56. Says Welcome

602 58 3
                                    

Happy reading...

"Halo Sam," ucap Rion saat panggilan tersambung. Tak ada balasan dari sana, menimbulkan kernyitan pada dahi Rion. Namun, samar-samar ia mendengar suara orang yang berteriak?

"Halo Sam. Lo dimana? Baik-baik saja 'kan?" tanya, Rion berusaha mati-matian agar ia tak khawatir.

"Samuel, saya culik. Datanglah, dalam waktu lima belas menit, jika anda belum datang. Maka ucapkan lah selamat tinggal pada mereka."

Panggilan terputus secara sepihak setelah orang tersebut menyelesaikan ucapannya. Diam-diam Rion mengepalkan tangannya marah. Untunglah Rion dapat mengontrol emosinya, sehingga ia tak sampai berteriak ataupun memaki sang pelaku.

Namun ternyata, Jay menyadari perubahannya. Hingga laki-laki bersurai biru itu melayangkan sebuah pertanyaan, hingga atensi teman-temannya berfokus pada dirinya.

"Ada apa?"

Rion ragu untuk menjawab pertanyaan dari Jay. Ia sungguh tak ingin membebani mereka, dengan penculikan adiknya. Namun, keraguan itu perlahan sirna saat Jay menepuk pundaknya dan mencoba menyakinkan dirinya untuk berkata apa yang sedang terjadi.

"Samuel di culik," lirihnya.

Semuanya terkejut, tak terkecuali Raka. Rizal sampai menjatuhkan helm di genggamannya.

"Ya sudah ayo cepat, kita kesana!" teriak Radit menyadarkan mereka yang sempat berbengong.

Raka juga sudah bersiap-siap dengan pandangan yang memancarkan kemarahan. Ia menyalakan motornya, bersiap-siap untuk tancap gas.

Namun, sebelum motor itu melaju dengan kecepatan yang tinggi. Seseorang secara tiba-tiba menarik kunci kotornya. Richard sang pelaku, membawanya sedikit menjauh dari jangkauan Raka.

"Bang, kenapa lo ambil?!" protes Raka. Bisa-bisanya Richard menggagalkan aksinya.

"Balikin! Gue harus beri pelajaran pada pelakunya," Raka berbicara dengan ekspresi memelas namun masih tersirat kemarahan.

"Raka, lo gak boleh ikut!" teman Richard yang melarang Raka terlibat dengan masalah ini.

"Apa-apaan. Pokoknya lo gak boleh larang gue. Gue harus ikut!" Raka masih tak menyerah. Memandangi mereka semua. Di sini kan Raka yang ketuanya, mengapa justru dia yang dilarang.

"Raka, dengerin kita. Lo jangan egois!"

"Apasih bang Richard. Siapa yang egois coba, gue cuma mau bantu Rion, itu doang,"balas Raka sedikit melunak.

"Ini bahaya buat lo! Mending lo pulang jaga Rayhan dirumah!" Richard berkata dengan nada tegas, tak ingin dibantah.

Richard adalah yang paling penyabar diantara mereka, dan Richard telah marah maka itu adalah hal yang tak bisa dibantah, sekalipun itu Raka.

"Benar apa yang dikatakan bang Richard. Raka, thanks udah mau bantu gue, tapi Ray lagi sakit, kasihan Dinda sendirian menjaga Rayhan," ucap Rion sambil menepuk pundak sang sahabat.

"T-tapi, gue ingin bantu lo-"

"Raka, please. Untuk kali ini lo nurut sama kita. Lagipula, kita kan banyak tuh, mana mungkin gak bisa melawan si penculik. Lo tenang aja, kita bisa menyelesaikan masalah ini."

Raka masih ragu, tapi ia juga teringat dengan Rayhan, yang keadaannya belum ia tahu pasti. Akhirnya dengan sangat terpaksa, Raka menganggu kan kepalanya pelan.

"Yasudah. Daripada ngulur waktu, lu berdua langsung cabut gih," Jay berucap seolah mengusir.

"Dua? Yang satunya lagi siapa?" Rizal bertanya dengan wajah cengo, ia tentu tak mengerti siapa yang dimaksud oleh si cerdas Jay itu.

"YA ELO LAH!" Jay membalas dengan berteriak tepat di depan kuping Rizal, membuat pemuda jomblo itu hampir saja terjatuh ke tanah.

"Gak usah ngagetin, njir!"

"Gak usah banyak protes. Pergi sana!" usir Jay tak merasa bersalah. Bahkan ia mendorong-dorong kecil tubuh Rizal.

"Yaudah kita cabut dulu. Kalau ada apa-apa, langsung kabari," pesan Raka setelah bersiap akan pergi.

"Siap bos!"

Motor Raka dengan Rizal kini membelah jalanan dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Tujuannya adalah untuk mampir membelikan hadiah untuk Rayhan.

Masih di tempat yang sama, anggota BlackCarlos kini menatap alamat yang dikirimkan oleh sang penculik. Mereka tertegun melihat tempat tak terduga itu.

"Anj*ng. Apa dia kembali?" ucap Dimas.

"Pasti ini jebakan," tebak Jay, tak mungkin ini adalah suatu kebetulan. Setelah bertahun-tahun baru kali ini terjadi hal yang paling mereka hindari.

"Kita harus berhati- hati, ini bisa saja jebakan," peringat Richard sebelum mereka ketempat tujuan.

****

Sampailah mereka di sebuah ruangan bertingkat, yang masih tetap sama seperti beberapa tahun yang lalu. Hanya saja tempat ini dua kali lebih seram dan menakutkan dari yang dulu.

Bulu kuduk Fajar berdiri begitu saja. Saat menatap bangunan itu, diantara mereka memang Fajar yang paling penakut. Ia tak akan pernah berani dengan hal-hal seperti ini.

Rion tiba-tiba teringat dengan kejadian dimasa lalu. Membuatnya dengan cepat berlari kedalam, meninggalkan teman-temannya yang masih berdiam dihalaman bangunan tua itu.

"RION, TUNGGU KITA!" teriak Dimas berlari menyusul.

"Tuh anak gak ada takut-takutnya apa? Nekat banget," komentar Fajar dengan tubuh yang merinding.

Tangannya bahkan memegang erat jaket Billy, agar pemuda itu tak jauh-jauh darinya.

"Coba aja lu diposisi Rion, lo pasti akan melakukan hal yang sama," balas Billy, ikut menyusul yang lain untuk masuk.

"Ingat, kita harus tetap waspada, bisa saja ada jebakan disini," Richard berpesan selaku yang tertua diantara mereka.

Jantungnya Rion berdegup kencang. Memasuki ruangan gelap dengan dibantu cahaya senter dari ponselnya. Kakinya terus menyusuri ruangan ini, berharap dapat segera menemukan keberadaan adiknya.

Rion membuka seluruh pintu-pintu yang ada disana. Mungkin saja, adiknya di sandera disalah satu ruangan.

BRAK!

Rion mendobrak pintu terakhir, dan berhasil. Samuel, Aldi dan Daniel berapa disana dengan posisi melingkar. Dan tubuh yang diikat dengan rantai.

Ia segera mendekat, menghampiri mereka.

"Kalian gak papa?" tanya Rion kepada mereka yang sebenarnya tampak baik-baik saja. Anehnya, di ruangan ini sangat sepi, tak ada tanda-tanda keberadaan sang penculik.

"Kita gak papa. Tolong lepasin ini dulu, sesak nih," balas Samuel.

Rion menurut lalu mencari sesuatu yang kiranya bisa ia gunakan untuk melepaskan mereka.

Setelah terlepas, Samuel segera berhambur ke pelukan Rion, ia senang karena kakaknya datang menyelamatkan mereka.

Tak lama dari itu, anggota BlackCarlos kini berdatangan, lalu mengecek mereka satu-persatu. Beruntung saja tak ada yang terluka, mereka baik-baik saja.

"Tapi dimana penculik itu?" tanya Dimas menatap mereka bertiga yang diam dengan kaku.

"Hmm.. Dia udah pergi," balas Aldi.

"Pergi? Maksudnya?"

"Ya pergi. Kita juga gak tau pergi kemana," balas Samuel dengan sedikit jengkel.

"Yasudah. Jika semuanya baik-baik saja, ayo kita pulang," ajak Jay.

Mereka sudah berbalik hendak pergi, namun pandangan Dimas tak sengaja melihat ke dinding. Matanya sontak membola melihat itu.

"Itu apa?" Dimas menunjuk ke dinding yang tampak aneh itu. Mereka semua berbalik dan ikut melihat objek yang dimaksud Dimas.

Di dinding itu tertulis dengan warna merah, seperti darah segar.

'SAY WELCOME TO ME.
SELAMAT DATANG DI NERAKA.
INI HANYALAH PERMULAAN,
BERHATI-HATILAH MULAI SEKARANG!"

20 mei 2022


 Rayhan StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang