(22)SAKIT

133 6 0
                                    

"Sakit itu bagian dari kasih sayang Allah terhadap hambanya. Dari sakit itulah, Allah menghapuskan dosa-dosa yang kita perbuat."
Hafiz Azzam Ardiansyah—

***

Seorang pria dengan pakaian yang masih formal terlihat tidak sadarkan diri. Wajah nya pucat pasi. Bibirnya pecah-pecah. Matanya pun terlihat amat sayu. Ya, penampilan Hafiz tidak seperti biasanya.

Setelah memaksa Hafiz meminum minuman tersebut, Roni mengantarkan nya langsung ke rumah. Sebelum menidurkan Hafiz di ranjang nya, Roni sempat berbisik. "Inget, man! Lo itu pendosa. Jadi, jangan sok' suci! Lagian gue yakin, kalau cewek itu tau tentang masa lalu lo, dia bakal jauhin lo dan lo yang pendosa ini—nggak bakalan dapetin cewek suci itu!"

Bisikan itu bahkan masih terngiang-ngiang saat Hafiz terpejam. Bi Inah, selaku asisten di rumah Hafiz merasa tidak tega dengan keadaan Hafiz. Apalagi, Hafiz sudah seperti anak nya sendiri. Melihat keadaan Hafiz, ia segera menempelkan kain kompresan ke dahi Hafiz.

Hafiz bergumam. Sebuah gumaman yang tidak jelas. Namun, setelah nya ia perlahan dapat membuka mata.

Sayup-sayup ia melihat Bi Inah. "Bi," lirih Hafiz.

"Alhamdulillah, Den Hafiz udah bangun?" ucap Bi Inah.

Hafiz tersenyum kecil. "Makasih, Bi." ucap Hafiz. Ia tau, pasti Bi Inah yang mengompres nya.

Tiba-tiba ponsel jadul milik Bi Inah berdering. Lantas, ia mengangkat telpon tersebut segera.

Namun, beberapa menit setelah ia mengangkat telpon, wajahnya berubah cemas. Hafiz yang menyadari akan hal itu lantas bertanya, "Ada apa, Bi?"

"Gini, Den. Anak bibi masuk rumah sakit, bibi harus pulang kampung. Tapi, Den Hafiz gimana?" ucap Bi Inah dengan ragu-ragu.

"Nggak papa, Bi. Bibi pulang aja, kasian anak bibi." ucap Hafiz dengan tulus.

"Tapi, aden gimana? Aden juga kan lagi sakit." ucap Bi Inah merasa tidak enak.

"Hafiz nggak papa, Bi. Ada Ilham juga, kan?"

Bi Inah terdiam sejenak. "Kalau memang nggak papa, Bibi beneran izin pulang kampung, Den!"

Hafiz mengangguk kecil. Ia melihat Bi Inah nampak tersenyum lega karena izin dari sang majikan. Hafiz yang melihat itu pun ikut bahagia. Meskipun ia tau bahwa ia sedang sakit, tapi akan lebih kasihan jika anak Bi Inah yang masih berusia 10 tahun itu sakit sendirian.

Hafiz menengok ke arah jarum jam. Waktu tepat menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Hafiz teringat dengan minuman yang masuk ke dalam tubuhnya barusan. Ia bangkit perlahan dari tidurnya.

Hafiz meringis saat merasakan pusing di kepalanya. Dunia seakan berputar lebih cepat dengan sendirinya di pandangan Hafiz. Perlahan ia berhasil bangun, meski beberapa kali harus berpegangan pada tembok.

Tetesan air yang menyentuh kulit nya terasa menusuk tulang. Terasa amat ngilu saat air itu mendarat di tubuhnya. Bibir Hafiz beberapa kali bergetar saat air wudhu menyentuh kulit nya. Sadar akan pakaian yang belum ganti, ia akhirnya berganti mengenakan koko putih dan sarung berwarna hitam. Tak lupa peci hitam dipasangkan di kepalanya. Meski pucat, ketampanan Hafiz tidak berkurang sama sekali.

Lawful LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang