Part 27

550 36 1
                                    

Suasana kaku dan sangat canggung. Ketiganya kini berada di coffee shop yang berada di dekat gedung perkantoran Farhan dan Farel. Baik Farhan maupun Farel sudah menjelaskan bagaimana mereka bisa satu kantor dan apakah mereka saling mengenal satu dengan yang lainnya. Tapi, sepertinya semua penjelasan itu tidak mampu menyingkirkan pemikiran Maura bahwa mereka berdua telah mempermainkannya. Maura menganggap bahwa Farhan dan Farel melakukan hal yang dulu Farel dan Billy lakukan padanya, hanya menganggapnya sebagai mainan saja.

"Semua penjelasan kalian emang kedengaran masuk akal. Tapi yang jadi masalahnya, kenapa kalian gak jujur dan cerita ke aku kalau kalian emang satu kerjaan? Kenapa kesannya kalian harus sembunyiin ini semuanya?"

"Ra, aku memang gak ceritain diriku semuanya karena emang aku pengen kamu lihat aku seapa adanya aku. Bukan karena aku yang pemilik perusahaan atau gimana, bukan. Aku pengen kamu kenal aku, tahu aku itu sebagai Farhan." Farhan menjawab dan memberikan alasannya mengapa dia tidak menceritakan dirinya.

"Kalau aku gak cerita ke kamu soal aku yang satu kerjaan sama Farhan, ya aku mikirnya itu gak ada sangkut pautnya sama kita." Sekarang giliran Farel yang memberikan pembelaan.

Suasana menjadi sunyi setelah Farel berucap. Tidak ada dari mereka bertiga yang berusaha memulai kembali pembicaraan. Maura masih dengan keterdiaman dan kekecewaannya sementara Farhan dan Farel, kedua memilih untuk memberikan ruang untuk Maura bisa mencerna dan berharap bisa menerima penjelasan mereka.

"Aku minta waktu untuk bisa berpikir. Ini semua terlalu mendadak. Aku tidak tahu apa yang kalian jujur atau enggak. Perasaanku ingin percaya dengan semua perkataan kalian, tapi nalar dan logikaku menolak."

Farhan dan Farel saling berpandangan saat mendengar perkataan Maura. Keduanya kebingungan dengan permintaan dan alasan dari Maura.

"Setiap kali kalian ketemu, kalian selalu nampak tidak pernah akur, tapi yang aku lihat dari tadi di kantor dan sekarang, kalian keliatan kompak banget. Enggak seperti biasanya kalau kalian bertemu satu dengan lainnya"

Lagi, Farhan dan Farel dibuat bingung dengan perkataan lanjutan dari Maura. Beberapa saat kemudian, akhirnya Farhan paham dengan apa yang dimaksud Maura.

"Ini lagi di kantor, Ra. Urusannya aku sama Farel itu kerjaan. Posisiku sama Farel memang menuntut untuk sering berinteraksi."

"Farhan benar. Kalau di kantor aku ya harus profesional. Kalau sampai aku dan Farhan gak bisa kerja gara-gara kami ribut atau tengkar, perusahaan ini bisa kacau."

"Kamu pasti mikirnya aku dan Farel lagi main drama, akting? Kamu masih berpikiran kami sekongkol dan mempermainkan kamu? Ra, please ilangin pikiran itu. Itu semuanya gak bener." Farhan mencoba untuk meyakinkan lagi tentang apa yang dipikirkan Maura itu salah.

Maura semakin menggeleng. Sahutan jawaban dari Farhan dan Farel yang kompak membuatnya semakin yakin kalau ada sesuatu diantara dua lelaki di depannya itu.

"Aku butuh sendiri dulu. Untuk sementara jangan dulu menghubungi atau ketemuan dulu." Maura tetap dengan pendiriannya. Dia ingin dua orang di depannya ini tidak berada di sekitarnya dulu sambil dia memikirkan keputusan apa nantinya.

Tangan Farel mencoba menahan Maura membuat Maura kembali menengokkan kepalanya ke arah Farel dan Farhan.

"Sampai kapan? Berapa lama waktu yang kamu butuhkan?"

"Aku sendiri gak tahu. Mungkin seminggu, sebulan? Entah. Biarkan aku sendiri dulu"

Farel akhirnya melepas tangan Maura dan langsung membuat Maura melangkah pergi meninggalkan keterdiaman diantara kedua pria itu. Keduanya memilih untuk memainkan gelas kopi mereka yang sama-sama sudah kosong.

"Lu sih! Jadi gini kan! Tuh liat Maura jadi salah sangka" Kesal Farhan sambil dia melemparkan tissue ke arah Farel.

"Somplak! Ngapain lu nyalahin gua?" Sudah tentu Farel tidak terima saat Farhan menyalahkan dirinya.

"Ya salah lu lah! Coba lu gak ke ruang gua! Maura gak bakalan salah paham kayak gini! Semuanya bakalan baik-baik aja!"

"Kan lu sendiri yang nyuruh gue ke ruangan lu, SOMAD! Lu sendiri yang hubungin sekretaris gue, nyuruh gue ke ruangan lu! Amnesia dadakan lu?" Farel langsung tidak terima dengan perkataan Farhan

"Pokoknya salah lu! Kan lu bisa nolak atau mintanya ketemuan di ruangan rapat atau dimana pokoknya gak di ruangan gue!"

Jika tadi keduanya diam dan tidak ada suara, maka yang ada sekarang keduanya menjadi gaduh. Sibuk saling menyalahkan dan sibuk untuk membela diri. Tingkah mereka sekarang malah seperti anak kecil yang sedang bertengkar. Saling ledek, saling menyalahkan, saling melempar tissue dan barang-barang kecil di sekitar mereka. Bahkan ketika mereka berdua menjadi pusat perhatian, keduanya tetap tidak perduli dan meneruskan pertengkaran mereka.

***

Maura sekarang berada di kamarnya. Tanpa mengganti baju, dia merebahkan tubuhnya. Pikirannya sungguh penat. Banyak pertanyaan dan keraguan yang muncul hari ini. Semuanya bermuara pada kenyataan bahwa Farel dan Farhan yang saling mengenal dan bahkan mereka satu kantor. Belum lagi kenyataan jika Farhan bukan orang sederhana, seperti yang selama ini dia sangka. Lalu, jika alasannya Farhan berlaku demikian agar dia terhindar dari wanita materialistis yang memandang harta, apa itu artinya dia sedang mengujinya? Menguji apakah dia tipe wanita materialistis apa tidak.

"Kenapa jadi seperti ini. Baru aja aku mau buka hati, baru aja aku mau mencoba melangkah lebih jauh, tapi kenapa aku dibohongi lagi?"

Maura mendesah sambil memijit ujung hidungnya, mencoba mengusir pusing di kepalanya yang tiba-tiba datang.

"Hahahaha... Sebodoh itu ternyata aku! Apa emang aku ditakdirkan buat jadi mainan cowok? Hahaha hiks... Hiks..."

"Trus gimana sekarang aku bisa tahu mereka itu beneran apa bohong, gimana?" Maura terus bermonolog di kamaranya. Dian memang sedang tidak ada di apartmen, maka itu Maura hanya bisa bermonolog sendirian.

"Aku harus gimana sekarang? Siapa yang bisa aku percayai?"

Maura mengusap wajahnya kasar, mencoba mengusir air matanya yang tiba-tiba saja menetes. Dia bergegas membersihkan dirinya dan berganti dengan baju santai rumahan. Setelahnya, dia keluar dan matanya langsung tertuju ke arah kotak makanan yang harusnya tadi dia berikan ke Farhan. Niatnya ingin memberikan kejutan ke Farhan, tapi malah dirinya sendiri yang terkejut. Dibukanya kotak berisi spaghetti carbonara hasil buatannya sendiri. Setelah mencampur semua topping, Maura memilih memakan sendiri hasil masakannya itu.


Muara Cinta Maura (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang