Hari ini Maura bertugas pada shift siang. Jam menunjukkan pukul antara lima dan enam sore. Seharusnya ini adalah jam istirahatnya, tapi berhubung ada visum et repertum yang harus dia kerjakan, jadilah sekarang Maura masih duduk di meja kerjanya. Di depannya, juga menunggu laporan yang sedang dikerjakan oleh Maura, seorang polisi yang masih relatif muda. Ruangan forensik memang membawa aura yang tidak nyaman bagi siapapun, termasuk polisi yang ada di depan Maura ini. Duduknya tidak tenang. Beberapa kali kepalanya melihat ke sisi kanan atau kiri, namun kembali lagi mencoba fokus ke depan saat melihat ke samping kananya terdapat beberapa jenazah yang ditutup kain putih polos.
"Santai aja pak. Gak kenapa-kanapa kok. Pasien saya itu anteng semuanya, gak berisik" Maura bermaksud bercanda sedikit dan mencairkan suasananya.
"Hadehh.. Jangan sampai ya pasien dokter bangun semuanya. Apalagi ini udah mulai malem lagi." Bukannya tenang, polisi itu malah semakin gugup. Maura yang sudah selesai membuat laporan, lalu beralih ke mesin pencetak dan menyerahkan pada polisi itu.
"Pak Andro, ini hasil pemeriksaan tadi. Kemungkinan besar, jenasah tidak dikenal yang tadi bapak bawa ke sini sudah meninggal sekitar tiga atau empat hari-an. Bisa dilihat dari kondisi yang udah mulai membengkak dan udah mulai membiru. Soal penyebab kematiannya, dugaan saya karea cekikan di leher. Ini bisa dilihat dari guratan di leher, dan serpihan rambut yang berbeda dengan rambut korban di kuku tangannya. Jadi, korban sepertinya sempat melawan saat terjadinya kejahatan itu. Soal kekerasan lainnya, sepertinya tidak ada"
Maura memberikan penjelasan singkat pada polisi dengan Andromeda itu. Penjelasan dari maura itu hanya diangguki saja oleh Andro. Dia masih membaca dengan cermat seluruh isi laporan itu.
"Laporannya udah ya pak, kalau bapak masih mau cek kelengkapan laporannya, silakan aja pakai ruangan saya ini. Saya tinggal dulu ya pak, udah masuk jam istirahat saya soalnya" Andro langsung saja mendongakkan kepalanya. Dia langsung menggelengkan kepalanya. Berada di ruang ini bersama dengan Maura saja sudah perjuangan sangat berat untuknya, apalagi jika harus sendirian?
"Hm.. Ini laporannya saya bawa ya dok. Ntar kalau emang ada yang saya gak paham, saya telpon dokter aja gimana?" Andro spontan langsung berdiri, mengikuti Maura. Melihat wajah Andro yang seperti ketakutan, Maura sebenarnya menahan tertawanya. Bukan kali pertama dia menemukan ekspresi seperti itu.
"Tenang aja pak. Kan tadi udah saya bilang, kalau pasien saya itu anteng semuanya. Gak berisik, gak banyak protes juga"
"Enggak wes dok! Saya lanjut baca laporan ini di kafe depan aja. Lagian abang saya juga udah nungguin di kafe depan" Andro bergegas membereskan tas ransel yang dibawanya dan kembali memakai bomber jacket berwarna hitam dengan logo kepolisian di bagian dada kiri. Maura hanya tersenyum saja. Dia lantas membukakan pintu ruang forensik dan mereka berdua keluar dari sana.
Saat tengah berjalan bersama, tiba-tiba saja Andro menepuk lengan Maura, yang membuat Maura menolehkan wajahnya pada Andro
"Dokter lagi waktunya istirahat kan ya? Gimana kalau ikut saya ke kafe depan rumah sakit? Dokter bisa jelasin lebih detail soal laporan ini sambil kita makan gitu. Ntar saya deh yang traktir."
Mendengar kata "traktir" Maura langsung mengangukkan kepalanya. Sejujurnya dia juga bosan dengan masakan kantin rumah sakit. Menurutnya kurang bervariatif, dan membosankan. Lagipula, autopsi tadi cukup menguras tenaganya dan dia ingin makan dengan porsi yang lebih.
Sesampainya mereka di kafe, Andro lalu menuju salah satu meja dimana sudah ada seorang pria duduk sambil menikmati french fries dan satu gelas cola. Tampilannya santai dengan dark grey t-shirt dan celana pendek hitam selutut yang kontras dengan warna kulitnya yang cenderung terang.
"Dok, ini kenalin kakak saya, Farhan. Saya sih biasa manggilnya mas Farhan" Andro memperkenalkan pria yang nampak sangat santai itu. Pria tadi lantas berdiri, mengulurkan tangannya dan kemudian, menyahut
"Malam dokter, saya Farhan" Maura lantas menyambut uluran tangan dari Farhan dia lantas memperkenalkan dirinya
"Saya Maura, senang berkenalan dengan anda" Ucap Maura memperkenalkan diri dan sedikit berbasa-basi
Mereka bertiga kembali duduk. Maura lantas kembali menjelaskan temuannya pada jenazah yang baru saja dia autopsi tadi.
"Ada indikasi kekerasan seksual atau gimana gitu dok?" Sedari tadi mereka berdiskusi, Andro sibuk mencatat semua hal yang dijelaskan Maura.
"Ini sepertinya yang cukup menarik. Saya memang tidak menemukan kekerasan seksual pada korban, tapi dari fisiologis anus, ada kemungkinan jika korban adalah pecinta sesama jenis, dan korban berperan sebagai wanita-nya"
"Gak ada organ dalam yang hilang ya dok?" Pertanyaan dari Andro dijawab gelengan oleh Maura.
Diskusi mereka terus berlanjut hingga waitress mengantarkan udon dan matcha green tea pesanan dari Maura. Sembari Maura menghabiskan pesanannya, Andro merapikan beberapa dokumen dan menyimpan semuanya dalam tas ransel yang dibawanya. Sementara Farhan sedang memeriksa beberapa email yang masuk melalui ponsel miliknya.
"Mas Farhan, kapan jadinya flight ke Jepang? Davin ada titipan kaos batik sama blangkon buat Ryuzo. Katanya kemarin Ryuzo ulang tahun ya?"
Farhan langsung mengalihkan perhatiannya pada adik iparnya itu.
"Lusa berangkat. Iya, Ryuzo ulang tahun kemarin. Besok aja gua ambil di rumah lu. Ada orang di rumah kan?" Andro hanya mengangguk saja menanggapi perkataan dari Farhan.
"Wah, mau traveling ke Jepang ya pak? Manteb tuh pak. Saya pengen banget ke Jepang." Maura yang sudah meyelesaikan makannya, ikut nimbrung dalam perbincangan Andro dan Farhan.
"Eehhmm.. Bukan traveling sih. Perusahaan tempat saya kerja emang kantor pusatnya di Jepang. Lusa, saya diundang sama board of director. Jadinya ya emang harus ke sana" Farhan menjawab dengan santai.
"Hm... Kayaknya manggilnya langsung aja deh. Panggil Farhan aja. Gak perlu pakai embel-embel pak segala" Imbuh Farhan.
"Kalau gitu, manggil saya juga langsung aja. Maura atau bisa juga manggil Ara"
Jika tadi yang banyak berinteraksi adalah Maura dan Andro, maka sekarang Farhan dan Maura yang lebih banyak berbincang. Keduanya nampak akrab bahkan saling melempar canda. Interaksi intens diantara mereka tidak luput dari pandangan Andro. Matanya sekarang menyipit melihat pemandangan di depannya.
Jam tujuh malam. Artinya Maura harus kembali ke rumah sakit. Setelah berpamitan dengan Andro dan Farhan, dia lantas meninggalkan kafe.
"Mas, cantik ya dokter Maura?" Andro berucap sambil menowel-nowel farhan. Alisnya naik turun. Sepertinya Andro sedang menggoda kakak iparnya itu.
"Ya iyalah dodol! Anak TK juga udah tahu kalau cewek tuh ya cantik. Kalau cewek ganteng malah gue curiga!" Sadar kalau dia sedang diejek, Farhan langsung sewot.
"Oh ya mas, hm... setahu Andro sih dokter Maura masih single sih.."
"Trus? Maksudnya?"
"Ya pepet lah mas. Dari yang Andro lihat sih, kayaknya dokter Maura punya kesan yang baik ke mas Farhan. Andro mau deh comblanginnya. Gratis! Gak pake bayar.. Gimana? Mau ya mas?"
Mendengus kesal, Farhan memilih segera keluar dari kafe dan menuju mobilnya yang terparkir di depan kafe. Andro yang melihat itu malah terkekeh ringan. Dia lantas mengikuti langkah cepat dari Farhan.
![](https://img.wattpad.com/cover/326397675-288-k17472.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Muara Cinta Maura (Tamat)
عاطفيةMasa lalu membuatnya menjadi sosok yang dingin dan tidak lagi percaya dengan cinta. Hingga akhirnya, sosok yang membuat luka itu kembali datang. Sisi profesionalisme membuatnya harus berinteraksi dengan sosok itu. Cerita tentang Maura dan bagaimana...