haaaiiii~! masih ada kah yang menunggu?
alhamdulilah banget hari ini aku bisa update setelah beberapa minggu atau hari yang lalu beneran sibuk.
selamat malam, selamat membaca!!!
⚠️ komentar sangat dibutuhkan untuk kelanjutan cerita. setidaknya supaya menambah semangat aku untuk melanjutkan dan ngetik cerita ini sampai selesai.
🤍🤍🤍
Menginjak kandungan berusia delapan bulan membuat Jenara harus ekstra hati-hati dalam segala hal. Berjalan, duduk, berdiri, bahkan bergerak pun harus hati-hati. Tidak terasa, sebentar lagi Jendara dan Jefrian akan dapat melihat anak mereka berdua, betapa tidak sabarnya.
Setelah memandikan Naren dan Jenan sore ini, Jenara membawa si kembar untuk bermain di kamar saja, agar memudahkan Jenara mengawasi mereka. Sebab usia kandungan Jenara yang sudah masuk usia tua itu membuat segala pergerakannya menjadi terbatas dan tidak sebebas dulu. Untung saja hari ini saat full time bersama Jenara, Naren dan Jenan tidak rewel. Karena apabila mereka menangis dan merajuk, pasti lama. Atau lebih parahnya minta di gendong atau di pangku dalam waktu yang juga tidak sebentar.
Hari ini, Jefrian bilang akan pulang sekitaran pukul tujuh malam, yang artinya pemuda itu akan pulang kurang lebih dua jam lagi. Raya juga hari ini sedang izin tidak bekerja lantaran harus menghadiri undangan pernikahan Kakak sepupunya, dan tentunya Jenara izinkan yang berujung dia harus mengurus semuanya sendiri seharian ini.
Kata orang, walaupun hamil, jangan manja.
Jenara terdiam, merasa tidak enak hati karena ada beberapa pekerjaan rumah yang belum ia kerjakan seperti mencuci piring, ada banyak juga pakaian yang belum ia lipat dan setrika. Dia merasa bersalah pada Jefrian.
Seharusnya saat suaminya pulang bekerja, semua sudah beres, tapi hari ini belum.
Perutnya yang besar itu benar-benar membatasi gerakannya, pun membuat Jenara menjadi mudah lelah akhir-akhir ini.
"Bubuuuuu~! Tu! Tu!" Jenan menunjuk-nunjuk sebuah meja dimana menjadi tempat menaruh perlengkapan bayi.
"Apa sayang? Kakak mau apa?"
"Nyeeeeenn~!" Teriak Naren riang sambil mengangkat kedua tangannya tinggi. "Cu! Cucu!" Dan di susul oleh pekikan lucu dari Jenan yang ternyata juga meminta susu. Kompak sekali bayi-bayi bahenol ini.
Jenara bangkit dari duduknya untuk membuatkan kembar kesayangannya susu seperti yang mereka minta. Setelahnya, Jenara memberikan susu yang sudah selesai ia buat untuk Naren dan Jenan yang sekarang sudah bersiap diri, terlentang di atas ranjang bersampingan.
Naren dan Jenan kemudian meraih dot yang diberikan oleh Jenara. Keduanya meminum susu yang sudah Buna buatkan dengan tenang, sesekali Jenan mengepal dan membuka telapak tangannya. Memainkan tangannya sendiri.
Jenara menatap si kembar dengan gemas lalu meraih ponsel yang ada di dekatnya kemudian memotret si kecil untuk jadi kenang-kenangan di masa mendatang. Mata si kecil kompak berkedip-kedip sambil menikmati susu dalam botol dot, sepertinya mereka mulai mengantuk.
Dan benar saja saat susu mereka tandas, Jenara melihat keduanya tertidur dengan botol susu yang masih di pegang dan yang satu, masih ada di mulutnya. Andai Jefrian melihat ini, pasti pemuda itu akan menggigit pipi Jenan dan Naren sampai kedua bocah itu menangis.
Maka, yang dilakukan Jenara selanjutnya adalah melepas dot yang masih di pegang oleh Jenan dengan gerakan kecil, dan itu tidak membuat Naren terusik sama sekali. Kedua, dia melepaskan botol dot milik Jenan dari tangan dan mulutnya, bibir anak itu bergerak-gerak seperti sedang mengemut dotnya.
Ah, si kembar akan selalu menggemaskan bahkan saat keduanya sedang tidur seperti sekarang ini.
Pintu yang terketuk dari depan rumahnya mengalihkan pandangan yang mulanya terfokus pada si kembar. Dia berdiri dengan pelan dan berjalan menuju pintu utama untuk membuka pintu dan menyambut tamu yang datang. Atau malah mungkin Jefrian pulang beberapa waktu lebih awal?
"Eh, Raya? Ada apa? Ayo masuk dulu," ucap Jenara lembut sembari tersenyum ramah pada sang tamu.
Raya juga tersenyum manis, "ini, Jen. Mau anter sedikit makanan. Aku dikasih sama sepupuku terlalu banyak, jadi aku pikir mendingan bagi ke kamu aja," ujar Raya sambil menyerahkan sebuah paper bag batik kepada Jenara.
"Wah, makasiiih~! Padahal engga usah repot-repot, Ya." Jenara menerima makanan yang diberikan oleh Raya dengan senang hati. Lumayan, untuk makan malam Jefrian juga nanti setelah suaminya pulang bekerja.
"Engga ngerepotin sama sekali kok, Jen." Balas Raya. "Oh iya Jen, aku mau numpang ke kamar mandi, ya?"
"Eh iya. Silahkan~!"
Saat Jenara meletakkan makanan yang diberikan Raya di atas meja, terdengar teriakan Raya dari arah kamar mandi.
"Ada apa?" Tanya Jenara panik di depan kamar mandi.
"Ada kecoa di dalam, Jen! Aku takut!"
Jenara mengernyit, "kecoa? Masa sih, ada kecoa?"
"Iya! Aku takut banget, Jen." Ucap Raya sembari menjauhkan diri dari kamar mandi. Wajah Raya terlihat ketakutan. "Coba Jen, kamu cek ke dalam. Tolong usir sekalian."
Awalnya Jenara ragu, tetapi kemudian mengangguk, lalu kemudian masuk ke dalam kamar mandi sesuai apa yang Raya katakan. Tetapi saat baru sampai di ambang pintu kamar mandi, tubuhnya di dorong kasar sampai masuk ke dalam, sampai tubuh bagian belakang Jenara terbentur dinding cukup keras.
Jenara melenguh, kepalanya menunduk melihat bagian bawahnya yang sudah mengalir darah. Rasa terkejut dan takut tercampur menjadi satu, tangannya memegangi perutnya sendiri menahan rasa sakit sakit.
"Darah..."
Di luar sana, Raya tersenyum puas. Merasa bangga sekaligus lega. "Say good bye pada dunia, Jenara.
"Raya!" Jenara menjerit dalam tangisan keras, dia sudah terduduk di lantai dengan kaki yang melebar. Pandangan matanya hanya tertuju pada darah yang belum berhenti mengalir cukup banyak. Jenara takut.
"I'm sorry, Jen."
"J-jefrian... Tolong.."
***
semoga suka bab ini!!!🤍😭
tolong selalu sehat dan bahagia ya kalian!❤️
see youuuu lagi!🫶🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Dadakan [END]✅
Fiksi UmumKita tidak pernah tahu apa yang akan semesta lukiskan untuk hidup kita.