41

3K 308 10
                                    

Semua orang berlalu-lalang, mereka berjalan kesana-kemari melangkah menuju tujuan mereka masing-masing. Sama halnya dengan sepasang suami-istri yang baru tiba menginjakkan kaki mereka.

Perasaan mereka menghangat saat menghirup udara di tempat kelahiran mereka kembali dan perasaan mereka membuncah tak sabar untuk bertemu dengan orang-orang yang mereka sayangi di negara ini.

Hampir sebelas bulan lamanya dia serta sang suami tak pulang setelah terakhir kali mereka datang untuk membicarakan pernikahan anak bungsunya Februari lalu. Bahkan dirinya kecewa sebab tak bisa datang di hari bahagia putri kesayangan mereka.

Andai saja pekerjaan mereka bisa diselesaikan tepat waktu, mungkin mereka bisa melihat putri bungsu mereka memakai gaun pengantin. Tapi beruntung di tahun baru ini mereka bisa menetap untuk tinggal kembali seperti semula saat delapan tahun lalu.

Terhitung delapan tahun mereka menetap di negara Swiss. Negara tempat sebagian bisnis mereka dibangun. Mereka tahu waktu yang mereka habiskan di negara itu tak sebanding dengan penebusan apapun pada anak-anak mereka.

"Yeobo, kenapa melamun? Ayo masuk mobil diluar dingin!"

Nyonya Choi yang masih memerhatikan keadaan sekitar bandara Incheon langsung menghentikan aksinya. Bibirnya tertarik ke atas saat sang suami memasangkan syal untuk dirinya.

"Padahal aku sudah bilang, kau harus memakai pakaian yang lebih tebal."

"Terima kasih, aku sangat senang hingga lupa bahwa Korea sedang musim dingin."

Choi Woohyun menghembuskan napasnya perlahan lalu segera membawa sang istri ke dalam mobil yang sudah menunggu mereka dari tadi.

Keheningan menyelimuti mereka berdua sejak masuk ke dalam mobil hingga kendaraan itu mulai melaju sedang membelah jalanan. Hingga sang wanita memulai percakapan diantara mereka.

"Yeobo, kau dengarkan kabar bahwa calon mempelai pria berubah?"

"Ya, Kim Taehyung. Aku pernah beberapa kali bertemu sebelumnya."

"Aku takut putri kita kenapa-kenapa."

"Kau sudah dengarkan kabar mereka baik-baik saja jadi, jangan terlalu cemas."

"Itukan sekarang, kita tidak tahu sebelumnya bagaimana."

"Sebenarnya pertama kali mendengar Lisa ingin menikah dengan Mingyu aku tak setuju, kau pernah kan bertemu Mingyu? Dia terlihat seperti bukan pria yang baik," sambung nyonya Choi.

"Kita bisa apa yeobo? Kau lihat kan Lisa terlihat sangat senang saat kita merestui hubungan mereka waktu itu?"

"Makanya, untung doa ku terkabul."

"Maksudmu doa apa?" tanya tuan Choi pada sang istri.

"Itu, aku mendoakan putri kita agar mendapatkan pria yang lebih baik."

"Katanya tadi cemas, tapi sekarang malah bersyukur. Memang kau pernah bertemu langsung dengan menantumu itu?"

"Tidak pernah, tapi aku kan bisa tahu dia orang seperti apa saat melihat beberapa postingan SNS milik putri kita," Nyonya Choi memberi pembelaan.

"Aku tahu pasti Lalisaku mengalami kesulitan di awal pernikahan mereka, apalagi dia harus menikah dengan kakak dari kekasihnya sendiri."

"Bohong jika anak kita mengatakan baik-baik saja, aku merasa bersalah tidak bisa mendampingi dia disaat situasi seperti itu. Aku memang bukan ibu yang baik untuknya."

"Andai saja w--." Perkataan nyonya Choi terpotong sang suami.

"Jangan berandai-andai. Kau harus ingat sekarang putri kita tengah bahagia dengan keluarga barunya."

Mommy, you're our mother (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang