Part 26

571 47 1
                                    

Hari terus bergulir. Persaingan Farel dan Farhan masih tetap berlangsung. Farel masih dengan strateginya, mengirim bunga atau coklat yang biasanya akan berakhir di tangan Prima atau rekan perawat lainnya. Dia sama sekali tidak pernah menyentuh semua kiriman-kiriman dari Farel itu. Sedangkan Farhan masih memanfaatkan keahliannya memasak dan pengetahuanya yang luas tentang Jepang untuk menarik perhatian Maura. Diantara mereka bertiga masih ada Andro yang memanfaatkan posisinya sebagai polisi yang sering bertugas bersama dengan Maura. Tentu, Andro akan mengerahkan segala macam cara agar Maura semakin dekat dengan Farhan dan bagaimana dia beberapa kali menggagalkan Farel yang tiba-tiba datang ke rumah sakit untuk menjemput Maura.

Bekerja satu ata dengan rival bukanlah hal yang menyenangkan. Farel sangat merasakan itu tapi sebaliknya, Farhan justru menikmati bisa bekerja dalam satu area yang sama dengan rivalnya. Satu hal yang harus Farhan akui dari Farel adalah bagaimana dia bisa tetap bersikap profesional saat di kantor ataupun berhubungan dengan pekerjaan.

Keduanya kini berada dalam satu ruang, satu meja dan keduanya juga menghadapi beberapa berkas yang sama. Jika seperti ini, seperti tidak nampak jika keduanya sebenarnya sedang bersaing.

"Ini saya gak paham, kenapa temuan internal auditor dengan form yang ada di sini bisa beda? Auditee-nya juga beda?' Ujar Farhan sambil membuka ulang dan membolak balik laporan keuangan dan arus kas di depannya.

"Auditor langsung mengirimkan hasil temuan waktu dilakukannya audit. Jadi bisa langsung di follow up. Itu mungkin yang membuat perbedaan" Jawab Farel lugas, dan Farhan hanya menganggukkan kepalanya tanda dia bisa mengerti alasan Farel.

"Oh ya, untuk plant baru, saya sudah komunikasikan dengan principal di Jepang. Kemungkinan besar tidak ada masalah. Ada kemungkinan juga pengalihan produksi luar negeri ke plant baru itu."

"Kalu gitu, sebenarnya diluar rencana. Plant itu dibangun buat back up produksi di sini. Kapasitas produksi memang masih ada, tapi kalau masuk periodic maintanance, divisi produksi pasti akan kesulitan buat meet up target."

Sangat terlihat normal dan tidak ada yang bisa menyangka jika sebenarnya diantara keduanya sebenarnya dalam kondisi memperebutkan seseorang.

Sementara itu, Maura, saat ini sedang bersiap-siap ke kantor Farhan. Hari ini dia Maura lepas dinas, jadi dia bisa mempunyai waktu luang. Dia ingin memberi sedikit kejutan dengan memasakkan makan siang untuk Farhan. Beberapa kali Farhan memberi kejutan dengan mengirimkan makan siang atau sekedar kudapan ringan yang seringkali dititipkan pada Andro.

Memasuki gedung dengan nuansa modern minimalis, membuat pandangan Maura membola. Dia tidak menyangka jika kantor tempat bekerja Farhan akan semewah ini.

"Selamat pagi, bisa dibantu ibu? Ingin bertemu dengan siapa?" Sapa petugas resepsionis ramah

"Pagi, saya ingin bertemu dengan bapak Farhan? Apa bisa?" Jawab Maura

"Pak Farhan Nugroho, direksi dan pemegang saham yang baru ya bu? Dengan ibu siapa? Saya konfirmasi dulu dengan asisten beliau"Jawab petugas resepsionis itu ramah

"Oh, dengan Maura Kusumawati"

Sejujurnya Maura sedikit tergagap waktu mendengar bahwa Farhan adalah menduduki jabatan direksi sekaligus pemegang saham perusahaan sebesar ini. Dalam pikirannya, posisi Farhan adalah staff biasa saja. Farhan memang tidak pernah menceritakan secara detail posisinya kepada Maura. Dia hanya berucap bahwa dia bekerja di perusahaan tersebut.

Resepsionis itu lantas menghubungi asisten Farhan melalui telpon. Setelahnya, resepsionis itu lantas berkata kembali ke Maura

"Bu Maura, informasi dari asisten beliau, Pak Farhan masih ada meeting dengan managing director kami. Ibu dipersilakan menunggu. Nanti asisten pak Farhan akan memandu ibu"

Mendengar itu Maura mengangguk dan berjalan menuju sofa yang ada di lobby utama. Banyak pertanyaan yang ada di kepala Maura. Dari resepsionis yang menyebutkan bahwa Farhan adalah direksi dan pemegang saham, lalu resepsionis tadi juga menyebutkan soal asisten Farhan. Seorang pegawai atau staff tidak akan mungkin memiliki asisten dalam pekerjaan.

"Selamat pagi, dengan ibu Maura? Saya Morgan, asisten pak Farhan. Mari bu saya antar ke ruang bapak"

Lamunan Maura buyar saat di sampingnya tiba-tiba berdiri seorang lelaki dan dengan gestur tubuh sedikit membungkuk hormat dan mempersilakan Maura untuk mengikutinya. Menuruti itu, Maura lantas beranjak dari sofa, dan berdiri. Dia lantas berjalan mengikuti Morgan.

"Lewat lift sebelah sini bu. Ruang kerja bapak ada di lantai dua puluh tujuh." Morgan lantas mengarahkan Maura pada lift khusus untuk anggota dewan direksi dan managerial lainnya.

"Saya tadi gak bikin janji sama pak Farhan. Dadakan aja ke sininya. Apa kira-kira nanti mengganggu ya?" Tanya Maura. Sejujurnya dia juga ragu apakah kedatangannya akan mengganggu pekerjaan dari Farhan.

"Bapak sudah berpesan kepada kami, jika ibu datang dan bapak ada di kantor, maka kami diminta untuk mengantar ibu ke ruang beliau"

Jawaban dari Morgan membuat kening Maura berkerut. Bahkan Farhan bisa membuat permintaan khusus dan bisa memerintah di kantor ini. Siapa sebenarnya Farhan? Mengapa dia tidak pernah menceritakan ini semua kepadanya? Apa maksudnya sebenarnya? Apa ada yang sedang disembunyikan Farhan?

Langkah kaki Maura terus mengikuti Morgan yang akhirnya dia sampai di depan ruangan. Kantor ini nampaknya di desain dengan tanpa sekat dan jikapun ada sekat antar ruangan, maka akan digunakan kaca. Khusus untuk ruang level managerial ke atas, termasuk ruang kerja Farhan, sekat kaca itu dilengkapi dengan vertical blind gordyn.

"Bu Maura, silakan, bisa menunggu bapak di sini. Ruang kerja pak Farhan di sebelah ini. Saat ini beliau sedang meeting dengan managing director. Mungkin sebentar lagi juga selesai. Saya tinggal dulu, jika nanti ibu membutuhkan bantuan, ruang kerja saya ada di belakang kanan ruang tunggu ini" Morgan lalu mempersilakan Maura untuk menunggu Farhan sekaligus dia berpamitan untuk kembali ke kubikel tempat kerjanya. Tempatnya menunggu tepat di depan ruang kerja Farhan.

Maura memilih duduk dengan menghadap langsung ke arah ruang kerja Farhan. Dari tempatnya sekarang, dia bisa melihat ruang kerja Farhan. Vertical blind gordyn ruang kerja Farhan tidak tertutup sempurna hingga Maura bisa melihat Farhan dan seorang lainnya yang membelakanginya memang sedang terlibat pembicaraan serius.

Mata Maura menyipit untuk memfokuskan pandangannya. Bukan pada Farhan, tapi pada lawan bicaranya. Dia seperti mengenal orang itu. Bentuk tubuh, gestur dan cara duduk orang itu sangat Maura kenali.

Ceklek....

Pintu ruang Farhan terbuka. Farhan dan Farel yang telah selesai meeting beranjak meninggalkan ruangan. Saat pintu terbuka dan keduanya akan melangkah keluar, pandangan Farhan dan Farel langsung terfokus di satu titik yang sama, Maura yang menatap keduanya dengan pandangan penuh tanya.


Muara Cinta Maura (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang