TORA
"Bapak ini bagaimana, sih? Masa laporan kayak gini ditolak, ini korban pelecehan seksual dan bisa-bisanya polisi tidak becus begini kerjanya, bikin perempuan takut lapor kalau gini jadinya. Mau saya viralkan di media sosial?"
Kalimat saya tadi sepertinya berhasil mendiamkan polisi tersebut. Kenapa, sih, ancaman viral selalu bikin polisi mulai becus?
Bisa lihat sendiri bahwa polisi itu memanggil Lila ke mejanya dan mengulangi laporannya. Vita duduk di samping, sedangkan saya berdiri tidak jauh dari mereka berdua.
Saya kesalnya karena Lila sudah punya foto pelaku dan rekaman cctv yang dia minta dengan izin dari pihak ruang keamanan stasiun – waktu nunjukkin ini ke polisi mereka bilang ini konten saja, dan cerita yang dia sampaikan ke saya dan Vita tadi sudah runut. Seharusnya sudah cukup, kan, untuk bikin laporan awal?
Baru laporan awal saja sudah begini, bagaimana kelanjutannya?
Setelah Lila menandatangani penerimaan laporan, baru mereka bekerja dengan becus.
"Nah gini dong, Pak. Mumpung belum jauh-jauh banget lho pelakunya, Pak .... " Terdengar seruan Vita yang lama-lama terasa kecil.
Manifestasi rasa marah dan sakit hati tadi membawa saya ke satu momen bersama Talitha.
***
Dua tahun lalu, seperti rutinitas orang pacaran lainnya, saya dan Talitha melakukan kencan rutin yaitu menonton film di bioskop. Film kali ini menayangkan salah satu film romansa barat. Daridulu Talitha selalu nyender di bahu saya sambil pegangan tanganku dengan popcorn ukuran medium di tengah-tengah.
Namun, tubuh saya membeku ketika film sudah memasuki pertengahan adegan.
Tangan Talitha meraba milik saya yang berharga.
Saya berusaha menyingkirkannya, tapi ini di tempat umum dan ruangannya gelap. Pegangannya pelan, tapi bikin saya merasa aneh dengan diri sendiri. Saya sampai menggerakkan badan pelan-pelan sebagai kode, tapi tidak digubris. Gerakan saya pun terbatas karena akan menumpahkan popcorn rasa asin.
"Seneng aku sama kencan kita hari ini," bisik Talitha dengan tangan yang masih di posisi sama.
Sejak kejadian itu saya tidak pernah mau nonton di bioskop lagi. Walau traumanya masih membekas, tapi dengan pertolongan psikiater (via asuransi kesehatan pemerintah) selama beberapa bulan perlahan-lahan saya pulih.
***
Saya memutuskan untuk keluar dari ruangan. Lapangan dengan langit gelap menyambut mata saya, tidak lupa melepas kaca mata. Lampu-lampu kota masih menyala, termasuk warung tenda di dekat situ. Saya ingin ke sana, tapi takut dicariin Vita dan Lila. Ya sudah saya di sini sebentar.
Tuh, kan, benar dugaan saya bahwa Vita sudah telepon, bikin saya bergegas kembali ke ruangan.
Tepat saat saya melihat seseorang diborgol dengan pengawalan dua polisi di sisi kiri dan kanan. Saya familiar dengan wajah itu, berkumis dengan rambut tipis lalu pakaiannya kemeja motif kotak-kotak warna merah pastel, tidak lupa sepatu sneakers warna biru gelap dengan celana kain hitam.
Ah benar tidak salah lagi, itu pasti pelaku pelecehan seksual pada Lila. Saya mengikuti langkah mereka dari belakang. Begitu sampai, saya memposisikan diri di samping kiri Vita.
"Iya, betul ini orangnya, Pak." Lila dengan teriak ketakutan ketika menjawab pertanyaan pak polisi. Dia berusaha serang, tapi dihalangi Vita. Harus saya akui Vita tenaganya kuat sekali.
Pelaku tersebut kemudian berlutut sambil gosok tangan di depan Lila dan Vita. "Ampun, Mbak. Maafkan saya, saya khilaf. Tolong, Mbak, jangan penjarakan saya, Mbak. Saya masih punya keluarga di rumah."

KAMU SEDANG MEMBACA
Slowly Falling [TAMAT DI KARYAKARSA]
عاطفية[LOVE UNIVERSE #4] [TAMAT DI KARYAKARSA] Tidak terima dengan Rinto yang bahagia atas pernikahannya, Vita mengajak Tora untuk pura-pura jadi pacarnya sebagai pembuktian bahwa dia sudah move on. Tora juga setuju karena biar Talitha tidak memaksanya b...