Hari minggu ini Farel sudah bertekad kalau dia akan meminta kembali Maura menjadi kekasihnya. Seperti kemarin, minggu pagi ini Farel juga sudah siap dengan tampilan casualnya. Apapun, dia harus bisa menemui Maura dan mengatakan semuanya.
Sebelum sampai di apartemen Maura, Farel membeli dulu satu rangkaian bunga mawar merah dan dia juga membeli beberapa bungkus coklat. Dia ingin tampil dan memberikan kesan romantis pada Maura.
Sudah sekitar lima belas menit Farel berdiri di depan pintu apartemen Maura. Dia juga sudah beberapa kali memencet tombol bel yang ada di samping pintu, namun pintu masih juga tertutup. Farel akhinya meletakkan sebentar rangkaian bunga mawar dan coklat yang sedari tadi dibawanya. Tangannya lalu merogoh saku dan mengeluarkan ponselnya. Dia segera menghubungi ponsel Maura. Pada deringan ketiga, baru Maura memberikan responnya.
"Halo Farel... Ada apa?" Sapa ramah Maura di seberang
"Halo, Ra... Eh, ini aku udah ada di depan apartemen. Hm.. Bisa tolong bukain pintunya bentaran?"
"Hah? Pintu? Maksudnya? Ini aku sama bunda gak ada di rumah sih. Lagi keluar!" Jawaban Maura membuat Farel langsung menghembuskan nafas kesal.
"Emang lagi ada dimana sih Ra? Jauh gak? Aku samperin aja ya" Sudah kepalang tanggung. Farel sudah mempersiapkan semuanya, bahkan sudah membawa bunga dan coklat juga, jadi apapun yang terjadi, hari ini dia harus bisa bertemu dengan Maura dan mengatakan segalanya. Harus!.
"Ini aku sama bunda lagi di rumahnya mas Farhan. Beneran mau nyusul ke sini?"
Farel langsung terdiam saat Maura mengatakan jika dia dan Dian sedang berada di rumah Farhan. Lagi-lagi dia merasa kalah. Mengapa Farhan selalu selangkah di depannya?
"Ada acara apaan di rumah Farhan?" Nada bicara Farel langsung berubah. Jika tadi dia bertanya dengan nada yang santai dan tidak ada emosi, tapi sekarang ada kekesalan dan emosi dalam nada bicara Farel.
"Cuman main aja. Kemarin kan mas Farhan udah seharian nemenin aku sama bunda, nah sekarang giliran aku sama bunda yang main ke rumahnya mas Farhan. Ya, sekalian kenalan lah sama keluarga mas Farhan"
Jawaban panjang dari Maura justru membuat hati Farel semakin sakit. Sudah sedekat apa sebenarnya hubungan Maura dengan Farhan? Apa dia benar-benar terlambat? Apa sudah tidak ada lagi kesempatan untuknya?
Habis sudah semangat Farel yang sudah dia bawa dari rumah. Dengan langkah lemas dia meninggalkan gedung apartemen tempat Maura tinggal. Dipandanginya bunga mawar yang sudah nampak mulai layu karena panas matahari dan beberapa coklat. Dia harusnya yang membuat kejutan dengan meminta Maura kembali ke pelukannya tapi malah dia yang terkejut dengan Maura yang ternyata sudah sangat dekat dengan keluarga Farhan.
Tempat kebugaran yang berada di salah satu hotel menjadi tempat pelarian bagi Farel. Sengaja membuat lelah tubuhnya, Farel sudah berenang lebih dari satu jam. Dia baru berhenti saat tubuhnya memang benar-benar lelah. Dengan nafas masih terengah-engah, Farel duduk sambil memejamkan matanya. Dokter sebenarnya masih menyarankan untuk tidak menggunakan aktivitas kaki yang terlalu berat, namun Farel saat ini butuh pelampiasan emosi.
"Gue gak mau kalah! Siapapun orangnya yang udah deketin Maura, bakalan gue hadepin. Gue gak mau Maura lepas ke orang lain selain gue! Maura harus jadi milik gue" Gumam Farel sendirian.
***
Rumah yang biasanya ditinggali Marsih minggu ini menjadi ramai. Selain semua keluarga berkumpul, mereka juga kedatangan tamu. Maura dan Dian hari ini rencananya akan berkunjung, setelah kemarin Farhan menemani mereka di apartemen. Tujuannya adalah Dian ingin mengenal Farhan dan juga keluarganya dengan lebih baik.
Satu orang yang menjadi lebih sibuk dari biasanya karena kedatangan maura dan Dian adalah Seno. Dia yang biasanya bisa sedikit bersantai di hari minggu, sekarang malah ditugasi berbelanja bahan makanan yang cukup banyak. Tidak masalah bagi Seno untuk berbelanja bahan makanan dengan jumlah yang banyak, dia sudah terbiasa untuk itu.
Farhan dan Andro sekarang sedang duduk di ruang tamu. Mereka sedang menunggu Maura dan Dian, sementara Marsih, Anggun dan Seno mereka berada di dapur mempersiapkan makanan dan beberapa kudapan ringan. Davin, bocah kelas enam SD itu sekarang anteng di depan tivi yang menayangkan kartun di pagi hari sambil ditemani peanut cookies yang ada di pangkuannya.
Jam sembilan pagi, Maura dan Dian sudah tiba berkunjung. Marsih langsung saja mempersilakan mereka masuk ke ruang tengah. Segera saja perbincangan ringan mengalir dari pertemuan dua keluarga itu. Sedang mereka berbincang, tiba-tiba saja ponsel Maura berdering, dan setelah melihat siapa yang menelponnya, Maura memilih menjawab telpon itu di luar ruangan.
Selesai menjawab telpon dan saat hendak berbalik, Maura dikejutkan dengan Farhan yang ada di belakangnya. Farhan awalnya penasaran saja, mengapa Maura harus menjawab telpon di luar? Maka dari itu dia mengikutinya.
"Dari siapa, Ra? Serius amat?" Tanya Farhan saat Maura berbalik
"Oh, dari Farel. Temen aku dulu. Dia mau main ke apartemen, tapi kan aku udah di sini sama bunda. Ta suruh aja gabung ke sini. Tapi kayaknya dia gak mau" Jelas Maura singkat
Farhan menautkan alisnya. Nama Farel sepertinya tidak asing di telinganya. Dia memang sudah mencari tahu soal Maura. Bagaimana latar belakang dan cerita masa lalu Maura, sudah Farel ketahui. Dari pencarian anak buah Kazuo-lah Farhan jadi tahu jika Maura sangat menggemari Doraemon.
"Ra, aku pengen ngomong bentaran sama kamu, bisa?" Farhan lalu mengarahkan Maura untuk duduk di kursi teras.
"Ra, aku yakin kalau kamu tahu tujuanku buat kenalan, deket sama kamu itu arahnya kemana. Kita udah sama-sama dewasa, jadi mungkin udah bukan waktunya lagi buat kita berdua buat gak serius. Ra, apa kamu mau menemani sisa umur hidupku?"
Suasana seketika hening. Tidak ada suara dari keduanya. Farhan benar, di usianya sekarang dia juga sudah tahu kalau ini akan terjadi. Tapi masa lalunya membuatnya menjadi ragu.
"Mas Farhan baru kenal aku minggu lalu. Banyak hal yang belum mas tahu soal saya. Mungkin, kita jalanin aja dulu sebagai temen deket. Jangan keburu juga mas. Daripada nanti malah nyesal di belakangan"
Farhan mengangguk. Dia tahu Maura masih membutuhkan waktu. Setidaknya, sekarang Maura sudah tahu apa tujuannya dan tugasnya sekarang adalah meyakinkan Maura untuk mau menerimanya.
Selesai mengatakan semuanya itu, Farhan dan Maura lalu berdiri. Saat membalikkan badannya, Farhan langsung mendengus kasar saat dia melihat Andro dan Seno yang ternyata mengintip dirinya. Sekarang keduanya malah tersenyum salah tingkah. Keduanya lantas memilih lari ke arah ruang keluarga daripada menghadapi amukan Farhan.
Maura hanya menggeleng pelan melihat keluarga Farhan berinteraksi satu sama lain. Selama ini, yang dia tahu Andro, seorang polisi yang ditugaskan di bagian reserse kriminal dan sering berinteraksi dengannya, tapi sekarang yang terlihat adalah Andro sorang yang lucu dan konyol. Juga Seno, adik angkat dari Farhan, dengan sifat polos dan lugu yang ditunjukkan membuat Maura tersenyum simpul sendiri. Keluarga yang cukup menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muara Cinta Maura (Tamat)
RomanceMasa lalu membuatnya menjadi sosok yang dingin dan tidak lagi percaya dengan cinta. Hingga akhirnya, sosok yang membuat luka itu kembali datang. Sisi profesionalisme membuatnya harus berinteraksi dengan sosok itu. Cerita tentang Maura dan bagaimana...