"Huuhh..."
Farel mendesah panjang. Sungguh dia tidak menyangka jika Maura, wanita yang dulu pernah dia sakiti sedemikian rupa ternyata ada di sekitarnya saat ini. Dari dasar hatinya dia ingin sekali menemui Maura, meminta maaf dan sekiranya mungkin, dia ingin menjalin hubungan kembali dengan Maura atau setidaknya ada kata maaf yang terucap dari bibir Maura.
"Kamu itu lagi mikirin apaan? Suntuk gitu muka kamu? Mikiran tagihan rumah sakit? Bukannya udah pakai asuransi?" Darren, kakak tertua Farel. Malam ini dia berjaga di rumah sakit.
"Bang, lu pernah gak bikin satu kesalahan fatal, trus lu tiba-tiba ketemu sama orang yang lu bikin salah itu?" Bukannya menjawab pertanyaan abangnya, Farel malah balik bertanya pada Darren. Darren langsung menoleh mendengar pertanyaan yang menurutnya serius itu. Adik bungsunya ini bertipe santai dan easy going. Farel tidak pernah menganggap sesuatu hal adalah itu serius atau penting.
"Datang ke orangnya langsung, trus minta maaf ke orangnya." Jawaban Darren masih terdengar sangat normatif. Siapapun orang yang ditanya, pasti akan menjawab dengan jawaban yang sama.
"Memang kesalahan yang udah kamu buat itu udah sefatal apa? Gak sampai ke kriminal kan?" Darren merasa penasaran dengan kesalahan apa yang sudah diperbuat adiknya itu hingga sampai Farel menjadi seperti terlarut dalam penyesalannya.
***
Kepergian Arif membuat Maura terpukul. Dia menjadi seorang yang lebih senang diam dan menyendiri. Bahkan keduanya kini lebih memilih tinggal di apartemen dibandingan tinggal di rumah mereka. Sangat banyak kenangan yang tertinggal di rumah itu, membuat Dian dan Maura susah untuk mengikhlaskan kepergian Arif.
Saat di sekolah, biasanya Maura memilih menyendiri daripada bersama dengan temannya. Duduk di taman belakang sekolah menjadi tempat favoritnya. Biasanya, Maura hanya duduk dan melamun atau menatap jalanan yang nampak dari dalam sekolah dengan tatapan kosong.
"Lu harusnya jangan kayak gini, jangan sedih terus gini. Ayah kamu juga pasti akan sedih kalau kamu kayak gini terus." Tidak seperti biasanya, kali ini Farel tidak bertingkah konyol seperti biasanya.
Maura bukannya berkurang sedihnya tapi malah justru semakin berlarut. Dia justru semakin merasa sedih karena merasa masih belum bisa membahagiakan ayahnya. Maura berdiri. Dia bermaksud untuk ke kantin. Sedari berangkat, dia belumsarapan dan sekarang dia merasa lapar. Tapi, saat hendak berdiri, tiba-tiba dia merasa pusing dan pandangannya menjadi gelap. Maura pingsan.
Farel yang melihat Maura terhuyung langsung menangkap tubuh Maura. Gerak cepat Farel membuat Maura tidak terjatuh ke tanah. Farel langsung menggendong Maura dan melarikannya ke UKS. Kondisi UKS sepi saat itu, dan tidak ada petugas jaga. Akhirnya, setelah mendapat ijin dari sekolah, Farel membawa Maura keluar. Niat awalnya, Farel memang ingin membawa maura ke puskesmas, tapi dia malah mengarahkan mobilnya ke salah satu hotel.
"Jika aku tidak bisa mendapatkanmu dengan cara baik-baik, jangan salahkan aku jika aku melakukan ini padamu, Ara.." Seringai senyum muncul di bibir Farel. Dia lantas melepas semua baju yang melekat di dirinya dan tentu baju yang dikenakan Maura.
Sejak kejadian itu, semuanya berubah. Maura dengan terpaksa menerima Farel menjadi pacarnya. Tentu dia tidak mau kejadian waktu itu tersebar ke seluruh sekolah.
Maura mulai mencoba membuka hatinya untuk menerima Farel seutuhnya. Bukan lagi karena keterpaksaan Farel sendiripun, tidak pernah lagi berlaku buruk setelah kejadian itu. Dia memperlakukan Maura dengan buruk. Semua nampak berjalan membaik hingga saat mereka sampai pada pengumuman kelulusan sekolah.
Seusai pengumuman kelulusan sekolah di aula, Farel lantas mengajak ke taman belakang sekolah.
"Ra, hubungan kita sampai di sini aja ya. Setelah ini kamu bisa bebas dan tidak lagi terkekang denganku lagi" Maura langsung terkejut saat mendengar perkataan Farel.
"Mak.. Maksudnya apa Rel?" Dengan tergagap, Maura bertanya tentang perkataan Farel
"Maksudnya Farel itu minta putus dari lu!" Bukan farel yang berbicara, tapi Billy yang ternyata ada di belakang mereka. Suara Billy otomatis membuat Maura dan Farel menoleh ke belakang.
"Gini, biar gue jelasin. Jadi, gue sama Farel tuh taruhan buat jadiin lu pacarnya Farel selama sekolah. Hari ini kan pengumuman kelulusan, itu artinya masa pacaran kalian juga udah selesai"
Sontak saja Maura langsung shock dengan perkataan dari Billy. Masih dengan bingungnya, tiba-tiba Billy mengeluarkan segepok uang dan langsung menyerahkan ke Farel. Farel dengan senyum yang mengambang langsung saja menerima uang itu.
"Tuh duit bagian lu! Ayok, dah tinggalin aja mantan lu ini. Toh lu juga udah putus kan?" Billy menarik tangan Farel, mengajaknya pergi sari sana tapi Farel menahannya.
"Oke, kamu udah denger semuanya kan alasannya kenapa gue mutusin lu hari ini. Bye, Ara, dan terima kasih buat keperawanan lu!" Farel berucap demikian dengan nada rendah dan setengah berbisik, tepat di telinga Maura.
Runtuh sudah dunia Maura. Hari itu, hari yang seharusnya menjadi hari yang menyenangkan untuknya tapi kenyataannya tidak. Dia dihantam oleh kenyataan bahwa dia hanyalah bahan permainan dan bahan taruhan saja.
Segera saja Maura menghapus air matanya. Dia menengadahkan kepalanya ke atas, menghirup sebanyak mungkin udara yang tiba-tiba saja seolah menghilang dari paru-parunya. Dari dalam hatinya dia bersumpah, bahwa ini adalah air mata terakhir yang dia tumpahkan karena lelaki.
***
"Abang gak nyangka kalau kamu bisa se bajingan itu sama cewek, Rel..." Darren hanya bisa menggelengkan kepalanya saat mendengar cerita dari adik bungsunya. Farel sendiri tidak menyangkal itu semua.
"Terus, mau kamu sekarang gimana?"
"Gue juga gak tahu, bang. Padahal Maura sekarang udah jadi dokter di sini. Tadi sore juga gue lihat dia. Kalau aja gue gak lagi di kursi roda, gue udah samperin dia bang"
Beberapa saat kondisi menjadi diam dan hening. Tidak ada suara di ruangan itu.
"Gue sebenarnya cuman pengen ketemu sama dia, minta maaf dan gue juga pengen jalin hubungan sama Ara."
Darren mengernyitkan keningnya? Bingung dengan apa yang dikatakan adiknya.
"Setelah apa yang udah kamu dan temenmu itu lakuin ke gadis itu, dia masih mau sama kamu? Mau ketemu sama kamu aja itu udah sangat bagus. Saran abang sih, kamu jangan terlalu ngarep yang tinggi-tinggi dulu. Lagian, ngapain kamu baru sadar sekarang? Udah hampir tujuh tahun dan kamu baru ingin minta maaf? Kemarin-kemarin kamu ngapain aja sih Rel?"
Rentetan perkataan dari Darren membuat Farel diam membisu. Dia sendiri bingung, mengapa baru sekarang dia kepikiran dengan Maura? Apa karena dia mendengar nama "Maura" saat dia dibawa ke rumah sakit ini dan memang benar itu adalah Maura yang sama dengan Maura yang dulu pernah dia hacurkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muara Cinta Maura (Tamat)
RomanceMasa lalu membuatnya menjadi sosok yang dingin dan tidak lagi percaya dengan cinta. Hingga akhirnya, sosok yang membuat luka itu kembali datang. Sisi profesionalisme membuatnya harus berinteraksi dengan sosok itu. Cerita tentang Maura dan bagaimana...