BAB 46; jangan dipendam sendirian.

821 121 7
                                    

hallo~! rasanya lama banget buku ini ngga di updet, padahal ya kaga lama-lama banget sikkk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

hallo~! rasanya lama banget buku ini ngga di updet, padahal ya kaga lama-lama banget sikkk. cuma, rasa-rasanya, setiap aku nulis sesuatu, rasanya kaya lagi berhutang sama kalian.

dan berani bgt ye gue ngutang-ngutang, mana banyak lagi utangnye:( astaghfirullah.

ayooooo komen yang banyak! harus!

oh iya, buat yang aku tulis di papan pengumuman di profilku. itu ngga ada masalah ya besar kok gais. aku gpp dan emang aku maklumi aja. semuanya amaaaan. makasih loh, yaaa dukungannya terhadap aku. aku terharu, beneran dah.

***

Jenara terbangun dari tidurnya. Dia merutuki dirinya yang bisa-bisanya tertidur tanpa tahu dimana anak-anak dan suaminya sekarang. Dia menoleh pada jam dinding di kamarnya, dan menunjukkan pukul sepuluh malam.

Jenara mencoba bangun, melihat ke ranjang si kecil dan tidak mendapati kedua anaknya.

Sampai pintu kamar terbuka, membuat Jenara langsung berbalik dan membenturkan pandangan pada seseorang yang baru masuk ke dalam. Sang suami—Jefrian.

"Udah bangun?" Tanya Jefrian dan diangguki oleh Jenara. "Udah, maafin aku. Bodohnya aku malah ketiduran. Harusnya aku nidurin Abang sama Kakak dulu,"

Jefrian mengangguk dan tersenyum kecil. Jefrian baru saja pergi ke rumah orang tuanya untuk mengantarkan si kembar untuk tidur di sana, atas permintaan orang tuanya. Katanya rindu.

Dan saat ini juga, rasa pusing menyerang kepalanya secara tiba-tiba. Jefrian merasa kalau dia kelelahan, apakah mungkin ini efek dari pola makan Jefrian yang tidak lagi teratur setelah semuaa yang terjadi? Bahkan Jefrian belum makan seharian ini. Rasa-rasanya, hidupnya belakangan ini hanya untuk menjaga sang istri, dan menjaga anak-anaknya sampai tak memiliki waktu untuk memikirkan dan mengurus dirinya sendiri.

Namun demikian, Jefrian merasa dia tidak boleh sakit.

Dia harus selalu sehat agar bisa selalu pasang badan apabila istrinya membutuhkannya. Harus siap sedia kapanpun saat di butuhkan oleh Jenara dan si kembar. Jefrian tidak boleh sakit dan terlihat lemah.

Itulah yang menjadi tekad seorang Jefrian saat ini.

Sekali lagi, dia tidak boleh sakit.

"Kamu kenapa, Jeff? Kamu sakit?" Tanya Jenara memegang pundak Jefrian. Jefrian tersenyum kecil dan menggeleng, "engga sayang. Aku baik-baik aja," jawabnya dengan tenang.

Jefrian menarik tangan Jenara agar duduk di ranjang mereka. Jefrian langsung merebahkan tubuhnya untuk mengistirahatkan dirinya. "Kamu udah makan?"

"Udah sayang, sini, kita tidur." Ucap Jefrian. Tentunya berbohong. Dia sedang tidak ingin makan apapun sekarang. Yang dia butuhkan adalah tidur, utuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya yang sangat amat lelah.

Keluarga Dadakan [END]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang