Part 25

593 42 4
                                    

"Bundaaaa.... susunya Dapin udah belum? Haus buunn.." Lengkingan suara Davin membuat Anggun yang sedang ada di dapur sedikit kaget. Ketika dia membalikkan tubuhnya, Davin sudah ada di belakangnya sambil memeluk guling yang entah berwarna apa, karena guling itu tidak pernah lepas dari Davin yang artinya juga tidak pernah dicuci.

"Ini susunya. Rasa vanila madu kan?" Ujar Anggun sambil menyodorkan sebotol dot susu dan langsung disambut dengan senyum dan mata berbinar dari Davin.

Anggun tersenyum melihat kelakuan Davin. Anggun tahu dengan detail soal bagaimana Davin terlahir. Hatinya luluh saat melihat bagaimana Davin kecil yang sangat membutuhkan seorang ibu dan bisa langsung dekat dengannya. Semakin dia bersama dengan Davin, semakin dia merasakan ikatan yang selayaknya ibu dan anak kandung.

Slrruupp.. Slrruupp...

Tidak sampai seperempat jam, susu itu sudah ludes. Davin lalu membawa botol susu kosong itu ke arah wastafel yang ada di samping Anggun. Meletakkannya di bak cucian kotor. Dia lalu berdiri di samping Anggun sambil berjinjit dan mengintip apa yang dimasak Anggun.

"Bun, bunda masak apaan?"

"Bunda lagi masak pindang bandeng." Davin lalu tersenyum mendengar jawaban Anggun. Dia lalu beranjak dari tempatnya berdiri sekarang dan lalu duduk sambil memandang punggung Anggun yang melanjutkan masaknya. Senyum masih saja mengambang di bibir Davin. Bagi Davin, melihat Anggun memasak itu sangat menyenangkan. Dia lebih memilih melihat Anggun memasak dibandingkan duduk di depan tivi dan menonton kartun. Dia juga akan memilih makanan buatan bundanya itu dibandingkan jika membeli makanan di luar.

Selang beberapa lama, Andro datang. Tapi dia tidak sendiri. Ada Maura di belakangnya. Anggun yang masih berada di dapur, lantas keluar untuk menyambut kedatangan Maura. Seperti biasanya, Davin mengekor kemana bundanya itu pergi. Andro memang tidak langsung mengantarkan Maura pulang, tapi dia mampir dulu ke rumahnya untuk mengambil pesanan dari Farhan.

"Ini green tea pudding with extra cheese cream. Infonya mas Farhan, katanya Mbak Ara seneng sama green tea?" Anggun lalu menyodorkan satu loyang puding dingin ke Maura. Tadi Farhan memang minta tolong dibuatkan puding dengan bahan dasar green tea.

"Lha ini tadi kirain mas Farhan bercanda pas nelpon. Waduh.. makasih ya. Saya jadi gak enak ini. Ngerepotin" Ucap Maura kemudian.

"Lha ya enggak to mbak. Wong saya juga kerjaannya bikin puding ginian."

"Makasih lho ya puddingnya. Pasti enak nih. Manisnya krim keju ketemu aroma segar dari green tea. Makasih banyak lho.."

Maura lantas membuka sedikit bungkus puding itu dan mencium aroma yang sangat membuatnya tidak sabar buat mencicipi puding itu.

"Tante....."

Davin yang sedari tadi berdiri di belakang Anggun mendongakkan kepalanya ke Maura dan menarik-narik baju Maura lalu dibalas dengan senyuman Maura.

"Tante, itu papahnya tante kenapa gak diajak masuk? Kasihan kan di luar. Eh, papahnya tante itu pilot ya? Pakai baju pilot gitu keren..." Ujar Davin sambil tangan kecilnya menunjuk ke arah belakang Maura berdiri.

Ketiga orang dewasa itu lantas saling berpandangan, karena nyatanya, jari Davin menunjuk adalah halaman rumah yang kosong dan hanya ada mereka berempat saja di ruang tamu itu. Tidak ada yang lainnya.

***

Farel pulang ke rumah dengan perasaan yang sedikit dongkol karena gagal mengantar Maura. Tapi di sisi lainnya, dia cukup senang saat Maura mengucapkan terima kasih karena bunga-bunga yang dia kirimkan. Setidaknya dia tahu jika Maura menerima semua bunga yang dia kirim. Dia tahu, usahanya itu tidak bisa membuat Maura bisa membuka hati untuknya akan sangat susah. Apalagi saingannya adalah Farhan, seorang yang ternyata lebih mempunyai kekuatan dibanding dirinya.

Sampai di rumah, ternyata Darren, abang sulungnya ada di rumah. Agak sedikit kesal sebenarnya Farel dengan keberadaan Darren karena Darren dengan jelas tidak mendukungnya untuk mengejar kembali Maura.

"Gimana Rel? Udah nyerah belum ngejar Maura? Seperti yang udah abang bilang kan? Kamu bakalan susah ngejar dia balik. Jadi ya mending kamu cari wanita lain daripada kamu ngerecokin Maura terus. Abang malah kasihan sama Maura"

"Bang, lu jauh-jauh dari Jogja cuman buat ngerusuh doang? Lu mendingan balik sana ke Jogja. Ponakan gue nangis tuh bokapnya ilang" Ucap Farel yang lebih tepat pengusiran. Darren yang mendapat reaksi seperti itu dari adiknya hanya tersenyum santai.

"Papa sama Mama yang punya rumah ini aja ngebolehin kok. Ngapain kamu ribut?"

Farel hanya menatap kesal abangnya itu. Dia lalu masuk ke kamarnya, dan Darren mengikutinya dari belakang.

"Lu ngapain bang? Ngintilin gue gitu? Cinta lu bang sama gue?" Farel merasa jengah dengan kelakuan Darren. Tapi, Darren malah cengengesan sendiri.

"Pengen tidur bareng sama kamu! Udah lama kan kita gak tidur bareng?" Jawaban dari Darren membuat mata Farel langsung membola. Ada apa dengan abangnya ini? Sudah tiba-tiba datang, sekarang dia malah mau tidur di kamarnya.

"Lu masih punya kamar sendiri bang! Kamar lu juga masih dibersihin tiap hari sama pak Narto. Sana! Lu tidur di kamar lu ndiri"

Dengan satu gerakan cepat, Darren yang melihat pintu kamar Farel setengah terbuka langsung masuk melalui celah itu. Setelah berhasil masuk, sekarang Darren malah tidur terlentang di kasur Farel.

Sebenarnya, tujuan Darren pulang adalah dia ingin tahu soal adik bungsunya itu. Rahmat dan Vera memang memintanya pulang untuk berbicara dengan Farel. Setelah kemarin mereka gagal untuk menjodohkan Farel, Vera meminta bantuan Darren untuk mencari tahu apa Farel sudah memiliki kekasih atau belum. Jika memang sudah, Rahmat dan Vera bermaksud akan menemui keluarga kekasihnya itu dan mungkin akan langsung melamarnya. Tapi, jika tidak, mungkin mereka akan mencoba mencari lagi wanita untuk Farel.

Tingkah laku aneh dari Darren membuat Farel hanya bisa pasrah. Mood-nya sekarang kurang enak karena gagal menjemput pulang Maura. Wanita incarannya itu lebih memilih menyelesaikan pekerjaannya dibanding dirinya yang sudah menunggunya. Dan sekarang, kelakuan Darren yang tiba-tiba datang dan bertingkah seperti ini sungguh membuatnya ingin meledak.

Tidak mau terpancing emosinya, Farel lalu masuk ke kamar mandi. Mungkin mendinginkan diri di bawah shower air dingin bisa sedikit menetralkan emosinya.

Selesai mandi, Farel mendapati Darren sedang bersandar di headboard tempat tidurnya sambil tangannya scrolling tablet yang sekarang ada di pangkuannya.

"Gue mau tidur bang. Lu kalau mau tidur, matiin lampunya" Ucap Farel sambil dia membaringkan dirinya.

"Lha kok tidur? Eh, abang pengen ngomong sama kamu, Rel..." Namun, Farel malah membalikkan tubuhnya.

Darren mendesah. Mungkin saja sekarang bukan waktu yang tepat untuk ngobrol dan berbicara dengan Farel. Mungkin besok bisa dia coba lagi, mumpung besok adalah hari sabtu dan yang Darren tahu, hari sabtu, Farel tidak ada kegiatan yang penting, jadi dia bisa memanfaatkan waktu itu untuk bisa ngobrol dengan Farel. 

Muara Cinta Maura (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang