Acara makan siang Farel yang sebenarnya memperkenalkan anak dari teman arisan Vera ternyata tanpa hasil. Bukan Farel yang menolak tapi wanita itu sendiri yang jujur dan terus terang jika dia sudah memiliki pacar dan tidak mau berpisah dari pacarnya itu hingga akhirnya rencana perjodohan diantara mereka menjadi gagal. Maka sekarang jadilah Rahmat, Vera dan Farel bersantai dan berbelanja di supermarket sambil menikmati mall di sore hari ini.
Sabtu, malam minggu, suasana mall cukup ramai. Farel dan Rahmat mengikuti saja kemana Vera mendorong trolinya. Merasa bosan, Farel lalu memilih meninggalkan Rahmat dan Vera. Saat keluar dari supermarket, pandangan Farel tidak sengaja menangkap sosok Maura. Dia tidak sendirian, tetapi bersama dengan ibunya dan juga seorang lelaki lain. Ketiganya nampak akrab berbincang ringan sambil langkah kaki mereka melangkah menuju supermarket dimana Farel tadi baru saja keluar. Lagi, Farel merasa iri dengan pemandangan di depannya itu. Harusnya dia yang menjadi lelaki itu.
Merasa penasaran dengan apa yang dilihatnya, Farel lalu membuntuti ketiganya yang ternyata sedang berbelanja di sabtu sore itu. Sebenarnya, Farel sangat ingin tahu apa yang sedang mereka perbincangkan, tapi dia tidak bisa mendekati ketiganya terlalu dekat. Maura tentu akan mengusirnya jika dia tahu kalau dia mengikutinya. Belum lagi ada ibunda Maura yang tentu saja mengetahui cerita antara dirinya dan anaknya. Farel masih sangat menjaga agar Maura tidak emosi atau marah kepadanya.
Drrtt... Drrtt.... Drrtt...
Farel mendengus kesal saat dia merasakan ponsel di kantongnya bergetar. Lebih kesal lagi saat dia melihat kalau Rahmat yang mengirimkan pesan dan memintanya untuk bergabung karena mereka akan segera pulang. Gagal sudah rencananya untuk terus mengikuti kemana saja Maura pergi bersama lelaki itu. Lelaki yang dia tahu hanya mengantarkan Maura dengan motor matik saja tapi sepertinya Maura dan Dian memberikan respon positif terhadap lelaki itu.
***
"Kayaknya ini udah deh bun, belanjaannya. Kalau sayurannya sih mending beli dadakan aja di pasar deket apartemen. Biar lebih seger aja" Maura berucap sambil telunjuk tangannya seperti menghitung barang-barang yang ada di troli bawaan mereka.
"Ya gini ini nih kalau belanja dan Ara yang pegang. Tuh kamu lihat sendiri isi troli-nya" Dian berkata pada Farhan. Troli itu kini berisi mie instan berbagai rasa, coklat, beberapa macam keripik dan makanan kecil lainnya. Farhan hanya tersenyum saja melihat isi belanjaan dari Maura.
"Mungkin buat stok bun kalau Ara pulang dinas malam..."
"Naaahh itu bener. Sering ya bunda ini ngerapihin dapur yang berantakan gara-gara ada yang masak mie instan tapi gak mau beresin"
Sadar kalau dua orang di depannya ini menjadikan dirinya sebagai topik pembicaraan membuat Maura menjadi kesal.
"Eh, kalau gibahin orang tuh jangan pas lagi ada orangnya. Ishh... Kalian ini.." Ujar Ara kesal, sementara Farhan dan Dian hanya tersenyum saja melihat kesalnya Maura.
"Ini beneran udahan ya belanjanya?" Farhan mencoba mengalihkan kekesalan dari Maura. Setelah mendapat dua anggukan dari Maura dan Dian, mereka bertiga lantas mengantri di kasir.
Selesai mengantri mereka sekarang sedang menikmati sushi di salah satu food tenant yang ada di depan supermarket. Farhan yang memang pernah tinggal di Jepang, menjelaskan jenis-jenis sushi karena Dian sendiri tidak terlalu suka makanan yang berbau laut.
"Oke, bunda udah selesai. Habis ini bunda balik ke apartemen pakai taksi aja. Kalian lanjutin jalan-jalannya. Oh ya, belanjaan biar bunda aja yang bawa ke apartemen"
"Hm.. Kita balik bareng aja bun ke apartemen. Bahaya lho bun kalau jalan sendirian" Farhan langsung tidak setuju dengan Dian. Tidak mungkin dia membiarkan Dian pulang sendirian dengan membawa belanjaan.
"Eh... Eh.. Bunda gak mau ya gangguin kencan kalian. Gak seru lah masak kencan ada bunda. Gak mau ah, mendingan bunda pulang aja. Kalian lanjutin kencannya"
Farhan langsung menggaruk kepalanya sendiri sedang Maura langsung melongo waktu mendengar perkataan dari Dian. Kencan? Jika dihitung, ini adalah pertemuan ketiga diantara mereka dan belum ada komitmen diantara mereka. Lalu, bagaimana bisa mereka kencan?
"Uhuk... Uhuk..."
Bahkan karena terkejutnya, Maura sampai tidak sadar dia memasukkan wasabi dan memakannya tanpa sushi. Jelas saja itu membuatnya tersedak dengan rasa wasabi yang keras itu.
"Minum dulu... " Ucap Farhan sambil menyodorkan satu gelas ocha dingin ke arah maura. Dian yang melihat bagaimana Farhan langsung tanggap dengan Maura lantas tersenyum.
"Tuh bener kan, kalau kalian mau mesra-mesraan dan ada bunda pasti gak enak. Jadi mendingan bunda pulang aja duluan. Gak masalah pakai taksi." Dian melanjutkan perkataannya dan langsung dijawab dengan gelengan kepala Maura.
"Bunda apa-apaan sih. Siapa juga yang mesra-mesraan?"
Farhan diam saja. Sejujurnya dia sendiri bingung dengan kondisi sekarang. Rupaya, Dian adalah tipe orang tua yang cukup open dan memberikan kebebasan pada anaknya.
"Kita pulang aja barengan gak masalah kok bun. Lagian gak mungkin juga Farhan ngebiarin bunda pulang sendirian sama belanjaan itu semuanya"
Perdebatan kecil itu akhirnya selesai. Mereka pulang bersama dan sekarang sedang mengobrol ringan di unit apartemen.
Jam sembilan malam dan Farhan merasa sudah cukup larut dan sudah waktunya untuk beristirahat maka Farhan memutuskan untuk pulang. Maura lantas menemani dan mengantar Farhan sampai ke lobby bawah, dimana Farhan sudah memesan taksi online.
Selesai mengantar Farhan, Maura berniat kembali ke unit apartemennya. Dia melangkah santai dengan senyum ringan di bibirnya.
"Ara... "
Suara panggilan membuat Maura menghentikan langkahnya. Di lobby apartemen ternyata ada Farel yang saat ini berdiri tidak jauh darinya.
"Farel? Lagi ngapain di sini malam-malam? Nungguin siapa?" Tanya Maura setelah dia tahu jika yang tadi memanggilnya adalah Farel.
"Tadi siapa, Ra?" Bukannya menjawab pertanyaan, Farel malah balik bertanya. Dia berjalan pelan ke arah berdirinya Maura. Dari nada bicaranya, sudah jelas ada kecemburuan yang disimpan Farel.
"Oh, itu tadi mas Farhan. Dia itu kakaknya pak Andro, polisi yang sering tugas sama aku di ruang forensik." Maura menjelaskan siapa Farhan. Nada bicaranya yang ceria dan bersemangat justru membuat kening Farel berkerut.
"Trus dia ngapain tadi sama kamu, Ra?" Lagi Farel bertanya soal Farhan.
"Cuman main doang sih mas Farhannya. Eh, tahu gak, ternyata mas Farhan tuh pinter masak lho. Dia tadi tuh masakin Ara sama bunda garang asem ayam. Wiih.. rasanya tuh enak. Trus pas kita makan sushi abis belanja mingguan, dia juga jelasin macem-macem sushi.........."
Maura terus saja bercerita tentang Farhan, namun di telinganya, cerita maura seperti dengungan lebah. Cerita-cerita Maura tentang Farhan dan bagaimana sikap ceria Maura saat menceritakan semuanya membuat hati Farel terasa panas. Dia cemburu. Dia marah. Dia tidak mau Dia tidak rela jika melihat Maura bersama lelaki lain, apalagi melihat Maura bisa bahagia dan ceria seperti sekarang tapi tidak dengan dia.
Farel memilih untuk pulang. Masih banyak hal yang ingin dia tanyakan ke Maura, tapi hatinya sudah terlanjur sakit saat mendengar sendiri bagaimana Maura bercerita bagaimana dia melewatkan hari sabtu ini bersama dengan Farhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muara Cinta Maura (Tamat)
RomanceMasa lalu membuatnya menjadi sosok yang dingin dan tidak lagi percaya dengan cinta. Hingga akhirnya, sosok yang membuat luka itu kembali datang. Sisi profesionalisme membuatnya harus berinteraksi dengan sosok itu. Cerita tentang Maura dan bagaimana...