BAB 6

61 16 38
                                    

TORA

Vita: Warmindo yuksss. Ada yg mw kuomongin? Sepuluh rius.

Di tengah menerima berkas putusan yang dibacakan minggu lalu serta memeriksanya bagian tanya jawab antara kuasa hukum dan saksi ahli, saya tersenyum kecil baca pesannya di notifikasi whatsapp versi web. Singkat, padat, dan jelas adalah ciri khas Vita jika mengajakku keluar. Benar juga, terakhir kami ke warmindo berminggu-minggu lalu. Saya jadi kangen kumpulan candaan Bapak-Bapak ala Vita yang selalu bikin saya sukses masuk lingkaran pertemanan panitera dan hakim senior. Entah kenapa beban saya agak ringan jadinya, padahal di meja saya masih ada dua berkas lagi yang harus saya bikin berita acaranya.

"Gendeng sampeyan iki (Gila kamu ini), Mas." Suara Nugi menggema selagi saya mengetik berita acara sidang bagian saksi pihak tergugat.

Aku tidak menanggapi, mataku melirik antara buku, putusan asli, dan layar komputer kantor. Sekali salah

Terdengar decakan jail dari Nugi lagi. "Onok cewek anyar, yo (Ada cewek baru, ya), Mas?"

"Isok ae awakmu (Bisa aja kamu), Nug. Ora (nggak) kok, iki koncoku ngasih (ini temanku kasih) kupon promo restoran cepat saji." Saya sengaja beralasan biar Nugi nggak kepo.

Bunyi notifikasi pesan dari Vita muncul lagi.

Vita: Ak anggap iya nek km g jawab, sprti biasa y bro jm stengah 8. Oke selamat kerja.

Tawa berat muncul di ruangan, ternyata Pak Lubis. Kubiarkan beliau menegur Nugi yang katanya berita acara sidangnya tidak sesuai yang beliau mau. Aku menahan tawa ketika kesalahannya tidak tulis tanda SCG di bagian jawaban saksi ahli sehingga beliau belum mau kasih paraf.

"Nek kon iku (Kalau kamu itu) bingung, Gi. Takok ambek (tanya sama) Tora, orangnya gak medhit (nggak pelit) bagi ilmu kok. Jarene gak pengen onok (Katanya nggak pengen ada) tulisan sah coret maneh (lagi)." Jariku berhenti menari di kibor.

Ada angin apa Pak Lubis sebut saya? Setiap beliau protes tidak sampai membanding-bandingkan begini. Panitera lain yang baru masuk ke ruangan atau lagi ngetik seperti saya ikut kaget juga.

"Maaf, Pak." Suara Nugi serius kali ini. "Saya salah karena tidak memerhatikan putusannya lagi selama menulis."

Pak Lubis menatapku agak masam. "Tor, ajarono (ajarin) Nugi maneh sing bener ben (lagi yang benar biar) berita acarane gak akeh (nggak banyak) salah ngene (gini). Mumet aku diseneni ambek (dimarahin sama) majelis hakim liyane soale (lainnya gini)."

"Inggih (Iya), Pak," jawabku.

"Yowes ndang kerjo maneh (Ya sudah balik kerja lagi sana). Aku gak mau onok masalah maneh mari iki (lagi habis ini)." Pandangan Pak Lubis kembali ke Nugi dengan peringatan sebelum pergi dari ruangan.

Pak Lubis adalah orang paling ramah kalau di luar sidang, asal pas lagi kerja seperti tadi memang harus serius dan usahakan minim kesalahan. Bukan berarti dituntut sempurna sekali, menurut beliau jangan mengulangi kesalahan yang sama.

Tepat jam empat sore, pekerjaanku sudah selesai. Saya sudah janji pada majelis hakim untuk mencetak beritanya besok untuk dikoreksi. Begini, ya, rasanya jadi tenggo yang tepat jam empat sore, tidak kurang dan tidak lebih.

***

Warung warmindo langganan berbeda dengan warmindo lainnya. Selain menyajikan makanan, warmindo ini juga menyediakan parkir luas. Sehingga tidak perlu bertarung dengan pengguna jalan raya yang lagi melintas.

Slowly Falling [TAMAT DI KARYAKARSA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang