TORA
"Matur nuwun (terima kasih), Mas. Jawaban sampeyan mencerahkan banget, tapi bagiku seh sing menang tetap supplier nek deke isok buktikno lewat saksi orang dan rekaman cctv proses pemotongan ayam." Nugi berdiri dari mejaku sambil mengacungkan jempol.
Nugi bertanya soal prediksi kemenangan kasus wanprestasi ganti rugi antara perusahaan supplier makanan dan pemilik restoran ayam goreng kremes di mana si pemilik restoran sebagai tergugat sudah merasa melanggar janji bagian klausa kualitas makanan karena daging ayamnya busuk, tapi si perusahaan supplier makanan merasa bahwa ini adalah force majeure dan sudah melakukan cek kualitas sebelum dikirim. Kata Nugi waktu duduk di samping meja majelis hakim dia hampir tutup telinga gara-gara kuasa hukumnya saling ngotot dan merasa benar. Jawaban saya sih ini pasti si pemilik restoran ayam goreng karena punya bukti kuat, pasti sambil bawa foto ayam yang sudah busuk dengan bagian mana aja yang busuk. Waktu itu saya sempat menonton sidangnya, dan benar-benar lebih menakutkan daripada nonton film thriller.
"Nug, lapo seh awakmu gak dadi (kenapa sih kamu nggak jadi) pengacara ae? Nek kon (kalau kamu) kerja di firma hukum yang berkualitas pasti gajimu lebih baik."
"Lha sampeyan lapo dadi (Lha kamu ngapain jadi) PNS sisan?" Nugi balik bertanya. "Jare wong-wong Sampeyan lho eman pol (Kata orang-orang kamu lho eman banget) nggak lolos seleksi calon hakim waktu itu."
Saya mengedikkan bahu. "Lha piye maneh (Mau bagaimana lagi), Nug. Bakatku catat ambek arsip, gak kuat otakku ngadepin berkas menggunung ndek (di) ruangan hakim." Mataku melirik jam dinding di atas papan tulis yang menayangkan data statistika kasus perbulan untuk tahun ini. "Heh, awakmu (kamu) gak sidang ta? Bu Ninta iku (itu) disiplin lho, deke nek wes turun tangga kon kudu standby (Beliau kalau sudah turun tangga kamu harus ada)."
Bu Ninta adalah hakim senior seangkatan sama Pak Lubis yang mana selalu pasang wajah datar dan disiplin, pokoknya setiap beliau yang jadi ketua majelis hakim kami para panitera pengganti yang bertugas harus siap lebih dulu, minimal sudah duduk di kursi panjang sebelah pintu ruang sidang. Sekali terlambat, semua orang bakal kena marahnya yang halus dan menusuk.
"Lho ya, matur nuwun wes ngingetno (makasih sudah mengingatkan) aku, Mas. Tak sidang sek yo (bentar ya)." Nugi meloncat berdiri lalu lari keluar sambil peluk berkas tebal.
Nugi kalau setiap pekerjaannya selesai atau lagi nunggu sidang berikutnya dia pasti mampir ke meja saya. Entah minta jajan – yang selalu saya isi stok di laci dan saya kunci setiap jam istirahat kantor – atau main tebak-tebakan pemenang di setiap kasus yang saya atau ia tangani.
Ponselku bergetar di atas meja kayu jati. Ternyata Vita mengirim foto makanan nasi ayam berwarna krem dengan keterangannya. Cara Vita ambil fotonya menggugah perutku, padahal ini masih jam sepuluh pagi.
Vita <3: Ini video makan ayam hainan hsil kolab di akunnya Lila.
Saya membalas cepat.
Saya: Makanannya bikin lapar, Yang. Mau dong.
***
Keberadaan Vita sejak jadi pacar palsu saya jadi bikin semangat kerja. Kami sering sekali saling berkirim foto makanan atau situasi pekerjaan kemudian berlanjut ke panggilan suara atau video setiap jam pulang kerja. Kadang saya juga seperti yang lain, taruh laman chat di website tanpa bunyi notifikasi, tujuannya biar komunikasiku dengan Vita lancar, ya, sekalian memantau grup sesama panitera pengganti yang suka berkeluh kesah soal majelis hakim yang seenaknya main tunda-tunda jadwal sidang dengan berbagai alasan sampai panitera muda yang suka telat meregistrasi berkas perkara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Slowly Falling [TAMAT DI KARYAKARSA]
Romance[LOVE UNIVERSE #4] [TAMAT DI KARYAKARSA] Tidak terima dengan Rinto yang bahagia atas pernikahannya, Vita mengajak Tora untuk pura-pura jadi pacarnya sebagai pembuktian bahwa dia sudah move on. Tora juga setuju karena biar Talitha tidak memaksanya b...