dadakan dari kantor pusat.
"Ada info gak atau ngapain mereka dadakan ke sini?"
"Info yang masuk ke saya hanya menjelaskan jika hari ini ada kunjungan dari kantor pusat pak. Untuk keperluan apa, sampai sekarang belum ada info. Setelah ini akan saya follow up ke kantor pusat"
Farel hanya mengangguk saja. Agak aneh mengapa tiba-tiba kantor pusat datang berkunjung. Kalaupun mereka akan mengadakan audit, pasti akan ada pemberitahuan sebelumnya atau memang mendadak dengan tidak ada pemberitahuan sama sekali.
"Kamu gak ada sama sekali info atau bagaimana gitu? Mungkin dari temen kamu yang ada di kantor pusat?"
"Kalau dari obrolan temen-temen yang di kantor pusat, di kantor pusat memang ada pergantian dewan direksi sama ada pemegang saham baru. Kabarnya, pemegang saham yang baru ini anak bungsu dari founder perusahaan ini, pak"
Lagi, Farel hanya mengangguk saja mendengarkan penjelasan dari Vina.
"Ada lagi yang ingin kamu sampaikan?"
"Budget forecast untuk assembly line plant kita yang baru sudah ada di saya pak. Berkasnya mau saya serahkan sekarang atau sekalian nunggu report dari HR soal employee performance?"
"Kirim dulu ke saya budget forecast-nya. Mau saya pelajari dulu. Oh ya, kalau ada laporan dari divisi marketing soal target dan sales yang udah terealisasi, kirim juga ke saya"
Sekarang, giliran Vina yang mengangguk dan kemudian dia memutar badannya untuk keluar dari ruangan Farel, tapi langkahnya terhenti saat tiba-tiba Farel berucap:
"Oh ya, Vin, nanti kalau orang pusat udah dateng, kabari saya secepatnya. Trus tolong pesenin saya makan ya. Saya belum sarapan tadi di rumah" Perintah itu hanya dijawab anggukan saja oleh Vina.
Selesai perbincangan tadi, ruang Farel kembali sepi dan Farel dan dia kembali fokus pada pekerjaannya.
Lepas jam makan siang, Farel dan beberapa manager lainnya sudah berkumpul di meeting room. Mereka menunggu kedatangan pemegang saham dari kantor pusat. Seperempat jam menunggu akhirnya pintu meeting room terbuka. Nampak seseorang dengan penampilan khas oriental yang kental dan di belakangnya seseorang yang berpenampilang khas seorang eksekutif muda.
Mereka adalah Kazuo Nobunaga dan Farhan Nugroho, dan dalam meeting kali itu, Kazuo sebagai pemilik perusahaan memperkenalkan Farhan, yang dalam anak perusahaan itu posisinya sebagai anggota dewan direksi dan wakil dari pemegang saham.
Semua yang ada di ruangan itu menyambut baik adanya Farhan. Apalagi saat Kazuo memperkenalkan jika Farhan adalah adiknya. Dengan adanya Farhan yang adalah anak pemilik perusahaan, setidaknya akan memudahkan mereka untuk berkomunikasi dengan induk perusahaan yang ada di Jepang. Hanya satu yang sedari tadi menatap mereka dengan tatapan yang penuh tanda tanya, yaitu Farel.
Selesai dengan perkenalan dengan seluruh manajer dan direksi, sekarang Farhan berada di ruang kerja Farel. Di ruangan itu juga terdapat Kazuo dan Vina, sekretaris Farel. Berempat mereka duduk di sofa ruang kerja Farel. Kazuo dan Farhan duduk bersebelahan sedangkan Farel dan Vina duduk di depannya.
"Pak Farel, dari data yang saya pegang, efisiensi di perusahaan ini masih belum pada titik optimalnya. Tapi, pak Farel malah buka plant baru. Kenapa enggak optimalkan aja plant yang ada? Kenapa harus buka baru?"
Ide membuka pabrik baru memang berasal dari Farel. Dia beranggapan, dengan membuka pabrik baru pendapatan perusahaan akan naik, tapi kenyataannya malah ide itu jadi bumerang untuk dirinya sendiri.
Pertanyaan sederhana sebenarnya yang diberikan Farhan, tapi itu seperti pertanyaan yang menguliti kemampuan bisnis dari Farel. Kegugupan itu ditambah adanya dua pria di depannya. Pemilik perusahaan, pemegang saham, dan dewan direksi ada di depannya. Reputasi Kazuo yang bertangan dingin dan tidak bisa menerima alasan yang tidak masuk akal juga ikut membuat Farel menjadi gugup.
"Begini saja pak, mungkin saya akan berkantor saja di sini daripada di kantor pusat. Dengan begitu kita mungkin bisa benerin bersama perusahaan ini. Di bawah pak Farel, perusahaan ini bukan tidak baik, tapi saya lihatnya masih bisa berkembang lebih kalau kita bisa bekerja sama. Bukan begitu pak Farel?"
Perkataan halus tapi sangat diplomatis itu membuat kening Farel sedikit berkerut. Apa yang sudah direncanakan oleh Farhan? Farel sangat yakin keputusan Farhan untuk berkantor di kantor yang sama dengannya bukan tanpa alasan dan dia yakin bukan alasan kemudahan dan kepraktisan yang utama tapi bagaimana Farhan bisa dengan langsung mengawasinya. Farel yakin akan hal itu.
Setelah meeting khusus dengan Farhan dan Kazuo, Farel langsung menghempaskan tubuhnya di sofa ruang kerjanya. Pikirannya sangat penat kali ini. Kenyataan bahwa Farhan adalah pemegang saham dan dewan direksi ditambah dia juga ternyata adik dari pemilik perusahaan di tempatnya bekerja sudah cukup membuatnya pening, apalagi ini ditambah dengan Farhan yang akan berkantor di kantornya. Dia tidak akan bisa menolak permintaan Farhan.
Hari sudah menjelang sore saat Farel keluar. Langkahnya terhenti saat dia melihat Farhan berdiri di depan lobby utama. Sepertinya dia menunggu mobil yang akan menjemputnya. Dan benar saja, setelah beberapa menit, satu mobil jenis Cross Over SUV menghampirinya. Farel baru melanjutkan langkahnya setelah dia memastikan mobil Farhan benar-benar keluar dari area kantor.
"Kalau dia adik dari yang punya perusahaan ini, dia juga pemegang saham, trus dia juga punya mobil kayak gitu, tapi kenapa dia selalu pake motor jeleknya waktu jemput Maura? Apa dia niat mau mainin Muara? Pura-pura miskin? Biar Maura kasihan gitu sama dia?"
Farel bergumam sendiri sambil dia berjalan ke arah mobilnya. Hari ini sudah cukup melelahkan untuknya. Banyak kejutan-kejutan yang sama sekali tidak dia kira dan sekarang dia benar-benar butuh istirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muara Cinta Maura (Tamat)
RomanceMasa lalu membuatnya menjadi sosok yang dingin dan tidak lagi percaya dengan cinta. Hingga akhirnya, sosok yang membuat luka itu kembali datang. Sisi profesionalisme membuatnya harus berinteraksi dengan sosok itu. Cerita tentang Maura dan bagaimana...