1. Pindah Raga?

2.7K 69 1
                                    

Seorang gadis berlari dengan kencang saat melihat dua preman terus mengejarnya. Tidak peduli kakinya sudah terasa sakit sebab tubuhnya yang gempal. Segala doa diucapkan olehnya namun nihil, seakan Tuhan enggan membantu gadis itu.

"Tuhan!!! Bantu aku! Aku janji kalau aku selamat dari preman itu!! Aku akan merubah tubuh ku! Aku tidak akan terus memikirkan makanan saja, seperti kata ibu!!" Pekiknya ketakutan sampai menitiskan air mata.

Seakan Tuhan menunggu ucapan keramat dari dia, sebuah sepedah montor tiba-tiba muncul di hadapannya. Hingga membuatnya terpental masuk kesebuah gerobak yang lumayan besar. "Aduh,"

"Selamat sih iya tapi beda alam mungkin iya juga." gumannya merasakan sekujur tubuhnya sakit semua. Bahkan untuk bergerak saja susah.

Pandangan menggelap bersamaan napas yang terputus-putus hingga berubah menjadi napas terakhir. Detik itu juga dia dinyatakan meninggal karena menabrak montor dan masuk gerobak.

_________

"Nona, bangun! NONA!!" teriak seorang pelayan berusaha membangunkan tidur dari putri majikannya. Bahkan suaranya berubah serak sebab capek meneriaki Nonanya.

"Hah!"

"Huft, akhirnya bangun juga." gumannya merasa lega. Nonanya dengan napas terengah-enggah menatap bingung orang di hadapannya.

"Lo siapa?" Tanyanya membuat pembantu itu terkejut. "Nona jangan bercanda. Masa karena tidur jadi amesia," sahutnya menganggap pertanyaan tadi dengan guyonan.

Dia terdiam sesaat, "siapa nama gue? Jawab aja nggak usah bertele-tele," sahutnya malas.

"Nora Saraswati Putriana Aksarana, itu nama Nona," jawab pelayan membuatnya mendelik tidak lebar. "Sejak kapan nama gue ganti? Ibu bikin jenang abang nggak bilang-bilang,"

"Oh, nama gue ganti. Btw, sejak kapan ibu gue punya pembantu?"

Kini giliran pembantunya yang bingung. "Nama Nona nggak pernah ganti dan nyonya sudah lama punya pembantu, bahkan sebelum Nona lahir udah punya," jelasnya.

Nora memegang kepalanya yang terasa nyut-nyutan. "Pala gue pusing, mending lo ambilin gue sarapan. Cepet," titahnya.

Nora menggunakan kata lo-gue sebab pembantunya terlihat masih muda. Masalah kesopanan di pikir nanti saja, sekarang kepalanya pusing. Biasanya kalau begini solusinya hanya makan.

Dia seakan lupa dengan janjinya sebelum mati.

Nora berjalan mendekati meja rias untuk melihat wajahnya. Firasatnya sejak tadi tidak enak setelah bangun. Dan benar saja, mata kecil itu mendelik melihat wajah di cermin besar itu.

"Ini wajah gue? Cantik banget. Mana tubuh gue nggak gempal kayak dulu." kagumnya pada dirinya sendiri.

"Di pikir ulang, ini gue pindah raga? Trus gimana ibu gue? Pasti kesepian banget sama nasinya utuh terus karena gue nggak ada," gumannya memikirkan ibundanya.

"Trus gue harus gimana sekarang, gue nggak tahu asal usul nih jiwa aslinya. Cuma nama doang. Tapi bodo amat dah, yang penting gue hidup dan makan tanpa denger ciciran tentang tubuh gue," lanjutnya.

Nora melompat ke atas ranjang lalu mencari tempat ternyaman dalam tidurnya. "Gue bakal hidup seneng di dunia ini kalau hidup gue nggak bakalan susah uang."

"Maaf Nona, nyonya memperintahkan Nona untuk sarapan di bawah," kata pembantu itu mengejutkan Nora.

"Ah malas jalan, tapi baiklah. Lo pergi dulu, gue mau mandi," sahutnya pergi ke kamar mandi. Sesaat Nora juga mengagumi semua isi kamar barunya. Begitu mewah dan mahal.

Nora menampakkan kaki di ruang makan, semua menatapnya dengan berbeda-beda. Ada yang tersenyum, cuek, dan menatapnya malas. Entah apa kesalahan jiwa lama.

"Pagi," sapa kikuk Nora. Dia duduk di samping seorang wanita yang terseyum kepadanya tadi.

"Ibu tolong ambilkan nasi," pinta Nora berusaha sopan. Tangannya membalikan piring kosong di hadapannya.

"Ibu? Aku ini Nenek mu bukan ibu mu. Sejak kapan juga kamu memanggilnya dengan sebutan ibu?" tanya beruntun Maria, Nenek Nora.

"Ha!? Nenek, aku hanya bercanda. Lagipun Nenek sama saja dengan ibu, beda sebutan. Trus memangnya selama ini aku memanggil ibuku dengan sebutan apa?" tanya Nora sok lupa.

"Kepala mu habis kecedot pintu atau apa? Tumben sekali kamu banyak bicara," kata Maria tidak langsung menjawab pertanyaan Nora. "Biasanya kamu memanggil Mama, apa kamu lupa?"

Nora mengambil tangan Maria di atas kepalanya. "Nenek, aku baik-baik saja. Mungkin karena hari mood ku sedang baik mangkanya aku banyak bicara," jelas Nora.

Maria hanya mengangguk saja. Lalu mengambilkan nasi utuk Nora. "Lalu yang mana Mama baru ku?" Batin Nora menatap satu persatu orang di kursi meja itu.

"Itu pasti kakek, papa, sepupu 1, sepupu 2 dan kakak. Apa Mama ku sudah meninggal?" Raut Nora berubah sedih.

"Kenapa rautmu merubah sedih?" tanya pria paling tua, kakek Nora atau di panggil akong, namanya Abraham.

"Tidak apa, aku hanya merindukan Mama. Tapi aku sadar Mama sudah pergi meninggalkan kita semua," ungkapnya dengan tangan mengambil paha ayam yang paling besar.

"Maksud mu, Mama mu meninggal? Dasar anak bodoh, orang di hadapan mu sekarang itu adalah mama mu. Bagaimana bisa kamu berpikir seperti itu," jelas Abraham ingin sekali mencedotkan kepala Nora agar otaknya berfungsi kembali.

"Mama? Aku kira kakak perempuan ku," cicit Nora membuat Semua orang menepuk dahinya sendiri.

"Apa kepalamu baik-baik saja, Nak? Pertama kamu tidak mengenali Mama dan barusan juga berpikir bahwa Mama sudah tiada," tanya Nara, Ibu Nora.

"Paling dia mau Mama pergi beneran," sahut Zenio atau Nio, kakak Nora yang ke dua.

Nora menyergit, "enggak ya. Aku bukan maksud gitu." Sahutnya mencoba memberitahu yang sesungguhnya.

"Duh repot kalau nggak punya ingatan masa lalu. Ya walaupun masa lalu hanya untuk di kenang," batinnya mendengus sebal.

"Sudah jangan bertengkar, lebih baik kalian sarapan. Kalau tidak, silahkan angkat kaki," ucap Abraham menengahi.

Mendengar perkataan itu, Nora langsung menurunkan kakinya hingga membuat tubuhnya ikut merosot. "Nora, apa yang kau lakukan?"

"Tadi kata Kakek kalau mau sarapan kakinya harus di dasar nggak boleh di angkat. Karena pas duduk kaki aku gantung, mangkanya aku sekarang gini biar bisa sarapan," jelas Nora polos.

"Nora, bukan gitu maksud kakek. Tapi kalau masih berantem, mending sarapan jangan di meja makan gitu loh," jelas Maria. Sedangkan Nora mengangguk mengerti.

Nora mengambil lauk dan sayur lalu pergi dari meja makan. "Nora sarapan di sana aja ya, sambil nonton upin dan ipin. Pasti sekarang udah tayang," kata Nora setelah berteriak meninggalkan semua yang menatapnya bingung.

"Apa perlu dia di bawa ke rumah sakit, mungkin otaknya geser. Lagian sejak kapan Nora suka nonton dua bocah tuyul itu?"

Next>

NO REVISI

I'NORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang