BAGIAN 41

609 16 0
                                    

Jangan lupa Follow Vote and Comen ❣️

Selamat membaca ❣️

-----------

Di dalam ruangan bernuansa putih dan bau obat-obatan yang menyeruak terdapat seorang gadis yang kedua tangan dan kakinya sedang di ikat. Meika membuka kedua matanya yang sembab, seharian ia menangis meminta tolong untuk di lepaskan tetapi tidak ada satu pun yang mencoba melepaskannya.

Meika ingin pulang. Meika rindu rumahnya, Meika juga merindukan Arsenio. Tetapi Meika sadar dimana dirinya sekarang, dan bagaimana keadaannya. Meika ingin menyerah, ia tidak mau menampakkan wajahnya di depan teman-teman apalagi di depan Arsenio.

Meika malu, Meika merasa sudah tidak pantas berada di sebelah lelaki itu. Mengingat pertemuan terakhirnya dengan Arsenio membuat Meika percaya bahwa lelaki itu tidak akan lagi menemuinya. Arsenio pantas mendapatkan wanita yang lebih segalanya di banding dirinya. Meika tidak ingin egois, Meika juga tidak ingin membebankan Arsenio dengan riwayat penyakitnya.

Gadis itu menarik-narik tangan dan kakinya yang sedikit sakit karna ikatan itu sama sekali tak di lepas. Meika meneteskan air mata untuk kesekian kalinya.

Pintu ruangan terbuka lebar. Widya sontak menghampiri Meika dengan air mata yang turun dengan deras. Wanita itu menunduk sembari menggenggam erat telapak tangan anaknya yang dingin, hatinya seperti teriris pisau melihat kondisi Meika yang di ikat layaknya seperti binatang.

"Sayang, kamu denger bunda kan?" Meika mengangguk di iringi air mata yang keluar dari sudut matanya.

Widya memegang pipi mulus Meika. Di tatapnya dalam-dalam netra hitam putrinya yang sendu. Widya sudah sama sekali tidak melihat kehidupan di dalam tatapan Meika, gadis ini benar-benar kosong.

"Bunda yakin kamu sembuh, Bunda yakin kamu bakal cepat pulih. Jangan nyerah sayang, Bunda disini buat kamu. Bunda mohon, jangan pernah tinggalin Bunda, tetap disini sama Bunda. Maafin Papahmu ya Mei, maaf karna dia sudah memaksa kamu kesini," Widya menangis tak tertahan. Rasa sesak di dada kembali muncul, wanita itu mengecup hangat kening Meika.

Semalam Widya tidak bisa tidur memikirkan kondisi Meika yang sama sekali tak ia ketahui keadaannya. Widya berdoa di dalam shalatnya, wanita itu terisak sambil meminta kepada sang Tuhan untuk memberikan kesehatan dan kebahagiaan di sepanjang jalan Meika. Tidak ada satu Ibu di dunia ini yang tak sakit melihat kondisi anaknya yang tidak bisa di bilang baik-baik saja, Meika yang biasanya lepas ceria di luar rumah kini harus terbaring lemas dengan ikatan di tangan dan juga kakinya.

Meika hanya diam sembari memperhatikan wajah Bundanya yang terisak. Gadis itu memejamkan kedua matanya, tidak tahan melihat Bundanya menangis seperti ini.

"Mei mau pulang Bunda," Widya mendongak menatap wajah Meika. Wanita itu mengangguk lalu mengusap air mata yang turun dari kelopak mata.

"Kamu akan pulang kerumah secepatnya sayang, tapi janji sama Bunda kalau kamu bakal semangat buat sembuh."

"Ikatan ini sakit ya? M..maafin Bunda nak," Widya terduduk lemas di lantai rumah sakit. Dirinya benar-benar tidak tahan melihat kondisi Meika. Rasanya Widya ingin egois dan membawa kabur anaknya untuk pulang kerumah.

"Bunda, jangan nangis." Meika memperhatikan Bundanya yang kini menghapus air mata di pipi. Wanita itu kembali beranjak bangkit dan mengecup kedua pipi putrinya.

"Bunda gak nangis sayang. Kata Dokter Bintang kamu belum makan ya? Sekarang makan dulu ya, Bunda suapin." Meika tersenyum tipis dan mengangguk membiarkan Bundanya mengeluarkan makanan yang di masak sendiri dari rumah. Khusus untuk Meika.

MEIKA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang