BAB 36

27 4 0
                                    

TORA

Pas perjalanan pulang tadi, saya berpikir akan terlambat. Memang terlambat beberapa jam, tapi untungnya ada Lila di situ. Saya tahu awal Vita kena pelecehan seksual berbasis daring itu dari teman-teman kantor yang jadi pengikutnya dia di instagram dan youtube. Mereka semua tidak berani ngomong, hanya menunjukkan padaku tautan mana saja yang ada komentarnya tersebut, dan benar semua isinya bernada merendahkan dan sange. Langsung saja saya report semua komentar itu satu persatu.

Ada satu sisi di mana momen traumatis bersama Talitha kembali, tapi itu hanya sebentar. Pikiran saya hanya fokus ke Vita. Malah yang ada hanyalah pertanyaan-pertanyaan ini.

Apa ini yang menyebabkan Vita tidak menghubungiku seharian?

Pikiranku teralih oleh gerakan Lila yang pindah di bawah sofa rumah Vita yang sedang melakukan rekaman IG live, di mana saat ini ia sendiri sedang menjawab beberapa pertanyaan dari pengikutnya.

"Mas, sante ae, tangane sampeyan geter ngono (santai aja, tangan kamu getar begitu)," bisik Lila dengan suara sangat kecil. "Ojok goyang-goyang tulung, sakno iku (Tolong jangan goyang-goyang) Vita wes gak fokus (sudah tidak fokus)."

Saya mengamati tangan kanan ini mulai goyang-goyang, padahal tripodnya di meja. Jadi saya mengatur napas perlahan-lahan agar semua terkendali, dan berhasil. Caranya adalah saya terus mengamati Vita yang tetap ceria dan percaya diri. Vita adalah orang pertama di hidup saya yang bisa mengubah ekspresi dari lubuk hati maksimal hitungan jam.

Vita yang tadinya kusut dan tidak bertenaga dengan cepat kembali menjadi dirinya seperti biasa. Di video tersebut, dia mampu menutupi semua masalahnya dengan bersikap ramah. Ternyata frasa kehidupan media sosial tidak seindah kehidupan nyata memang benar adanya.

"Pokoknya kalian jangan takut untuk cerita ke orang yang kalian percaya." Nada bicara Vita yang seperti ini pertanda bahwa livenya mau selesai. "Satu lagi, buat pelaku jera dan jangan lupa untuk bantu saya report komentar-komentar yang melecehkan, terima kasih dan sampai jumpa." Vita melambaikan tangan lalu mengubah ekspresinya jadi biasa lagi setelah saya mematikan fitur live IG, tidak lupa saya bantu simpan rekaman livenya.

Mereka berdua saling berpelukan dan tos, dan lagi-lagi menghindar dariku.

"Jarno sek ae Mas, engkok nek misale (Biarin aja dulu, Mas, nanti kalau misalnya) tenang lho bakal nyamperi Sampeyan (mampir ke kamu)." Lila berbisik di sampingku.

Pertanyaan sebelumnya kembali bergumam di kepalaku, berarti bukan ini alasannya Vita tidak menghubungiku selama lebih dari dua puluh empat jam. Sekarang saya masih menunggu di ruang tamu, dan Vita lagi sedikit berdebat dengan Lila sampai suara mereka menghilang di kamar.

Ternyata itu tidak lama, mereka berdua keluar lagi. Aku mengikuti pergerakan mereka ke meja makan, oh rupanya sedang menyusun barang bukti berupa kumpulan skrinsut di sepuluh video Vita yang terbaru. Saya menawari untuk susun pertanggal dan ditanggapi iya dengan tambahan bahwa saya ahli dalam mengurutkan ini semua.

Setidaknya lihat Vita sudah bisa senyum sampai mata saya lega.

"Eh tapi, nih." Lila menghentikan susunan skrinsut dalam bentuk cetak di video Vita yang kelima. "Sejahat-jahatnya komentar warganet di setiap videomu nih, nggak pernah ada yang sampek sange gini. Ini pasti ada yang sengaja nih."

"Bener juga, Lil, terkesan dadakan banget. Si pelaku sebenarnya pasti bayar buzzer biar ngejatuhin aku." Vita membenarkan dengan gaya mengusap dagu.

Saya membenarkan perkataan Lila dalam hati sambil melanjutkan menyusun skrinsut di video Vita berikutnya. Setiap Vita posting sesuatu pasti saya tahu karena notifikasinya aktif, dan kebanyakan komentar jahatnya ya protes kebanyakan ngiklan atau gaya makan dia yang lebay. Menurut saya, gaya makan Vita sih tidak rakus, bahkan ada satu video diperlihatkan Vita makan sambil nonton sesuatu di ipadnya – kebanyakan drakor dan series Indonesia.

Slowly Falling [TAMAT DI KARYAKARSA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang