TORA
Saya pikir dengan pindah dari kos ke rumah kontrakan dua kamar di perumahan Griya Sari hidupku bakal tenang tanpa kejaran Talitha. Namun, dia terus datang. Entah dari mana dia dapat alamat rumah kontrakanku yang baru. Awalnya saya ajak dia ngobrol di ruang tamu – dengan pintu terbuka – agar bisa menjelaskan kenyataan bahwa hubungan kami sudah berakhir, dan lagi-lagi responnya yang tidak terima dan bakal terus kembali.
Ternyata benar saja, dia datang setiap sore. Kadang kalau malas ladenin, tidak akan kubuka pintu rumah dan hanya lampu luar yang kunyalakan. Namun, semakin hari Talitha terus bisa menemuiku di mana saja, termasuk kantor. Bahkan setiap selesai sidang sampai bikin berita acara sidang, saya pulang lebih awal paling lama lima menit dari jam pulang kantor. Pekerjaanku yang selesai tepat waktu tidak jadi masalah sama orang-orang kantor.
Trik ini berhasil, tapi tidak bertahan lama karena kehebohan Talitha kali ini adalah sampai menggoyangkan pagar rumah lalu semua orang sampai keluar.
Ada satu kalimat Talitha yang bikin sesak sebelum digiring Pak RT.
“KAMU JAHAT, SAYANG. KAMU JAHAT BIKIN AKU NUNGGU MALAM-MALAM SAMPAI BADANKU SAKIT SEMUA. Kamu tega bikin aku sengsara kayak gini, tanggung jawab. JANCOK KON, TORA ….” Saya tahu waktu itu Pak RT sampai menarik paksa Talitha pergi. Jujur saya tidak tega pas ngintip di balik gorden ruang tamu. Namun, ini jalan satu-satunya agar dia tidak bikin gaduh lagi. Baru setelah tenang saya langsung tutup pagar, sepertinya bakal beli gembok kode kali ini.
***
Sekarang, saya tidak bisa menghindar lagi ketika Talitha duduk manis di ruang tunggu kantor saat mau ke kantin.
“Tora, Sayang. Ya ampun. Akhirnya kamu bisa ditemui juga. Senang deh kamu nggak menghindar lagi.” Talitha melakukan cipika-cipiki yang tidak kubalas sama sekali.
“Ada apa, Tal?” tanyaku langsung ke inti. Saya berharap dia segera pergi, karena pasti habis ini ruanganku bakal ramai.
Talitha menarikku ke serambi gedung kantor. Saya membungkukan badan pada para hakim senior dan atasan yang lewat. Kemudian langkah kami berhenti di sisi kiri area lobi, dan Talitha menggandeng kedua tanganku yang kutepis halus.
“Sayang, kita pacaran lagi, yuk. Aku janji aku nggak akan berutang lagi sama kamu. Aku janji kita respect each other’s privacy.”
Omongan yang terus berulang-ulang kudengar, omongan yang tidak ada bukti nyata sama sekali. Namun, saya hanya bisa bilang itu dalam hati. Jangan ada drama lagi seperti di rumah beberapa hari yang lalu sampai ditegur Pak RT.
“Talitha, aku sudah berapa kali bilang ke kamu bahwa kita nggak bisa bersama lagi. Kamu sudah beberapa kali melanggar janjimu, beberapa kali bilang berubah. Nyatanya bohong, kamu pinjam uangku lagi yang katanya buat melunasi utang restoranmu yang bangkrut ternyata buat beli mobil mewah.” Mataku tertuju pada mobil Honda BRV putih yang menonjol di parkiran. “Kamu juga janji akan kembalikan uangku, pakai model cicil. Sampai sekarang aku belum terima uangnya. Daripada kamu kejar-kejar aku begini, waktumu jadi terbuang sia-sia.”
Wajah Talitha terlihat bingung.
“Talitha, biar aku kasih tahu kamu satu hal. Kebiasaan itu nggak mudah berubah dalam satu malam. Kebiasaan itu harus ditelateni, harus ditekuni, dan nggak boleh berhenti. Sekarang aku tanya, apa kamu sudah melakukannya?”
Talitha berpikir sejenak. “Aku memperjuangkan kamu, Sayang. Aku berusaha agar kamu nggak ninggalin aku lagi, seperti lima tahun lalu.”
“Talitha.” Aku mengguncang kedua bahunya. “Sadarlah, lima tahun kita sudah berakhir sejak aku membayar seluruh modal restoran dan utangmu pakai tabungan yang kukumpulkan dari dulu.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Slowly Falling [TAMAT DI KARYAKARSA]
Storie d'amore[LOVE UNIVERSE #4] [TAMAT DI KARYAKARSA] Tidak terima dengan Rinto yang bahagia atas pernikahannya, Vita mengajak Tora untuk pura-pura jadi pacarnya sebagai pembuktian bahwa dia sudah move on. Tora juga setuju karena biar Talitha tidak memaksanya b...