TORA
Selama tiga tahun mengenal Vita, saya tahu dia adalah perempuan yang tahu apa yang dia mau dan berusaha untuk mendapatkannya. Bila gagal, dia tidak pernah berlama-lama sedih, maksimal satu hari dia mengeluh ke saya dengan repetan cerita penyesalan lalu besoknya kembali ceria seperti tidak ada masalah.
Makanya saya tidak tahu bagaimana reaksinya begitu kami berdua berdiri dan Vita melingkarkan tangannya di pinggang saya – sampai napas hampir sesak – dia menjerit, menumpahkan semua tangisnya. Suara tangis Vita semakin pelan dan kaus gambar snoopy saya terasa basah. Saya membiarkan itu semua, toh nanti bisa dicuci besoknya.
Tangan saya mengelus punggung Vita, kemudian berganti dengan melingkarkan kedua tangan saya di punggungnya.
"Rinto jahat, harusnya aku mendengarkan saran Mama daridulu," ujar Vita di sela-sela tangisnya, masih dengan posisi sebelumnya. "Tolol banget aku ini, bisa-bisanya aku nggak paham sama kode Mama selama ini." Saya biarkan tangannya memukul dada saya, sakit sih tapi selama itu bikin Vita lega tidak apa-apa. Pukulannya juga tidak keras kayak mau tinju orang.
Kuelus kepala Vita – semoga dia tidak marah habis ini – kepalaku sejenak beralih ke jalanan untuk memantau agar tidak ketahuan tetangga. "Sudah, Sayang, sudah. Apa pun yang terjadi di masa lalu hanya bisa jadikan pelajaran agar kamu tidak mengulangi kesalahan sama."
Tangis Vita pelan-pelan berubah jadi sesenggukan. "Kenapa luka hati itu selalu lama sembuhnya sih, Sayang? Bisa nggak sih aku hidup tenang?"
"Aku juga bingung, sih," jawabku. "Setahuku, hanya kamu sendiri yang tahu kapan luka itu sembuh. Aku di sini hanya bisa mendampingimu sekaligus jadi bantuan bila kamu butuh pertolongan."
Kepala Vita terangkat sedikit, mata kami beradu dan pelukan ini belum lepas. "Sejauh ini, hanya kamu yang tahu aku bisa senangis ini. Aku mek berharap Lila saiki wes turu ben gak isok (sekarang sudah tidur biar nggak bisa) dengar tangisku mau (tadi)."
"Kenapa kalau kamu nangis harus sembunyi-sembunyi begini?" Vita masih sempat-sempatnya bertingkah ajaib di tengah kesedihannya sendiri.
Vita memajukan bibir sambil menggeleng kepala. "Aku nek nangis wajahku jadi jelek banget, asli. Aku sendiri juga nggak mau dihakimi Lila atau Mama, biarkan mereka tahu sisi positifku saja."
"Oke aku paham." Ada beberapa orang yang modelan Vita begini, dan saya tidak mempermasalahkannya. "Apa yang ada di dirimu, itu milik kamu sendiri. Namun, kamu harus siap ketika suatu hari Mama kamu dan Lila tiba-tiba mengetahui kesedihanmu."
Bibir Vita sedikit terpilin, seakan berpikir. "Kamu benar, Sayang. Namun, untuk saat ini aku nggak mau ketahuan mereka berdua kalau aku lagi buka kenangan lama sama Rinto."
Oh jadi ini alasan Vita menangis kencang barusan. "Astaga ternyata itu alasan kamu nangis."
Vita membenamkan kepalanya di dadaku lagi. "Maaf, Yang."
Kuangkat kepala Vita, dan tanganku berpindah ke pipinya dengan lembut. "Sudah tidak apa-apa, Sayang. Jangan merasa bersalah gitu, teringat itu wajar sekali apalagi mungkin kamu punya pengalaman traumatis. Asal jangan berpikir untuk balikan aja."
Astaga bodoh sekali, kok malah nyambungnya ke situ?
Tawa Vita berderai pelan. "Siapa yang mau balikan sama Rinto? Ogah pakai banget tahu, dia sudah kubuang ke laut lepas sejak kirim undangan nikahnya itu."
"Laut lepas banget." Saya mengendalikan tawa saya dengan tangan terkepal di mulut seperti orang batuk. "Nah ini Vita yang sebenarnya kembali."
Rasa hampa muncul saat Vita melepaskan pelukan kami lebih dulu lalu kembali duduk di serambi, saya juga ikutan duduk. Bersama dengan teh yang sudah dingin dan kue mangkok coklat, Vita menceritakan pada saya penyebab dia menangis tadi. Rupanya gara-gara ejekan Talitha soal pekerjaan Vita itu bikin dia teringat pada Rinto dua tahun lalu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Slowly Falling [TAMAT DI KARYAKARSA]
Romance[LOVE UNIVERSE #4] [TAMAT DI KARYAKARSA] Tidak terima dengan Rinto yang bahagia atas pernikahannya, Vita mengajak Tora untuk pura-pura jadi pacarnya sebagai pembuktian bahwa dia sudah move on. Tora juga setuju karena biar Talitha tidak memaksanya b...