TORA
Nugi dan Lila antusias untuk ikut saya ke rumah Vita terkait makan bareng sop iga. Alasan saya ngajak mereka adalah ketika Vita menunjukkan foto sop iganya dia pakai panci ukuran besar. Kita berdua tentu tidak sanggup menghabiskannya, maka bala bantuan dibutuhkan. Nugi nebeng saya pakai mobil sendiri kemudian jemput Lila di kosnya – ini yang chat si Nugi, bukan saya – ternyata Lila mau. Saya sengaja tidak bilang ke Vita biar jadi kejutan, untungnya mereka berdua mengiyakan.
"Asik akhire mangan maneh (akhirnya makan lagi)," seru Nugi yang duduk di kursi penumpang sampingku.
"Kon iku (kamu itu), Mas Nugi. Gratisan ae melu (aja ikut)," timpal Lila dari kursi penumpang di belakang.
Saya berdecak. "Kalian ini kalau tak perhatikan kayaknya makin deket."
Nugi mendengkus, sedangkan Lila malah mengeluarkan tawa kecil. "Dekat yang kayak gimana, Mas? Aku seh ancene (sih memang) tertarik ambek Nugi, tinggal nunggu kapan aja memulai komitmen."
Saya tidak menyangka bahwa Lila lebih frontal dari Vita begitu membicarakan perasaan, sambil pegang setir saya melihat Nugi yang diam seribu bahasa. Kasihan sekali rekan kerja saya satu ini.
Tampaknya Lila masih ada yang ingin dikatakan lagi. "Kadang kode ke orangnya langsung tuh kurang cukup, jadi saya utarakan aja mumpung ada Mas Tora di sini biar jadi saksi. Kan biar yang dikodein bergerak aja. Kalau masih nggak gerak juga baru saya yang minta kepastian."
"Tuh dengerin, Nug." Mumpung kali ini Nugi jadi objek jail, saya tidak akan melewatkan kesempatan ini. "Makanya kalau suka sama orang ngomong aja jangan tinggal tunggu waktu, nanti nyesel keburu pacaran sama orang lain."
Wajah Nugi semakin melas, sedangkan terdengar cekikikan Lila ketika mobilku sudah masuk ke tugu depan perumahan Griya Asri.
"Mentang-mentang Sampeyan wes duwe gendaan dadi (kamu sudah punya pacar jadi) sok bijak." Bukan Nugi namanya kalau tidak serang balik meskipun tenaganya sudah terkuras. "Seneng, yo, isok (ya, bisa) bales aku? Eh tapi iki aneh, biasane orang-orang koyok aku ngene sing biasane dadi bijak ngono (kayak aku gini yang biasanya jadi bijak gitu), tapi kok malah Sampeyan."
Pacaran palsu ini, Nug.
Tawa Lila pecah sekali, sampai kedengaran suara pukulan jok mobil. Sedangkan saya hanya menggeleng heran. "Kayaknya khusus kon iku gak (kamu itu enggak), ya, Nug. Kayaknya."
"Aduh ...." Lila berkata di sela-sela tawa. "Ternyata Sampeyan yo isok nglawak (kamu itu bisa melucu), ya, Mas Tor."
"Ancene spesial Mas Tora iki, mek ngguyu ambek aku tok. Nek ambek liyane gak (cuma ketawa sama aku aja. Kalau sama lainnya enggak)," sahut Nugi dengan dada membusung sedikit ketika mata saya melirik ke spion kiri untuk memastikan tidak ada kendaraan lewat dari kiri sebelum ambil haluan belok kiri.
Pembicaraan kami berhenti begitu mobil saya berhenti di depan rumah sendiri. Kami bertiga kemudian membentuk formasi lingkaran untuk berdiskusi tentang kasih kejutan ke Vita. Mereka mendengarkan dengan seksama lalu mengacungkan jempol.
Begitu saya pergi ke rumah samping dan mengetuk pagar rumah Vita, langsung saja terdengar derit pintu yang tidak dikunci. Vita kali ini mengenakan kaus warna nila gambar animasi entah apa itu sama celana training warna biru tua, dia langsung menghamburkan pelukan yang hangat.
"Denger makanan aja langsung datangnya cepat," goda Vita tanpa melepaskan tautan pelukan ini.
"Habis kamu tumbenan masak sop iga."
"Stok iga pemberian Mama tuh nganggur di freezer, Yang. Terus bebek gorengnya yang beku tinggal satu ditambah males makan bebek, ya sudah deh masak sop iga aja. Kapan lagi masak besar?" Cengiran Vita bikin tangan saya refleks mencubit sedikit pipi kirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Slowly Falling [TAMAT DI KARYAKARSA]
Romantik[LOVE UNIVERSE #4] [TAMAT DI KARYAKARSA] Tidak terima dengan Rinto yang bahagia atas pernikahannya, Vita mengajak Tora untuk pura-pura jadi pacarnya sebagai pembuktian bahwa dia sudah move on. Tora juga setuju karena biar Talitha tidak memaksanya b...