BAB 28

45 12 16
                                    

TORA

Lucu sekali perbincangan ibu dan anak ini.

Lihat Vita dan Mamanya bikin saya teringat sama Ibu, terakhir panggilan video sama beliau tuh dua hari lalu. Diam-diam saya mengeluarkan ponsel untuk menanyakan kabar Ibu di laman chat. Belum ada balasan cepat, tapi nggak apa setidaknya pesanku pasti dibaca. Tidak lupa kukirim foto makanan ke Ibu dengan keterangan sedang makan bebek goreng dari rumah makan Kana.

Sifat Mama Vita ini lumayan persis dengan ibu, bedanya hanya di segi penampilan. Ibu selalu menggunakan baju panjang selutut atau rok, sedangkan Mama Vita tampak nyaman dengan celana kain dan kaus biasa kayak sekarang.

Sambutan Mamanya Vita ke saya akhirnya tidak mengecewakan, dan saya bangga dengan diri sendiri. Bagi saya ini bukan akting, tapi apa yang saya lakukan dengan Mama Vita Senin kemarin itu sudah seharusnya. Bonusnya adalah persetujuan beliau pada hubungan (palsu) saya dengan Vita.

"Sepurane, yo, Le (Maafkan kami, ya, Nak)," ujar Mama Vita yang memosisikan diri di kursi tengah meja makan. "Kadang kami suka debat sampai lupa ada kamu di sini."

"Oh tidak apa-apa, Bu."

Keluarga saya tetap hangat dan penuh percakapan, tapi tidak berisik dan penuh keceriaan ini.

***

Hal itu terus berlangsung di hari-hari berikutnya, Mama Vita selalu mengajakku makan malam bareng sama Vita. Kadang beliau kasih jajanan cemilan tradisional yang sudah dalam wadah tupperware – tentu saja setelah habis akan kukembalikan daripada nanti beliau kesal – saya tentu saja menerimanya, ternyata enak semua. Kalau nggak ingat tentang kesehatan aja pasti kalap.

Menjelang akhir pekan sepulang kerja, ketika membuka pintu mobil dan mau buka pagar, Mama Vita menyapaku dengan dua tangan penuh plastik putih. Mesin mobil saya matikan dulu lalu menghampiri beliau.

"Ada apa, ya, Ma?" tanya saya setelah mempersilakan beliau masuk ke rumahku dengan pintu terbuka, dua kantong plastik yang ternyata isinya buah-buahan saya taruh di meja makan. "Apa ada masalah terkait saya atau Vita? Mama mau minum apa?" Kadang lidah ini masih suka kaku setiap sebut Mama.

Mama Vita menggeleng. "Gak usah, Le. Vita lagi nungguin videonya yang mau tayang di youtube, yang katanya kamu bantuin dia."

Video yang bikin garlic bread rupanya. Itu termasuk video yang tidak pernah saya lupakan sama sekali.

"Ibu sudah lihat videonya, keren sekali hasil rekaman kamu," puji Mama Vita lagi. "Vita sendiri bilang ke saya bahwa hasil video yang diawasi kamu tuh paling banyak yang lihat."

Langsung saya lihat video yang saya awasi di video Vita sebelumnya, dan benar saja warganet pada muji bahwa videonya lebih rapi dan pencahayaannya pas. Terus makanan dan proses masaknya tidak ada kamera bergoyang atau mic yang agak denging.

"Le, apa boleh saya beri wejangan tentang kalian, khususnya ke kamu?" tanya Mama Vita, ekspresinya tetap ramah tapi nada suaranya serius.

"Monggo, Bu. Eh, maksud saya Mama." Saya memberi sedikit gestur tangan.

"Begini, Le." Mama mulai pembicaraan dengan sedikit helaan napas. "Kalau Sampeyan memang sayang sama anakku, sudah berniat serius dan sama-sama sudah siap lahir batin, segeralah menikah. Tidak baik menunda lama-lama."

Tubuhku membeku.

Jujur, saya dan Vita benar-benar belum terpikir sampai jenjang tertinggi dalam sebuah hubungan. Saya tidak trauma dengan pernikahan, tapi yang namanya menyatukan dua kepala jadi satu itu tidak semudah yang dibayangkan orang-orang. Saya dan Vita yang pacaran pura-pura saja kadang ada bagian-bagian yang jadi konflik, syukurnya sejauh ini masih bisa diselesaikan dengan baik. Hasilnya adalah hubungan kami yang semakin dekat dengan perasaan membuncah ini. Mau dalam umur berapa pun, yang namanya pernikahan tetap saja itu adalah rintangan terbanyak karena bakal menghabiskan waktu bersama pasangan seumur hidup hingga maut memisahkan.

Slowly Falling [TAMAT DI KARYAKARSA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang