67. "Rahasia apa?"

287 45 7
                                    

Rayhan dengan menggunakan taksi, kini telah sampai di apartemen. Ia bergegas masuk sebelum orangtuanya melihat dia yang pergi secara diam-diam.

Saat membuka pintu, dilihatnya para bodyguard itu masih tertidur. Mungkin obatnya masih bekerja. Melihat mereka, Rayhan jadi merasa bersalah.

"Maaf ya paman bodyguard. Rayhan terpaksa," ucapnya pada mereka dengan sedih. Meski, tak dapat di dengar karena kedua bodyguard itu masih dalam pengaruh obat.

Ia dapat bernafas lega karena papa dan mamanya belum pulang ke rumah. Rayhan bergegas masuk kamar, dan berganti pakaian agar mereka tak curiga. Ia membaringkan tubuhnya di atas kasur, sembari mengingat saat bertamu ke rumah Raja.

Ada hal aneh, ketika paman bernama Edgar itu malah memperlihatkan sebuah tontonan yang cukup mengerikan untuknya. Karena hal itu membuat kepalanya menjadi sakit dan sesuatu yang sangat aneh terlintas di ingatannya.

"Sebenarnya, apa yang terjadi?" gumam Rayhan yang tak mengerti apapun.

Tok. Tok. Tok.

Lamunan Rayhan buyar, saat suara ketukan pintu terdengar,"Ray kamu sudah tidur?"

Mendengar suara ibunya, Rayhan tak menjawab. Ia lantas menarik selimut dan bergegas untuk pura-pura tidur. Ia hanya takut mendapat pertanyaan karena mereka pulang dan para bodyguard itu pasti masih tidur. Jadi solusi terbaik untuk menghindari kemarahan adalah dengan tidur.

Ceklek!

Suara pintu kamar itu terbuka. Dinda perlahan mendekat saat melihat Rayhan yang ternyata sudah tidur. Ia mendudukkan dirinya di samping Rayhan. Tangannya dengan sendirinya mengelus surai hitam putranya.

"Tak terasa waktu berlalu cepat. Kini, bayi kecil mama sudah tumbuh jadi remaja yang sangat tampan," kata-kata itu keluar dari mulut Dinda. Ia mengingat saat pertama kali melihat putranya di dunia ini. Bayi kecil itu, bahkan hampir tak tertolong saat baru lahir ke dunia. Sungguh berat perjuangan Rayhan untuk bisa hidup.

"Sayang. Andai waktu bisa di putar, mama sangat ingin menjaga kamu nak, membesarkan kamu. Memberikan segala kasih sayang yang mama dan papa punya. T-tapi keadaan yang membuat kami harus merelakan kamu jauh, dan tinggal bersama kak Bima dan kak Megan. Tapi percayalah, mama gak pernah sekalipun berniat meninggalkan kamu, jadi jangan pernah berfikir kalau kami mengasingkan kamu Ray."

"Mama dan papa sayang sekali sama kamu. Bahkan kami harus berjauhan demi keselamatan kamu. Mama selalu merasa bersalah dan takut saat mama gak bisa menjaga kamu. Jauh dalam waktu yang tak singkat adalah hal terburuk yang harus kami jalani. Maafkan kami, Ray. Tapi tolong untuk kesempatan ini kamu jangan pernah ada niatan untuk meninggalkan kami lagi. Selama ini kami tersiksa karena jauh dari kamu nak."

Untuk pertama kalinya, Rayhan mendengar isi hati ibunya. Untuk pertama kalinya ia mendengar ungkapan sayang bahkan ibunya sampai menangis. Apakah benar yang dikatakan oleh ibunya, jika selama ini Rayhan telah salah berpikir tentang mereka. Yang meninggalkannya karen tak ingin merawatnya, sehingga lebih menitipkannya pada orang lain.

"Apa sebenarnya alasan, Rayhan selama ini kalian tinggalkan? Ray juga tersiksa jauh dari orang tua Rayhan yang masih hidup, masih sanggup untuk menampung Ray di rumah kalian. Ray cuma pengen tahu alasannya. Tolong katakanlah," batin Rayhan.

Dinda tidak tahu, jika Rayhan mendengar apa perkataannya. Ia tidak tahu, jika anak itu sebenarnya hanya berpura-pura tidur.

"Ray kamu tahu nak? Sekarang dia kembali? Orang yang mama takutkan sekarang ada disini. Penyebab kita berpisah sekarang dia datang. Apa yang harus mama lakukan untuk melindungi kamu? Mama takut Ray. Mama t-takut."

Tangisan Dinda semakin pecah. Ia sangat ingin mengatakan semua nya pada Rayhan. Mengatakan jika nyawa anaknya itu sedang di incar. Namun, Ia begitu takut, menerima respon Rayhan nantinya. Dan hanya diam seolah tak terjadi apapun adalah hal terbaik untuk saat ini.

"Bagaimana jika seandainya kejadian dulu terulang kembali? Bagaimana jika mama gak bisa menyelamatkan kamu. Bagaimana jika-"

"M-mama kehilanganmu."

Suara lirih itu membuat Rayhan begitu penasaran. Apa maksud perkataan mamanya. Apa yang menjadi ancaman untuknya. Dan siapa yang disebutkan oleh Dinda dengan sebutan 'dia.' Siapa orang itu? Mengapa mamanya begitu terlihat ketakutan.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Rahasia apa yang disembunyikan oleh mereka?" batin Rayhan bertanya.

Rayhan begitu ingin bangun, lalu mempertanyakan ini semua. Namun, itu bukanlah cara yang tepat. Karena pasti mamanya akan bungkam, Tak akan menjawab pertanyaannya. Jadi, lebih baik ia diam sembari mendengarkan.

"Kamu dengar ataupun tidak. Tapi kamu harus tahu ini Ray. Kamu jangan pernah bertemu dengan orang yang namanya Ed-"

"Din, sedang apa?" suara Raka menghentikan ucapan Dinda yang baru saja akan menyebutkan nama orang yang tadi disebutkannya itu.

"Jangan menangis disini. Ray bisa bangun," Raka menarik Dinda keluar dari kamar. Lalu menutup pintunya.

Bersamaan dengan itu, Rayhan langsung bangun dari tidurnya. Ia mendengus kesal karena papanya datang disaat yang tidak tepat.

"Sepertinya ada rahasia yang mereka sembunyikan. Kalau mereka gak mau ngasih tahu, berarti Rayhan harus mencari tahu sendiri."

****

Di lain tempat, terdapat dua orang yang duduk di sofa dengan pandangan si yang lebih muda memancarkan kemarahan.

"Apa yang anda lakukan tadi? Memperlihatkan video yang begitu mirip dengan kejadian penyiksaan itu, bukankah akan membuat dia mengingat kejadian dulu?!" ucap Raja memandang pria dewasa didepannya dengan marah.

"Bukankah itu memang tujuan awal kita?" balasnya santai.

"Tapi dengan itu, bisa saja dia curiga. Juga mengingat kejadian semuanya. Apa anda sendiri yang ingin menggagalkan ini semua?" Raja bertanya seolah tidak takut, dengan siapa dirinya sedang berhadapan.

"Apa yang saya lakukan ini benar. Itu salah satu tujuan kita. Lalu dimana letak kesalahannya. Saya cuma membatu agar dia cepat mengingatkan. Biar saya gak perlu menunggu waktu yang lama untuk menghancurkan mereka!"

"Tapi anda-" Raja bangkit dari duduknya.

Edgar yang melihat itu tersenyum sinis.

"Jangan bilang, jika kamu justru mengasihani anak itu!"

Raja terdiam. Entahlah, mungkin sekarang memang ia tak begitu dendam pada Rayhan. Kedekatan mereka bukanlah kepalsuan, kepura-puraan. Raja menganggap Rayhan sama seperti dulu, saat mereka masih kecil.

Andai waktu itu tidak pernah terjadi. Mungkin sekarang mereka sudah bahagia, lengkap untuk menjadi masa remaja seperti anak lain. Namun justru masalah yang mereka bahkan kini terpisah.

"Saya-"

"Jangan coba-coba berkhianat atau pun menggagalkan rencana ini. Jika kamu masih ingin melihat 'dia' bernafas. Hidupnya ada ditangan saya. Dan turutin segala apa yang saya maksud. Kalau tidak, maka bersiap-siaplah mengucapkan kata perpisahan untuk dia!" setelah mengucapkan itu, Edgar bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Raja yang terdiam.

"Sorry Ray. Gue terjebak di situasi ini,  gue gak punya pilihan lain. Lo berhak buat benci sama gue, kalau lo tau semuanya nanti."

17 Desember 2022

 Rayhan StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang