BAGIAN 33

598 15 0
                                    

Jangan lupa Follow Vote and Comen ❣️

Selamat membaca ❣️

----------


Plakk

Arsenio menoleh ke samping saat pipi kanannya di tampar begitu kencang oleh Ayahnya. Bahkan saking kencangnya, pipi mulus lelaki itu kini memerah.

Lelaki dengan pakaian yang dari semalam belum diganti hanya bisa diam sambil memegangi pipinya yang panas. Ini salahnya, ia wajar mendapatkan tamparan dari Ayahnya. Arsenio tahu pasti Bagas tak terima jika anak bungsunya terluka seperti itu. Arsenio juga sama, tidak mau Gentala seperti ini, tetapi karna kelalaiannya lah Adiknya berada dirumah sakit saat ini.

"You are careless in looking after your brother Arsen!" Kata pria itu sembari menunjuk-nunjuk wajah Arsenio.

Mereka berdua sedang berada di ujung lorong rumah sakit yang sepi. Tadi pada saat Arsenio terlelap di ruangan Gentala, kedua orang tuanya baru bisa datang pagi ini. Hal itu membuat Bagas yang tersulut emosi langsung menarik Arsenio ke ujung lorong rumah sakit untuk meminta penjelasan.

"How can your brother be like this? Kamu punya musuh Arsen?!" Arsenio menggeleng dengan wajah datarnya.

"Aku gak kenal siapa mereka, tiba-tiba aja mereka serang aku di jalan." Bagas nampak membuang nafas berat. Ia sudah pusing karna masalah pekerjaannya dan sekarang masalah timbul lagi dari anak-anaknya.

"Listen to me, akhir-akhir ini kamu banyak dapat masalah, padahal sebelumnya sama sekali engga. Arsen, apa yang membuat kamu dijadikan sasaran sama orang lain? Kamu membuat kesalahan? Atau kamu dekat sama orang yang menimbulkan masalah ini?!" Arsenio sontak mendongak mendengar pertanyaan dari Ayahnya. Apa maksut pria itu? Kenapa malah menyalahkan orang lain?

"You does not have to involve other people, masalah yang datang itu karena diri aku sendiri, bukan orang lain. Jadi stop, aku bisa ngatasin ini sendiri." Balas Arsenio lalu pergi dari hadapan Ayahnya yang kini menatap punggung anaknya dengan tatapan tajam.

Arsenio menghela nafas pelan. Lelaki itu berniat pulang kerumah untuk membersihkan tubuhnya dan juga mengganti pakaian. Hari ini ia memilih untuk tidak berangkat ke sekolah. Langkah kakinya membawanya ke ruangan Gentala, matanya menangkap Mamahnya yang tengah menangis sambil memeluk tubuh Gentala yang masih tak sadarkan diri. Lelaki itu hanya bisa melihatnya dari jendela ruangan, tidak punya keberanian untuk mendekati Mamahnya.

Lagi-lagi Arsenio menyalahkan dirinya sendiri. Karna dirinya lah Mamahnya menangis. Padahal ia sudah berjanji tak akan membiarkan wanita itu mengeluarkan air mata, tetapi sekarang ia menjadi penyebab air mata itu menetes.

Arsenio melangkahkan kakinya kembali di lorong rumah sakit yang mulai ramai. Ia berjalan dengan raut wajah tanpa ekspresi. Jauh dalam lubuk hatinya, ia tengah bersumpah untuk mencari dalang dari semua ini.

Lelaki itu naik ke atas motornya dan berlalu menuju rumah. Di perjalanan pagi ini Arsenio banyak menghirup udara pagi yang segar. Air matanya kembali menetes mengingat bagaimana semalam ia menyaksikan kondisi Adik kandungnya yang benar-benar membuatnya sakit. Ini terjadi kedua kali saat Gentala masih kecil ia tak sengaja tertabrak mobil karna mengejar Arsenio yang berlari ke tengah jalan. Benar-benar sama persis luka yang di dapat Adiknya di bagian kepala.

Arsenio memejamkan kedua matanya sekejap. Lelaki itu memakirkan motornya di depan rumah. Kemudian ia masuk ke dalam rumah yang sepi dan sunyi dan bergegas membersihkan tubuhnya di kamar mandi.

MEIKA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang