BAB 19

41 10 29
                                    

VITA

"Pagi Beb."

Suara Lila menyambutku ketika keluar dari kamar. Bau ikan tuna mampir di hidungku. Suara gesekan wajan beradu sama sutil besi bagaikan nyanyian sambutan pagiku, mengalahkan ayam punya tetangga depan rumahku kalau sudah bersuara nyaring sekali. Ada kamera dan mic di sisi meja makan sama dekat kompor sebagai pertanda bahwa dia lagi syuting. Ya sudah aku lihatin tuh prosesnya, lucu banget sahabatku ini kalau masak sudah kayak Abang-abang nasgor saja.

Sekarang dia memindahkan nasi gorengnya ke piring. Bila dilihat dari produk tuna kaleng yang tertata di meja makan, berarti lagi syuting endorse. Hei, dalam syuting endorse kita biasanya dikirim banyak karena memang bakal ada yang dipajang dan salah satunya dipergunakan untuk masak. Asap dari nasi goreng yang panas itu lagi-lagi menggoda hidung ini. Asik, Lila bikin di piring lebar ala Solaria – itu sih piringku, tapi nggak apa nanti dia juga yang cuci. Lila itu kerjanya lebih rapi dari aku, setelah masak tuh wajannya diisi air dan peralatan dapur lain sudah dia taruh dengan cantik di bak cuci piring baru kamera dan micnya dia matikan. Ciri khas videonya Lila tuh selalu ada adegan cuci piring.

"Lil, tak (aku) bantu nyuci, ya?" Aku berkata sambil bergegas ke dapur.

"Yo, tapi ojok sing (jangan yang) wajan. Iku sing tak (itu yang aku) cuci ae soale lagi ngangkat kotoran," sahut Lila terdengar dari meja makan.

Aku bantu cuci pisau, talenan, sama piring-piring kecil saja. Biar tidak ada bau sisa makanan, biasanya aku cucinya agak lama dan busanya banyak. Banyak piring yang bersih, tapi kadang masih ada bau sisa bahan makanan aromatik – terutama bawang.

Tanganku meraih roti tawar yang ada di baris kedua kulkas bawah, sisa dua ini cukup untuk sarapan lalu ada keju lembar, tomat, selada, satu telur, dan daging smoke beef yang tinggal dua. Biar cepat leleh, aku cemplungin smoke beef beku ke air baskom. Sambil menunggu, aku mengocok telur pakai garpu di mangkok kecil dan dilanjutkan dengan potong tomat dan selada yang sudah kucuci sebentar. Kemudian kuangkat bungkusan smoke beef tadi yang mana sudah delapan puluh persen esnya mencair.

Dengan satu teflon, aku masak telurnya lebih dulu dengan model scramble tanpa susu, tidak lupa pakai lada hitam. Berikutnya, aku tambahkan setengah sendok makan mentega biar cair lalu smoke beef masuk teflon dengan api kecil ke sedang. Ada letupan kecil di situ, tapi bisa diakali dengan cara membalikkan pakai sutil besi kecil yang banyak rongganya itu. Terakhir pada roti bagian bawah aku menata selada, smoke beef, tomat, keju lembar, lalu saus mayones dan ditutup oleh roti lagi baru kupotong model segitiga.

Nasi goreng Lila sudah lebih dari setengah ketika aku duduk meja makan. "Baru pagi, Lil. Perutmu iku model (itu model) karet opo piye (apa bagaimana)?"

Lila menyuap nasi gorengnya dulu dan mengunyahnya sebelum bicara. "Luwe pol (lapar banget) aku, Beb. Wingi gak mangan bengi (Kemarin nggak makan malam) aku, lha aku kate metu kon nangis sambil berok-berok. Yo wes gak sido mangan, lanjut turu (mau keluar kamu nangis sambil teriak. Ya sudah nggak jadi makan, lanjut tidur)."

Aku nyengir. "Sepurane, Beb. Tenan (Beneran) Rinto datang iku langsung buyar kabeh (musnah semua) mood senangku." Roti lapis kali ini sungguh bertekstur, tomat dan seladanya juga nggak busuk dan kehadiran telur, keju lembar, dan smoke beef adalah perpaduan sempurna.

"Lagian lapo seh dekne mrene maning? Kurang kerjaan ancen (Lagian ngapain sih dia ke sini lagi? Kurang kerjaan emang)." Lila berdecak kesal. "Sakjane pas kon pergi wingi tuh aku eroh dek ketok-ketok pagar, tapi gak tak buka soale gak onok perintah teko awakmu (Sebenarnya pas kamu pergi kemarin tuh aku tahu dia ketok pagar, tapi nggak kubuka karena nggak ada perintah dari kamu)."

Slowly Falling [TAMAT DI KARYAKARSA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang