Hai terima kasih karna sudah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini sampai habis❣️
Sebelumnya aku ingin berterima kasih banyak kepada kalian yang sudah membaca ceritaku sampai sini❣️
Selamat membaca❣️
----------
Fadlan berlari di lorong rumah sakit dengan langkah yang tergesa-gesa. Pria berjas hitam tersebut memberhentikan langkahnya ketika ia sampai di depan pintu kamar mayat yang terbuka.
Pria itu menelan salivanya susah payah. Dengan segenap hati yang seakan-akan menolak kenyataan, Fadlan bersusah payah memasuki ruangan di depannya.
Telinganya mendengar suara-suara tangisan dari orang-orang di depannya. Mereka semua nampak bersedih dan menangis histeris sembari menatap tubuh kaku yang terbujur di atas brankar dengan tubuh yang di tutupi kain bewarna putih.
Itu Meika...putrinya.
Widya menoleh saat menyadari kehadiran suaminya. Kedua mata yang sudah sembab terus memandangi wajah Fadlan kemudian memeluk erat tubuh sang suami, seolah-olah memberi tahu betapa rapuhnya ia sekarang.
Fadlan terus bergeming dengan tatapan lurus kedepan. Pria itu tidak henti-hentinya menatap wajah Meika yang terpejam dengan damai. Tak di sangka, air mata menetes begitu saja, entah kenapa hatinya tiba-tiba sakit seperti tersayat-sayat. Kemudian ia memperhatikan istrinya yang terisak di dalam pelukan. Fadlan bisa merasakan bagaimana sesaknya tangisan dari istrinya sekarang, hal itu membuat Fadlan ikut merasakan apa yang Widya rasakan.
"Itu anak kita?" Tanya Fadlan. Tatapan yang kosong membuat Widya tak kuasa menahan tangisannya. Wanita itu hanya bisa mengangguk lemah di dalam pelukan.
Fadlan menggeleng tak percaya ketika Widya mengangguk. Pria itu melepas pelukan dan berjalan maju ke arah brankar di depannya.
Di tatapnya lamat-lamat wajah Meika yang pucat. Fadlan mengangkat tangannya dan memegang tangan mungil putrinya yang sudah dingin. Pria itu terus menggeleng tak percaya, benar-benar tak percaya jika Meika sudah pergi untuk selama-lamanya.
"Meika, kamu cuman tidur kan?" Tanya Fadlan kepada putrinya yang tetap memejamkan mata tanpa membalas pertanyaan dari Papahnya.
Fadlan semakin mengeluarkan air matanya yang bercucuran deras. Wajahnya sudah memerah ketika menyadari ini nyata dan bukan mimpi semata.
"Mei, ini Papah. Kamu cuma tidur kan? Tolong buka mata kamu, kalau mau tidur kita pulang kerumah, jangan disini. Apa perlu Papah gendong?" Elgara hanya diam memandangi Papahnya yang berbicara kepada mayat Adiknya. Lelaki itu menghapus air mata yang menetes kemudian menghampiri Bundanya lalu memeluknya.
Sedangkan Arsenio, lelaki itu baru saja pergi keluar untuk mengurus semuanya. Arsenio sedaritadi tidak berminat keluar dari kamar mayat ini, tetapi karna Elgara tak tega melihat kondisi Arsenio yang sudah tak membaik, lelaki itu sengaja menyuruh Arsenio untuk keluar bersama Galen dan Steffi.
"Mei, Papah gendong ya?" Baru saja Fadlan ingin mengangkat tubuh Meika, tetapi Elgara sontak mencegahnya. Hal itu malah membuat Fadlan mengerutkan kening bingung.
"Pah, sadar. Meika udah pergi Pah, Meika udah gak ada. Papah mau gendong Meika kemana? Pulang ke rumah? Ngapain? Rumah Meika udah beda Pah," Ucapan Elgara mampu membuat Fadlan tertawa seakan-akan itu adalah lelucon baginya.
"Kamu ngomong apa sih El? Ngaur banget, Adikmu cuma tidur." Balas Fadlan kemudian kembali menatap wajah putrinya.
Widya hanya bisa memeluk Elgara, ia benar-benar tidak sanggup menyaksikan semuanya. Terlebih lagi dengan sang suami yang masih juga mengelak kenyataan yang sesungguhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEIKA [COMPLETED]
Teen Fiction[Di harapkan follow sebelum membaca] Kesempurnaan hanya milik sang pencipta. Tidak ada satupun orang di muka bumi ini yang bisa mencapai kata sempurna. Kesempurnaan, sering sekali kita di tuntut menjadi sempurna di mata orang lain padahal kita sendi...