"Itu tadi ya yang namanya Farel? Yang kapan hari telpon kamu waktu kamu sama bunda main ke rumah itu ya?" Tanya Farhan, sekedar untuk memulai percakapannya dengan Maura selepas Farel pergi. Maura hanya mengangguk saja menjawab pertanyaan Farhan. Ada perubahan di raut wajah Maura. Terlihat seperti tidak tertarik untuk mengobrol soal Farel.
"Dia sepertinya juga tertarik ya sama kamu? Kalau dari yang dia bilang tadi, kayaknya dia serius suka sama kamu ya?"
Maura masih diam beberapa saat. Pikirannya bergulat dengan pilihan akan menceritakan semuanya pada Farhan sekarang atau nanti. Jujur, Maura sudah merasa nyaman dengan kehadiran Farhan di sekitarnya dan dia tidak mau Farhan menjauh setelah mendengar semuanya.
"Mas Farhan ingat gak waktu aku bilang kalau ada banyak hal yang mas Farhan tahu soal aku? Aku gak seperti wanita lain, mas. Aku akan cerita, dan setelah ini kalau mas Farhan gak mau lagi berteman atau ketemu sama aku, aku gak masalah mas."
Maura lantas menceritakan semua kisah masa lalunya bersama dengan Farel. Bagaimana Farel mengejarnya saat masih SMA, dan bagaimana Farel ternyata ternyata hanya menggunakan dia sebagai bahan taruhan saja. Maura juga menceritakan tentang bagaimana dia yang sudah tidak perawan lagi dan itu semua karena Farel. Farel yang melakukannya saat dia sedang pingsan di UKS sekolah.
Menceritakan bagian terberat dari kehidupan yang bahkan keluarganya sendiripun tidak mengetahui, bukan hal yang mudah bagi Maura. Apalagi, Farhan masih orang lain baginya. Dia hanya mengenal Farhan sebatas nama saja. Tidak lebih.
Selesai Maura menceritakan semuanya, suasana sedikit canggung. Tidak ada yang bersuara. Farhan cukup kaget, bukan karena cerita Maura dengan Farel yang dia sudah tahu, tapi bagaimana Maura bisa terbuka dan menceritakan semua kepadanya tanpa ditutupi.
Mata Maura sedikit menyipit waktu dia melihat wajah Farhan yang terlihat sangat santai.
"Mas... " Sebelum selesai Maura berbicara, Farhan memotongnya.
"Mas tahu apa yang kamu pikirkan. Kamu mau nanya kan ngapain mas santai aja dengerin cerita kamu? Ya kan?" Maura lantas menjawabnya dengan anggukan.
"Ya menurut mas emang gak ada yang perlu gimana-gimana dari cerita kamu itu. Kamu udah putus dari Farel dan sampe sekarang kamu belum ada seseorang lainnya, ya artinya kamu single." Lanjut Farhan kemudian.
"Tapi kan Ara udah gak perawan lagi mas?" Maura berucap dan sedikit lirih namun masih bisa didengar oleh Farhan. Pandangannya beralih ke bawah. Dia tidak berani kontak mata langsung dengan Farhan. Tidak seperti biasanya waktu dia berinteraksi dengan Farhan.
"Trus ngapain kalau emang kamu gak perawan?" Tanya balik Farhan yang membuat Maura sedikit melongo.
"Gini ya Ra, jujur nih, mas juga udah enggak perjaka kok. Jadi ya udah, kalau mas udah gak perjaka, gak fair kalau mas nuntut kamu harus perawan, kan? Lagian kamu gak perawan kan karena kelakuan Farel, bukan kamunya yang jadi cewek gampangan."
Kebingungan Maura semakin bertambah. Tapi, bukankah harusnya dia bersyukur dengan sikap Farhan yang tidak mempermasalahkan dirinya yang sudah tidak perawan?
"Udah ah, gak usah dipikirin lagi. Yang jelas sih, mas tetep sama apa yang mas udah bilang waktu kamu sama bunda main ke rumahnya mas kemarin kalau mas pengen deket sama kamu dan pengen jadiin kamu pendampingnya mas"
Setelah itu semuanya, suasana memang masih canggung, tapi sudah tidak sekaku sebelumnya. Farha berniat mengajak Maura untuk sekedar jalan-jalan menghabiskan waktu sore ini, tapi karena status Maura yang harus stand by on call maka jadilah mereka berpindah dari cafe di lantai dasar apartemen ke rooftop garden yang ada di lantai paling atas. Pemandangan kota dari lantai paling atas gedung apartemen tempat Maura tinggal memang ampuh untuk membuat suasana menjadi cair kembali. Senyum yang tadinya hilang di bibir Maura, sekarang kembali muncul.
Jam tujuh malam akhirnya mereka memutuskan untuk turun ke bawah. Sesampainya mereka di unit apartemen Maura, Farhan mampir sebentar untuk berpamitan kepada Dian.
"Gimana tadi kencannya sama Farhan?" Dian dengan iseng melontarkan tanya setelah Farhan pulang.
"Bukan kencan bun. Yang ada tadi malah Ara ngobatin luka-nya mas Farhan. Heran, udah gede gitu kok ya gak bisa pake salep luka" Dian hanya geleng-geleng kepala saja dengan kepolosan Maura. Apa dia tidak tahu itu salah satu cara Farhan untuk mendekatinya?
"Duuuhhh... Anak bunda ini kok ya polosnya gak ketulungan. Farhan bukannya gak tahu cara pakenya! Dia cuman pengen deket sama kamu. Pengen kamu merhatiin dia! Gitu lho naak.."
"Oh ya bun, tadi tuh si Farel tiba-tiba nembak Ara lagi, ya trus Ara bilang gak mau! Trus untungnya nih bun, pas si Farel nge-desek Ara lagi, mas Farhan datang."
Mendengar jika Farel berniat untuk mendekati anaknya lagi, Dian langsung berucap.
"Bunda sih, balikin ke kamu aja. Kamu pengen jalanin sama siapa. Hidup kamu, kamu sendiri yang tentuin. Bukan orang lain. Tapi, kalau boleh nih bunda kasih saran, pilih orang yang memang bener-bener bisa jadi pemimpin kamu nantinya. Orang yang paling baik yang bisa nuntun kamu juga."
Dian memang tidak mengatakan siapa yang dia inginkan untuk jadi pendamping anak tunggalnya itu, tapi dia berharap Maura bisa memilih orang yang tepat.
***
Selepas berpamitan dengan Dian, Farhan lalu menuju parkir sepeda motor yang ada di basement gedung. Suasana sepi dan hanya ada Farhan sendiri yang sedang berjalan santai. Tiba-tiba Farhan lalu menghentikan langkahnya tepat di tengah-tengah parkiran.
"KELUAR KALIAN SEMUA!" Farhan berteriak dengan suara keras, dan beberapa saat kemudian muncullah lima orang dengan postur tubuh tegap di depan Farhan.
"SIAPA YANG SUDAH MENYURUH KALIAN?"
Salah satu dari kelima orang tadi lantas maju selangkah, lalu membungkukkan badannya sembilan puluh derajat ke arah Farhan sebelum kembali menegakkan badannya.
"Tuan Kazuo meminta kami untuk mengikuti kemanapun tuan Farhan pergi. Kami juga diminta untuk menjaga keselamatan tuan farhan"
Tampaknya Kazuo tidak main-main dengan apa yang diucapkannya. Sejak awal keluar dari rumahnya sampai sekarang, Farhan merasa ada yang selalu mengikutinya. Bukan hanya Farhan, tapi Andro juga merasakan hal yang sama. Beberapa waktu lalu, adik iparnya itu mengirimkan pesan jika dia merasa ada yang membuntutinya.
"Kalian, pergilah. Aku masih bisa menjaga diriku sendiri." Farhan berucap sambil mengibaskan tangannya tanda jika dia tidak ingin diganggu oleh bodyguard kiriman Kazuo itu.
"Maaf tuan, perintah dari tuan Kazuo, kami diminta untuk tetap menjaga tuan, apapun yang terjadi, bahkan jika tuan Farhan tidak menyetujuinya"
Seperti biasanya, kakak angkatnya itu bersikap superior dan tidak mau dibantah. Jika sudah seperti ini, mau melawanpun juga tidak akan berhasil. Farhan lantas berjalan dengan gusar dan dengan cepat dia mengendarai skuter matiknya itu dan pergi meninggalkan lima bodyguard yang juga dengan sigap mengikuti Farhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muara Cinta Maura (Tamat)
RomanceMasa lalu membuatnya menjadi sosok yang dingin dan tidak lagi percaya dengan cinta. Hingga akhirnya, sosok yang membuat luka itu kembali datang. Sisi profesionalisme membuatnya harus berinteraksi dengan sosok itu. Cerita tentang Maura dan bagaimana...