"EH, lu tahu kagak, ngapain nih tiba-tiba Ara ngundang kita berdua di sini?"
"Lha mana gue tahu? Ara cuman chatting gue buat datang ke sini. Lha tahunya malah ada lu di sini?"
Farel dan Farhan, keduanya sama-sama mendapat pesan singkat dari Maura yang meminta keduanya untuk datang ke satu tempat. Mereka sekarang sedang menunggu Maura di salah satu taman kota yang suasana di hari minggu pagi lumayan ramai.
"Apa mungkin Ara mau bilang kalau dia mau terima gue ya? Waahh.. Kalau itu, lu harus kasih ucapan selamat ke gue! Harus pokoknya!"
"Eh, lu tuh punya salah yang gak mungkin bisa dimaafin sama Maura! Gak mungkin lah dia mau sama lu. Nih ya, kalau emang Maura milihnya lu dibanding gue, gue harus akuin kalau dukun yang lu pake emang beneran sakti"
"Lu punya mulut asal ngejeplak ya? Gue gak pake dukun-dukunan! Enak aja! Gak liat apa gimana gue kirimin Ara tiap hari bunga, trus gue juga sering tuh jemputin dia waktu pulang malem dari rumah sakit. Lah lu ngapain? Kagak ngapa-ngapain kan"
Farhan terdiam sejenak mendapat pertanyaan yang lebih bernada mengejek. Benar yang dikatakan Farel. Dia memang tidak seperti Farel yang sangat agresif mendekati Maura. Bukan tidak mau berjuang untuk mendapatkan Maura, tapi awalnya memang Farhan tidak terlalu berniat untuk mendekati Maura. Awalnya dia mendekati Maura hanya untuk menyenangkan Marsih yang sudah terlanjur jatuh cinta terlebih dulu waktu Andro menunjukkan foto Maura.
"Tuh kan lu diem, itu artinye lu gak bisa kan jawab pertanyaan gue" Farel berucap bangga karena sudah bisa membuat Farhan tidak bisa menjawab pertanyaannya.
"Eh, gue mau ngapain aja buat ngedapetin Maura kan gak harus gue proklamasi ke lu? Suka-suka gue lah mau ngapain. Yang penting ntar gue yakin kalau Maura bakalan milih gue ketimbang lu!" Farhan menjawab dengan nada bicara yang sedikit naik. Dia paham jika Farel sedari tadi memang memancing amarahnya.
"Heelleehh.. Sok yakin banget lu!"
"Iyelah. Gue tuh masa depannya Maura, lha lu kan masa lalunya dia"
Kedua lelaki dewasa itu terus saja adu mulut. Beberapa orang yang sedang berada di taman kadang menatap mereka dengan senyuman. Anehnya, sikap mereka berubah sangat jauh. Di awal pertemuan mereka, keduanya selalu memunculkan aroma perseteruan, sedangkan sekarang memang masih muncul perseteruan itu tapi tingkah mereka berdua persis seperti anak kecil yang sedang berebutan kue atau permen.
Selang beberapa lama, Maura datang dan menghampiri keduanya. Melihat Maura yang datang dari kejauhan, Farhan dan Farel langsung berdiri dan menyambut Maura. Keduanya juga langsung memasang senyum mereka dan bahkan dengan spontan keduanya mengulurkan tanganya bersamaan untuk mengajak Maura bersalaman. Sangat kompak. Maura yang melihat itu semua hanya bisa menahan senyumnya.
"Maaf telat. Udah lama ya kalian nungguinnya?' Tanya Maura sekedar berbasa basi untuk memulai perbincangan.
"Enggak kok" Bahkan saat menjawab pertanyaan Maura, Farhan dan Farel menjawab dengan bersamaan. Untuk kali ini, Maura tidak bisa lagi menahan senyumnya. Bibirnya melengkung ke atas melihat tingkah laku Farhan dan Farel.
Melihat Maura yang tersenyum, akhirnya membuat Farhan dan Farel juga ikut menyunggingkan senyumnya. Setelah lebih dari dua minggu ini mereka tidak bisa melihat senyum dari Maura, sekarang mereka bisa melihatnya kembali.
"Nah, gitu dong Ra... Kan adem liat senyum kamu lagi. Dari tadi anyep banget Ra.."
"Yang bikin anyep tuh lu! Coba aja lu kagak nongol, pasti di sini bakalan langsung sejuk. Apalagi liat senyumnya Ara"
Maura yang melihat bagaimana Farel dan Farhan malah akan bertengkar, langsung mencoba melerai pertengkaran mulut mereka.
"Udah... Udah... Gak usah tengkar kayak gitu. Mending bantuin aku. Nih tadi bawa bekel makanan dari rumah, dimasakin sama bunda. Kita makan bareng yuk" Ujar Maura sambil memperlihatkan tas piknik yang dibawanya.
Farel dan Farhan yang melihat itu langsung dengan cekatan mengambil alih tas tadi. Membukanya dan lalu menatanya kembali di atas rerumputan yang sudah dialasi tikar.
Tidak lama, ketiganya lalu menikmati salad buah dan plain waffle yang dibawa Maura. Tidak ada yang memulai perbincangan di hari yang menjelang siang itu. Ketiganya nampak menikmati waktu bersama ini.
"Aku kemarin sengaja ngajak kalian berdua datang kesini siang ini. Aku pengen ngobrol sama kalian" Setelah beberapa saat mereka hanya fokus pada makanan dan kudapan yang dibawa Maura, sekarang sudah waktunya untuk kembali fokus pada tujuan awal mereka ada di taman ini.
Farhan dan Farel sontak mengalihkan pandangan mereka pada Maura yang justru memandang datar ke arah depannya. Keduanya memilih diam saja sambil menunggu apa yang akan dikatakan selanjutnya oleh Maura. Ekspresi wajahnya susah diterka, dan tidak biasanya Maura menunjukkan ekspresi muka seperti sekarang ini.
"Aku tahu banget kalian udah naruh perhatian lebih ke aku, dan aku harus say thanks ke kalian soal ini. Tapi kalian juga udah bikin aku kecewa dengan kalian gak bilang yang sebenarnya ke aku. Itu yang buat aku sampai sekarang masih bimbang buat mutusin siapa diantara kalian yang mau aku pilih nantinya"
Maura menghentikan perkataannya menunggu apakah ada reaksi lanjutan dari Farel dan Farhan. Dia menolehkan wajahnya kepada kedua lelaki di samping kanan dan kirinya itu tapi yang didapatinya hanya wajah yang menyiratkan kebingungan.
"Mungkin aku butuh waktu lebih lama lagi untuk memilih salah satu dari kalian. Aku tahu kalau aku udah egois kali ini, tapi aku bener-bener gak bisa mutusin sekarang."
"Jadi gampangnya kamu nolak kami berdua?" Farel yang dari tadi kebingungan dengan arah pembicaraan dari Maura akhirnya tidak sabar dan langsung bertanya pada intinya saja.
Maura yang awalnya menatap lurus ke depan lantas mengalihkan pandangannya ke arah Farel.
"Aku gak pernah bilang kalau aku menolak kalian. Aku hanya butuh waktu lebih lama buat mutusinnya. Tapi aku pengennya sekarang kita bertiga berteman dulu. Jujur aja, aku juga pengen ngerasain punya temen dekat. Selama ini cuman sinyo doang yang deket sama aku. Aku pengen punya banyak temen. Kalian mau kan jadi temen aku?"
Reaksi berbeda ditunjukkan oleh Farel dan Farhan. Farel masih sibuk mencerna apa yang dikatakan oleh Maura. Dia masih bingung. Baginya, apa yang dikatakan oleh Maura itu sebenarnya sama saja dengan menolak mereka berdua. Apalagi dengan permintaan Maura yang mengatakan jika dia ingin menjadi teman saja.
Sementara Farhan lebih memahami apa yang dikatakan oleh Maura. Lagipula, dengan Maura mengatakan seperti itu, ada kesempatan untuk lebih menunjukkan perhatian pada Maura. Sejujurnya, becandaan dari Farel yang mengatakan jika dia belum melakukan apa-apa dan tidak sebanding dengan apa yang sudah dilakukan oleh Farel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muara Cinta Maura (Tamat)
RomansaMasa lalu membuatnya menjadi sosok yang dingin dan tidak lagi percaya dengan cinta. Hingga akhirnya, sosok yang membuat luka itu kembali datang. Sisi profesionalisme membuatnya harus berinteraksi dengan sosok itu. Cerita tentang Maura dan bagaimana...