BAB 23

40 9 21
                                    

VITA

Anak-anak berlarian di taman bermain, dan yang remaja pada bercengkrama satu sama lain saling berdiskusi tertangkap pandanganku dan Tora sambil bawa kardus besar berisi barang-barang dari mantan yang akan kami donasikan. Ada beberapa anak kecil yang kenal aku sambil rangkul-rangkul pinggang dan kakiku bikin langkahku berhenti, dan Tora tersenyum kecil.

"Mbak Vita, aku kangen," seru salah satu anak kecil.

Kubungkukkan sedikit badanku. "Aku yo kangen sisan, sek yo (juga, tunggu ya) nanti tak mampir ke kalian." Anak kecil itu tersenyum begitu mengelus pipi mungilnya.

Kami berdua menemui perwakilan dari ibu panti, beliau menyambut kami dengan senyum ceria. Aku sudah lama kenal sama beliau, tapi setiap ke sini aku selalu menyumbang pakaian dan alat masak sama Lila atau Mama. Ibu Panti menerima kardus kami lalu menyuruh bawahannya untuk bawa benda kotak tersebut ke ruangan lain yang mana akan dibagikan nanti.

"Aduh wes suwe Nak Vita gak mrene (sudah lama Nak Vita nggak kesini), Ibu kangen lho. Piye kabare (Gimana kabar) Ibukmu? Sehat?" Si Ibu Panti buka pembicaraan begitu kami berdua disuruh duduk di sofa-sofa dan meja di sisi kanan ruangannya.

"Sehat banget, Bu," jawabku bersemangat. Aku menunjukkan ponsel yang menampilkan layar chatku sama Mama sebelum ke sini. "Iki (ini) malah Mama titip salam gae Sampeyan (buat kamu)."

Wajah Ibu Panti tersenyum agak haru saat membaca pesan Mama, isinya tuh selain kasih salam juga bertanya kapan bertemu. Benar sekali, Mamaku dan si Ibu Panti ini sahabatan sejak remaja, hanya beliau yang masih mau bersahabat dan tetap peduli ketika drama-drama menimpa aku dan Mama.

Beliau melirik ke sampingku. "Lho, Ndhuk. Kon kok lali ngenalno aku karo arek ganteng sebelahmu iki (Kamu kok lupa ngenalin aku sama anak ganteng sebelahmu ini)?"

Astaga kenapa aku bisa lupa sih kalau ada Tora disampingku dari tadi. Tanganku memegang lengan atas Tora. "Buk, kenalno iki (kenalkan ini) Tora. Dia–"

"Gendaanmu, ya?" Wajah sendu Ibu Panti berganti ke senyum jail dengan tangan terulur ke Tora. "Pantes ae kon (Pantas aja kamu) malu-malu kucing, mau (tadi)."

"Buk," desisku dengan pelototan dan mulut terpilin, duh bahaya nih bau-bau mau buka aib bagian kedua pada Tora.

"Saya Tora, Bu," jawab Tora dengan sopan sambil membalas salaman Ibu Panti.

"Westalah, Le (Sudahlah, Nak). Gak usah malu-malu gitu, Vita kadang nek gak pekane kumat iku megelno (kalau nggak pekanya kumat itu nyebelin)."

"Ibu." Saya melotot, pasang muka pura-pura marah. "Gak usah goroi maneh (berulah lagi)."

Si Ibu Panti malah melirik ke Tora dengan muka pura-pura melas. "Le, Kon iki nek gendaan ambek Vita iku kudu duwe stok sabar sing akeh. Tenan, Le, bahkan Mamane deke iki wedhi nek Vita wes ngamuk (Nak, kamu ini kalau jadi pacarnya Vita itu harus punya stok sabar yang banyak. Beneran, Nak, bahkan Mamanya aja takut kalau Vita sudah marah)."

Aku menoleh ke Tora yang justru mengangguk takzim. "Matur Sowun, Bu, atas saranne. Alhamdulillah hubungan saya karo Vita lancar sampai saat ini."

Memang Tora ini bisa diandalkan dalam jaga rahasia bahwa kami pura-pura pacaran. Aku membiarkan Tora berbicara pada Ibu Panti tentang banyak hal, dan senangnya lagi Tora pintar sekali membelokkan percakapan agar tidak membahas hal-hal pribadi. Panti Asuhan ini selalu mencetak prestasi, aku aja kagum ada yang juara paduan suara internasional sama peraih medali emas olahraga basket dan olimpiade kimia tingkat nasional. Belum lagi yang masih SD sudah dapat prestasi lomba dakwah sama pidato bahasa inggris.

Slowly Falling [TAMAT DI KARYAKARSA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang