BAB 24

34 11 19
                                    

TORA

Vita meminta tolong saya untuk bantu angkut koper dan tas-tas besar Lila yang katanya memuat peralatan kamera. Angkutnya sih sampai serambi rumah, terus dari percakapan-percakapan Vita dan Lila yang saya tangkap adalah Lila sudah dapat kos – kata Vita nyarinya sama Nugi – lalu hari ini dia langsung pindah dan diantar oleh taksi daring.

"Mas Nugi iki." Vita berseru kesal. "Wes tahu gebetane kate pindah omah gak ngeterno maning (Sudah tahu gebetannya mau pindah rumah nggak nganterin sama sekali)."

"Mungkin Nugi lagi sibuk, kali, ya," sahutku atas pernyataan Vita barusan.

"Iya Beb, deke ngandani dino iki gak isok ngeterno soale mbalik nang Darjo gae ngunjungi wong tuwone (Dia bilang hari ini nggak bisa nganterin karena pulang ke Sidoarjo buat mengunjungi orang tuanya)." Lila membenarkan perkataanku. "Kan yo gak semua njaluk tulung ambek (minta tolong sama) pasangan, selama isok kerjakno dewe ya kerjakno (bisa kerjain sendiri ya kerjain). Sing penting kabarin ae (Yang penting kabarin aja) gitu."

"Iyo, seh. Cuma yo ...." Vita menggantungkan kalimat, seperti bingung mau menyampaikan sesuatu. "Kan setidaknya Nugi ketemu sek ngono karo awakmu (sebentar gitu sama kamu)."

Lila mendengus. "Kon iku (Kamu itu) mulai linglung opo piye (apa gimana), Beb Vit? Nugi isok kapan ae main nang (bisa kapan aja main ke) kosku."

Saya menahan tawa sedangkan Vita terlihat tidak percaya dengan bibir terlipat yang menggemaskan.

"Main opo (apa) main?" tanya Vita dengan bibir miring. "Nek main ojok nang (jangan di) kos, ndek (di) Songgoriti kono (sana) lho."

"Matamu, a, beb." Lila melirik padaku dengan muka melas seperti mengadu ketika mainannya direbut sahabatnya dan tidak terima. "Mas Tor, iki lho Vita sejak gendaan ambek sampeyan (pacaran sama kamu) makin semangat ngerjain aku. Sepurane, nek misale (Maaf aja, kalau misalnya) aku ambek Nugi kate 'main' yo gak ndek (nggak di) kosan."

"Ndek Villa Songgoriti sing elek opo apik (Di Villa Songgoriti yang jelek apa bagus)?" Vita sepertinya masih belum puas bercandain Lila. "Songgoriti gak elit, mending ndek (di) Bali kono lho (sana lho), sewa villa apik (bagus). Ancene medhit bin gak bondo koncoku iki haduh (Memang pelit dan nggak modal temanku ini haduh)."

"Kalian itu nggak capek bertengkar terus?" Saya buru-buru melerai mereka berdua sebelum candaan mereka di luar kendali, soalnya takut kedengaran tetangga pas lewat.

Pandanganku lebih tertuju ke Vita. Entah kenapa rambut ikal mengembangnya diikat separo itu mempertegas kecantikan dan efeknya bikin saya agak kesulitan bernapas. Buru-buru saya mengenyahkan pikiran aneh ini, takutnya nggak sopan.

"Justru itu, Sayang." Vita yang jawab. "Kalau kita kebanyakan diam-diaman itu ada yang aneh."

"Haduh Sayang-sayangan mulu." Lila tidak bersungguh-sungguh memutar bola mata, kemudian tertuju pada layar ponselnya lagi. "Aduh Bapake kok suwe ngene? Jare karek enam menit maneh iki gak gerak blas (Bapaknya kok lama begini? Katanya tinggal enam menit lagi ini kok nggak gerak sama sekali)." Tangan Lila mengetik sesuatu di ponselnya sambil komat-kamit, mungkin mengeluarkan protesnya.

Mendadak ekspresi Vita jadi merintih diiringi pegang perut, bikin saya nahan bahunya agar tidak jatuh ke lantai. "Kamu sakit apa, Yang? Kamu baik-baik saja?" \

"Kon lapo, he (Kamu kenapa, he)?" Lila ikutan panik.

Vita mengangkat tangannya sambil mundur pelan-pelan. "Aku kate boker sek, ojok ninggalno (mau buang air besar dulu, jangan tinggalkan) aku." Dia menatap tajam ke Lila sebelum masuk ke dalam rumah.

Slowly Falling [TAMAT DI KARYAKARSA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang