Part 21

693 42 1
                                    

Perginya Maura lantas menyisakan Farel dan Farhan langsung membuat keduanya terlibat perang dingin. Farel langsung memanfaatkan situasi itu untuk mencoba menekan Farhan. Di mata Farel, Farhan adalah pesaing terberatnya untuk mendapatkan Maura.

"Lu mendingan jauhin Ara. Dia milik gue!" Ujar Farel dengan nada rendah dan tatapan tajam ke arah Farhan. Tapi, respon yang ditunjukkan oleh Farhan malah sebaliknya. Dia malah tersenyum cengengesan sendiri.

"Milik lu? Lu ngomong gitu atas dasar apaan? Nge-halu doang lu"

Andai saja ini bukan di tempat umum sudah pasti omongan Farhan tadi sudah berakhir dengan baku hantam diantara keduanya.

Farel tersenyum miring. Dia tidak boleh kalah gertak dengan Farhan. Dia lantas mencondongkan sedikt tubuhnya ke arah tempat duduk Farhan lantas dia berucap

"Gue udah make Ara. Jadi udah pasti dia bakalan milih gue dibanding lu! lagian lu mau terima bekasan gue?"

Farhan yang mendengar itu lantas menaikkan sebelah alisnya. Dengan senyum yang sama mengejek ke Farel,dia membalas

"Emang gue peduli? Enggak sama sekali! Lagian gue tahu pasti dia ngelakuinnya sama lu bukan atas dasar suka sama suka"

Farhan sudah tahu semua hal yang berhubungan dengan Maura. Informasi yang dia dapat dari Kenichi termasuk juga bagaimana cerita soal Farel dan Maura di masa lalu. Informasi yang sangat detail. Entah bagaimana Kenichi bisa melakukan semua itu, Farhan tidak mau tahu.

Lagi-lagi Farel dibuat kaget dengan jawaban santai dan tidak terduga dari Farhan. Dia sama sekali tidak menduga jika Farhan akan menjawab seperti itu.

"Lu pikir gue gak tahu siapa lu? Apa yang udah lu lakuin semuanya? Gue udah tahu semuanya. Gue tahu gimana lu perlakuin Ara. Lu udah jadiin dia taruhan sampe lu tidurin dia kan?"

Sekarang kondisinya berbalik. Sepertinya Farhan mulai menyerang Farel dan itu membuat Farel terhenyak. Soal dia yang sudah memperdayai Maura, hanya dia dan Billy yang mengetahuinya. Bagaimana mungkin Farhan bisa mengetahui tentang peristiwa masa lalu itu?

"Gue gak peduli lu siapa dan gimana lu bisa tahu semuanya. Ara cuman boleh sama gue!"

"Ok, kalau gitu kenapa gak kita serahin aja sama Maura. Dia mau milih lu, yang udah ngancurin hidupnya dia atau dia milih gue? Orang yang bisa nerima masa lalunya dia." Farhan berucap santai sambil dia menyeruput es teh yang sebenarnya adalah minuman pesanan Maura.

"Cuman nih kalau gue bisa kasih saran, siapapun yang gak ntar dipilih sama Maura, harus bisa nerima. Gak perlu pake nyuruh orang buat nyerempet segala! Gak perlu!"

Kening Farel berkerut. Dia semakin bingung, siapa sebenarnya Farhan ini. Kenapa dia bisa mengetahui banyak hal tentangnya. Bahkan, soalnya yang menyuruh orang untuk menyermpet Farhan juga dia bisa tahu.

Adu mulut diantara mereka terhenti saat Maura kembali datang. Dia segera bergabung di meja yang tadi dia tinggalkan.

"Ini mas salepnya. Dipakai ya mas.." Maura mengulurkan tanganya yang terdapat satu salep yang masih tersegel.

"Ini gimana cara pakainya? Trus kapan harusnya dipakai? Perih gak kalau kena luka? Ini soalnya belum kering bener sih. Tadi ada waktu dikasih antiseptik masih kerasa" Farhan menerima salep itu. Farhan bukan anak kecil yang tidak tahu bagaimana menggunakan salep pada luka. Dia bisa membuka dan membaca petunjuknya, tapi dia sengaja agar Maura yang melakukannya.

"Ini gak perih, karena ini dibuatnya dari ekstrak lidah buaya. Jadi akan kerasa adem nantinya"

Maura lalu mengambil kembali salep yang ada di tangan Farhan, lalu membuka segelnya. Dia lantas mencondongkan tubuhnya ke arah Farhan dan dengan reflek, Farhan menundukkan kepalanya hingga keningnya tepat di depan Maura. Dengan telaten Maura lalu mengoleskan salep obat itu di luka Farhan.

"Eh, iya.. Bener.. Gak perih. Adem malahan" Farhan langsung tersenyum saat Maura selesai mengobati lukanya.

"Eh bentaran, ini kan juga ada luka nih di siku. Bisa dipakai di siku juga nggak?" Farhan berdiri lalu melepaskan jaketnya sehingga nampak sikunya yang juga terluka. Maura yang melihat itu lantas kembali membuka tutup salep dan mengoleskan ke luka Farhan yang ada di siku.

"Ishh.. Makanya mas Farhan tuh hati-hati. Sampe luka gini kayak gini. Ini mesti ngantuk ya pas kemarin pulang subuh. Besok-besok, harus lebih hati-hati mas. Ara gak mau ya mas Farhan kecelakaan kayak gini lagi"

Maura mengoleskan salep itu sambil terus mengoceh, dan itu membuat Farhan menjadi gemas sendiri. Ternyata seperti ini rasanya diperhatikan. Perasaan hangat menjalar di dada Farhan dan itu membuat wajahnya menjadi berseri dan senyum melengkung di bibirnya.

Farel semakin sesak melihat pemandangan di depannya. Tapi, sekali lagi dia tidak bisa berbuat apapun. Dia tidak mau bertindak bodoh di sini, apalagi di sini ada Maura yang membuatnya harus sangat berhati-hati. Farel sangat tahu jika apa yang dilakukan Farhan hanya untuk memanas-manasi dirinya saja dan itu cukup berhasil. Bukan hanya panas, hati Farel juga dipenuhi rasa cemburu melihat bagaimana Maura sangat memperhatikan Farhan.

"EKHEM.."

Bahkan Farel harus berdehem hanya sekedar untuk meyadarkan Farhan dan Maura bahwa masih ada dia di sekitarnya.

Maura menolehkan kepalanya dan melihat wajah Farel yang sangat kesal.

"Iya, Rel? Kenapa?" Farel langsung mengernyitkan keningnya mendengar pertanyaan dari Maura. Apa dia tidak tahu jika dia sedang kesal dan cemburu dengan semua yang dia dan Farhan lakukan? Apa harus dia berteriak jika dia ingin Maura menyudahi merawat luka Farhan? Apa Maura tidak tahu kalau dia sedang dibodohi Farhan?

"Bentaran ya Rel, ini hampir selesai kok! Sabaran dikitlah" Tambah Maura dan dia kembali mengalihkan fokusnya pada Farhan.

Tangan Farel terkepal menahan emosi dan marah. Ada dua hal yang membuatnya marah kali ini. Yang pertama penolakan Maura terhadapnya dan kenyataan bahwa Maura masih tidak bisa melupakan apa yang sudah dia lakukan dulu. Yang kedua, kedatangan Farhan yang merusak semuanya. Bahkan dengan drama luka-luka yang dia tahu itu sebenarnya luka ringan tapi bisa membuat Maura mengalihkan seluruh perhatiannya dan dia merasa terabaikan.

Merasa percuma saja menunggu Maura dan Farhan, ditambah rasanya sekarang bukan waktu yang tepat untuk bisa memaksa kembali Maura untuk kembali padanya, Farel memilih beranjak saja dari tempatnya.

"Aku pergi saja. Ra, aku sangat berharap kamu mau mempertimbangkan apa yang tadi kita obrolin. Kapan-kapan aku akan datang ke sini. Mungkin aku juga akan ngobrol sama ibu kamu juga tentang kita"

Sesudah berkata seperti itu, Farel bangkit dari kursinya dan berjalan menjauh dari Maura dan Farhan. Maura hanya merespon dengan anggukan sederhana saja dan Farhan menanggapinya dengan senyum santainya.

"You don't know who I am and what I'm cappable off. Let see gue atau lu yang bakalan jadian sama Maura! " Ucap Farhan dalam hati. Naluri dan ego lelakinya seperti tertantang waktu dia bertemu dengan Farel. 

Muara Cinta Maura (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang