17

4K 453 33
                                    

Segerombolan anak-anak perempuan berseragam SMA berjalan dengan menatap aneh pada seorang wanita yang tertawa tak jelas di dekat sebuah mobil.

Wanita itu tertawa lalu setelahnya menyeringai sesuatu yang tengah dirinya pikirkan. Dia mulai kembali melangkahkan kakinya sembari bersenandung kecil.

"Dasar pria bodoh...ck," ucapnya seraya berdecak sedikit meremehkan. Kakinya menendang batu kerikil yang ada di dekat kakinya.

"Apa memang semudah ini? Kalo tahu akan berjalan lancar sudah kulakukan semuanya dari dulu. Aah...kau memang hebat Jih-yo." Jih-yo berucap membanggakan dirinya.

"Lihat saja aku akan lebih terkenal daripada kau. Membayangkan wajah bodohnya saja yang tersenyum membuatku muak. Sial..."

"Apa dia tengah menangis? Kuharap sih begitu,
Syukur-syukur kalo dia frustasi dan jadi gila sebab ditinggal kekasihnya. Meskipun melanjutkan pernikahan dengan kakaknya Mingyu, bukannya dia orang yang tak tersentuh?"

"Aaah ... Otak sialan! Aku tak sabar untuk segera melihat dia lebih menderita." Jih-yo bermonolog tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sekitarnya.

Ting

Ting

Ting

Langkahnya terhenti saat ponselnya berbunyi. Jih-yo menghela napas, matanya menatap malas pesan yang ia terima dari Mingyu. Menit berikutnya ia menghentikan taksi untuk pergi menemui Mingyu di apartemen.

"Kau sudah datang, sayang." Mingyu merentangkan kedua tangannya menunggu pelukan dari Jih-yo.

"Oppa." Jih-yo masuk ke dalam pelukan Mingyu. Hidungnya mendengus dengan mata mendelik tak suka. Raut wajahnya kembali tersenyum ketika pelukan antara dirinya dan Mingyu terlepas.

"Kenapa tak menjemput saja? Jadikan tak perlu naik taksi."

"Mobilku di bengkel nanti siang baru akan mereka antar, Jangan marah." Mingyu berucap dengan mendudukkan diri di sofa.

"Aku tak akan marah tapi, beliin tas ya?"

"Baiklah, sekalian kita dinner."

"Terima kasih," ucap Jih-yo yang tengah duduk dipangkuan Mingyu lalu mengecup bibir sang kekasih. Kepalanya ia sandarkan pada bahu Mingyu, tangannya tak tinggal diam terus bergerak menggambar pola acak di dada kekasihnya. Bibirnya tertarik ke atas ketika dirinya menemukan ide baru yang terlintas dalam pikirannya.

"Oppa," ucap Jih-yo sedikit memelas.

"Hmm? Kenapa?" Mingyu fokus pada tayangan film yang tengah diputar.

"Aku sedang khawatir."

"Mengenai?" Mingyu mengernyitkan dahinya.

"Akhir-akhir ini banyak pesan dari orang tak dikenal yang selalu meneror diriku. Orang itu selalu menyumpahiku bahkan selalu meminta diriku segera mati. Apalagi dia menyuruhku meninggalkanmu." Jih-yo memulai kebohongan dengan lancar.

"Kau tahu siapa pelakunya?"

"Sudah pasti aku tidak mengetahuinya tapi, aku mencurigai mantan kekasihmu ah maksudnya kakak iparmu." Mingyu hanya mendengarkan penuturan kekasihnya dengan raut wajah yang menahan amarah. Jih-yo yang melihat Mingyu yang sudah terpancing dengan ucapannya kembali melanjutkan ceritanya.

"Kau tahukan, kau meninggalkannya saat akan kalian menikah. Mungkin saja ia tak terima kau meninggalkan dirinya dan memilih pergi bersamaku waktu itu."

"Jih-yo, aku sudah meminta dia untuk membatalkan pernikahan salah dia tetap ingin melanjutkannya."

"Kau kan waktu itu memintanya membatalkan pernikahan karna pekerjaan bukan karena aku."

"Sudah jangan membahas tentang itu lagi, nanti biar aku urus."

Sepertinya rencananya akan berhasil mengingat tempramen Mingyu yang tak pernah terkontrol.

---*---

Ini merupakan hari kedua Yumi berada di rumah setelah demam tinggi yang menimpanya, ia sekarang tengah berbaring. Tak seperti hari pertama demamnya, dia sudah bisa melakukan aktivitas meskipun terbatas. Terkadang Yumi masih merasakan pusing pada kepalanya, lidahnya juga masih merasakan pahit.

Sedangkan Lisa berada di ruang keluarga dirinya tengah menemani Rubby bermain sebelum akhirnya sang anak tertidur. Ia bangkit dengan Rubby dalam gendongannya, kakinya mulai melangkah untuk memindahkan sang anak menuju kamar.

Langkahnya terhenti ketika mendengar bell berbunyi. Dirinya memutuskan untuk menemui tamu terlebih dahulu sebelum pergi ke kamar Rubby. Sudah seminggu bibi Jang cuti untuk pulang mengurus ibunya yang sakit, jadi selama seminggu ini Lisa disibukkan dengan pekerjaan rumah.

Ia segera bergegas membuka pintu dengan tangan yang masih menggendong anaknya. Lisa tak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat punggung seseorang yang sangat ia kenal.

Untuk apa dia kemari? Kapan dia kembali? Dan banyak lagi pertanyaan yang bermunculan dibenaknya.

"Ah, Lisa ternyata benar kau ada disini?" Ucap Mingyu ketika dia memutar tubuhnya dan pandangan dia langsung bersi tatap dengan Lisa yang tengah mematung menatapnya.

"Kau baik-baik saja kan? Sudah lama kita tidak bertemu."

"Kau tengah jadi pengasuh ya?" Terdengar ejekan dari nada suara Mingyu saat dia melihat Lisa tengah menggendong seorang anak kecil, keponakannya.

"Ada keperluan apa, Oppa?"

"Oppa...." Mingyu mendengus saat mendengarnya.

"Kau masih menganggap aku kekasihmu ya? Ingat aku itu adik iparmu."

Lisa gelagapan saat dirinya sadar dengan apa yang ia ucapkan pada Mingyu. Jujur ia spontan memanggil Mingyu dengan sebutan yang sering dia gunakan sebelumnya.

"Ah... Bu...bukan begitu Mingyu-ssi." Lisa Mengganti panggilannya menjadi lebih formal.

"Ada keperluan apa sampai Mingyu-ssi datang ke sini?" Ucap Lisa mengulangi pertanyaannya sedikit lebih tenang dan datar dari pada sebelumnya.

Sekarang ia lebih bisa mengendalikan dirinya meskipun tidak dengan perasaannya. Rubby yang ada dalam gendongannya menggeliat terganggu oleh obrolan mereka. Tangannya langsung mengelus punggung Rubby agar anaknya tak terbangun di tengah obrolan dirinya dengan Mingyu.

---*---
.
.
.

To be continued

20 Januari 2023

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

20 Januari 2023

Terima kasih atas dukungan teman-teman. Semoga suka dengan ceritanya 💕.

Mommy, you're our mother (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang