Part 35

671 38 0
                                    

"Aku memilih Farhan buat jadi pendampingku, dan maaf Rel, mulai dari sekarang kita temanan aja ya? Dan please, aku mohon, jangan berharap lebih dari pertemanan kita ya Rel. Aku mohon kamu mau menerima keputusan ini"

Sederet kalimat yang keluar dari mulut Maura berhasil membuat Farel dan Farhan kompak membelalakkan mata mereka. Keduanya sama-sama kaget dengan apa yang mereka dengar. Sore ini Maura mengundang keduanya untuk bertemu di food courts yang ada di lantai dasar gedung apartemen tempatnya tinggal dan jadilah mereka semuanya berkumpul di salah satu tenant makanan.

Butuh beberapa waktu untuk mencerna semua yang dikatakan oleh Maura. Beberapa saat kemudian, dua reaksi yang berbeda lantas muncul, Farhan dengan senyum sumringahnya dan Farel yang menunduk lesu. Beberapa kali dia meremat tangannya sendiri, berharap ini hanya mimpi atau halusinasinya saja, tapi kenyataannya ini semua adalah realitas yang dia hadapi.

Farel mengambil nafas panjang. Bersaing dengan Farhan untuk mendapatkan kembali Maura, membuatnya cukup tahu diri. Apa yang sudah dilakukannya di masa lalu dan membuat luka yang sangat dalam untuk Maura, adalah hal yang tidak termaafkan.

"Haahh... Jadi gue udah kalah ya Ra? Jadi gak ada kesempatan buat aku perbaikin semuanya ya Ra? Apa yang udah gue lakuin selama ini belum cukup ya Ra?"

Suasana berubah canggung diantara mereka. Maura sendiri bingung ingin menjawab apa semua pertanyaan-pertanyaan Farel. Ini bukan pertandingan, jadi tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah. Ini soal perasaan dan soal hati. Kemana hati Maura akan memilih, semuanya bukanlah rencananya.

"Jangan seperti ini, Rel. Kita masih bisa berteman seperti yang udah-udah. Nyatanya sebulanan ini bisa kan kita berteman?" Maura sudah buntu untuk menjawab apa. Akhirnya hanya kalimat itu yang keluar dari mulutnya.

"Ok.. Ok.. Lagipula ini kan emang udah jadi hak kamu buat milih. Haahh.. Kalau gitu gue pamit. Gak enak juga kalau gue harus berada di sini, diantara kalian berdua."

Farel berdiri dan memilih untuk meninggalkan Farhan dan Maura. Sudah tidak ada lagi alasan bagianya untuk tetap ada di sana. Sebelum dia benar-benar meninggalkan mereka berdua, Farel mengulurkan tangannya ke arah Farhan.

"Congrats ya buat lu. Lu udah menangin Ara dari gue. Pesen gue, lu jangan sampe bikin kesalahan kayak yang gue lakuin dulu"

Farhan menjabat tangan Farel dengan canggung. Selesai menjabat tangan Farhan, Farel lantas melangkahkan kakinya keluar dari gedung apartemen. Dia bahkan tidak menoleh sama sekali ke belakang dan bahkan dia berjalan dengan sedikit lebih cepat dari biasanya. Terlihat sekali jika dia ingin segera meninggalkan tempat itu.

Perginya Farel membuat Farhan hanya berdua saja dengan Maura. Situasi masih sama canggungnya saat Farel masih berada di sana. Farhan dan Maura malah saling menunduk dan menatap pada gelas minuman mereka masing-masing.

"Terima kasih... Terima kasih udah mau membuka hati buat aku" Ucap Farhan sambil tangannya mencoba meraih tangan Maura dan menggenggamnya hangat.

Maura hanya menunduk saja. Dia masih belum tahu harus bagaimana.

"Mas Farhan udah tahu gimana ceritaku dulu. Aku juga yakin kalau mas juga udah tahu gimana sifatku. Aku cuman minta satu aja mas, tolong jangan buat aku kecewa lagi."

Tanpa sadar Maura kembali menggunakan sebutan "mas" kepada Farhan. Panggilan itu hilang saat Maura merasa kesal dan kecewa karena Farhan dan Farel tidak saling cerita jika mereka berada dalam satu kantor.

"Sama-sama ya. Kita berjuang bareng biar kita bisa terus saling melengkapi. Ajarin aku juga buat bisa mencintai kamu, ya. Once again, Thank you so much for accepting me."

Ini adalah cinta pertama untuk Farhan. Bahkan untuk sekedar bagaimana bersikap dan merasakan apa itu pacaran, belum pernah dilalui oleh Farhan. Masa lalu membuatnya harus melupakan sejenak apa itu cinta. Peristiwa kelam yang terjadi pada adiknya dan meninggalnya sang ayah membuatnya harus menggantikan peran ayahnya menjadi kepala keluarga.

"Sepertinya mas Farhan harus bilang terima kasih juga ke Pak Andro sama Davin"

"Lha kenapa? Kalau Andro sih mungkin ya, paling enggak dia yang udah jadi mak comblang buat aku bisa deket sama kamu. Tapi kalau Davin? Ngapain tu bocah?"

"Mas masih inget kan pas ulang tahunnya Davin kemarin, trus aku mau pulang dan Davin cerita ke aku? Nah waktu itu Davin ada cerita ke aku yang bikin aku bisa ambil keputusan ini."

Farhan hanya menganggukan kepalanya mendengar itu. Dia kemudian tersenyum. Tidak penting buatnya untuk tahu bagaimana Davin bisa mempengaruhi Maura, tapi yang jelas Maura sudah memilihnya. Itu saja sudah cukup buatnya.

"Eh, ini kamu milih aku, bunda Dian udah tahu belum?"

"Udah tahu pastilah. Wong aku curhatnya juga sama bunda terus kok. Gak ada yang lain.. Yaaa.. Kadang-kadang sih curhat juga sama sinyo, hehehe.."

Kencan pertama Farhan dan Maura hanya diisi dengan obrolan-obrolan santai dan ringan. Tanpa mereka tahu, selisih beberapa kursi di belakang mereka, Dian yang sejak tadi sengaja mengikuti Maura tersenyum saja melihat apa yang ada di depannya. Melihat semuanya baik-baik saja, Dian lantas meninggalkan Farhan dan Maura.

***

Setiap keputusan memang tidak akan pernah menyenangkan semua orang. Nyatanya keputusan Maura yang lebih memilih Farhan membuat Farel menjadi lemas. Keluar dari gedung apartemen, tempat tinggal Maura, Farel tidak langsung pulang ke rumahnya. Dia sekarang berada di diskotik. Niatnya ke diskotik adalah untuk melupakan Maura tapi tidak bisa. Kalimat penolakan Maura masih dengan jelas terngiang di telinganya.

Aroma alkohol yang bercampur dengan asap rokok ditambah suara musik yang sangat kencang tidak mampu membuakkt Farel bisa melupakan Maura. Masih saja muncul banyak penyesalan di dirinya. Andai saja dulu dia tidak bodohnya melakukan kesalahan konyol pada Maura, tentu ceritanya akan lain.

Hampir tengah malam dan Farel sudah merasa lelah berada di diskotik. Untungnya tubuhnya memiliki resistensi yang tinggi terhadap alkohol, jadi walaupun sudah beberapa botol minuman keras masuk ke tubuhnya, Farel masih saja terlihat baik-baik saja. Tidak menunjukkan sama sekali tanda mabuk minuman keras dan masih bisa berkonsentrasi dengan sempurna.

Sampai di rumah, Farel langsung masuk ke kamarnya. Bahkan tanpa membersihkan diri, dia melemparkan tubuhnya ke kasur. Sambil memejamkan mata, Farel bergumam

"Gue harus bilang selamat ke lu Ra! Lu udah bisa bikin gue berantakan kayak gini! Gue pengen marah ke lu, Ra, waktu lu bilang kalau lu lebih milih Farhan dibanding gue! Cuman gue tahu, lu lakuin ini semua juga karena gue kan?"

"Hahahaha... Ini jadinya kayak karma ke gue. Dulu gue yang mainin lu, tapi sekarang, gua yang dimainin. Bukan sama lu sih, tapi sama perasaan sama penyesalan gue sendiri!"

Lelah dengan tubuhnya sendiri, akhirnya Farel tertidur. 

Muara Cinta Maura (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang