BAB 25

34 10 19
                                    

VITA

Aneh, benar-benar aneh.

Biasanya aku dan Tora tuh saling sapa, sedikit pelukan dan cium pucuk kepalaku - bahkan aku sampai hafal bau parfum Tora yang modelan musky itu – atau paling minimal adalah izin pergi dulu kalau dia dikejar waktu.

Tolong deh, Vita, biarpun begitu Tora adalah pacar palsu kamu. Harusnya biasa saja dong ketika dia tidak melakukan rutinitas seperti itu?

Aku sih nggak masalah, hanya saja ... ada sesuatu yang hilang aja gitu.

Jadinya dia hanya melirikku dengan senyum sambil bawa tas kerja dan dokumen-dokumennya lalu menyaksikan mobilnya meninggalkan rumah. Setidaknya dia masih melirikku dengan senyum.

Apa Tora sedang sakit? Iya, kemarin pas dia bantuin aku syuting tingkahnya nggak seceria biasanya. Ini tuh bukan Tora banget, sekalem-kalemnya dan seenggak enaknya tuh kondisi, dia nggak bakal diam begini. Minimal dia bisa diajak omong walau lima detik aja, ini beneran kayak ... menghindar.

Iya, betul, menghindar, terutama dari aku.

Apa Tora sudah lelah dengan permainan pacar palsu ini?

Apa ada tingkahku yang menyakiti Tora secara tidak sengaja tapi dia nggak bilang sama sekali?

Apa Tora mengidap penyakit cowok pada umumnya alias ... tidak peka?

Kugelengkan kepalaku kuat-kuat, gaya peka Tora adalah langsung bantuin bawa barang belanjaanku atau main ke rumah dan menanyakan kondisiku. Kalau nggak bisa langsung biasanya panggilan video.

Ini nih, kebanyakan mikir sampai nggak sadar mondar-mandir ke seluruh rumahku sendiri. Hidungku mencium lengan dan pakaianku yang agak apek sedikit, tanda harus mandi dulu biar menjernihkan pikiran. Kalau hati dan pikiran jernih plus badan wangi, pasti ide-ide untuk memecahkan teka-teki keanehan Tora bakal lebih lancar.

Senyumku mengembang, aduh lama-lama kayak orang gila aja aku.

Mandiku yang cuma lima belas menit akhirnya selesai juga, bersamaan dengan ide bermunculan kayak ada lampu bohlam nyala ala kartun gitu.

"Kayaknya Tora memang kecapekan, jadi kubikinin makanan aja deh. Bento kayaknya oke," kataku pada diriku sendiri. "Ah sudahlah nggak usah bilang ke Tora, biar kejutan aja gitu." Senyumku berubah jadi cengiran, membayangkan muka kaget sekaligus bahagia Tora begitu aku muncul di kantin kantornya.

Tanpa kamera, aku membuatkan bento dengan telur gulung – dengan potongan cabe merah dan daun bawang – dan kepal nasi rumput laut yang kubentuk bola-bola di mana tanganku diolesi minyak wijen agar terbentuk sempurna – serta sayurannya aku kasih tomat ceri – adalah untuk kotak pertama. Sedangkan untuk kotak bekal kedua adalah nasinya kubentuk onigiri mini lima buah dengan sosis dan crispy chicken nugget dari endorse, tidak lupa dengan wortel dan kubis yang sudah kupotong panjang tipis dan cuci sedikit.Terakhir aku masukkan mayones dari hokben – untung belum kadaluarsa – di samping kotak bekal.

Nah jadi deh.

***

Rasa-rasanya aku berterima kasih sama Tuhan, jalanku menemui Tora kembali dilancarkan. Jam setengah sebelas banyak pegawai dan orang-orang berpakaian necis keluar. Mereka-mereka duduk di tempat yang disediakan, kadang mengobrol dengan orang-orang yang pakaiannya sama kayak Tora dan Nugi setiap kerja.Lagi-lagi aku menemui kendaraan tahanan dari kejaksaan negeri, kali ini dari kota Malang. Terdakwa yang pakai baju oranye dan kemeja putih duduk termenung sama orang terdekat di gedung penjara.

Sisi kanan gedung lantai bawah sebelah kantin adalah ruang sidang khusus anak, tempatnya kecil. Terus tidak ada yang pakai toga hakim, semuanya hanya kemeja biasa sambil bawa dokumen. Samar-samar aku mendengarkan diskusi mereka berdua yang kebanyakan serius.

Slowly Falling [TAMAT DI KARYAKARSA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang