Bab 2. Jalan Takdir

3.7K 192 131
                                    

"Syarat?"

Marwan mengangguk. "Syaratnya, Jeanice harus berada di keyakinan yang sama dengan kita. Ayah akan kasih waktu kalian untuk memutuskan dalam seminggu," ucap Marwan tegas.

"Wira nggak setuju! Berpindah keyakinan itu bukan hal yang mudah. Tidak mungkin Jea memutuskan dalam waktu singkat, Yah!" tolak Wira. Jangankan satu minggu, dalam waktu enam tahun saja mereka sama-sama tidak bisa memutuskannya.

"Itu sudah menjadi keputusan Ayah, Wira! Kalau dalam waktu seminggu ini Jeanice menolak, Ayah sudah memutuskan untuk menjodohkan kamu dengan gadis pilihan Ayah." Marwan sudah memberi keputusan tetapnya.

"Dijodohkan? Wira lebih baik menunggu Jea sampai dia siap, dibandingkan harus dijodohkan seperti ini. Wira bukan anak ingusan lagi!" tolak Wira. Dugaannya salah mengira ayahnya akan berubah pikiran untuk merestui hubungannya dengan kekasihnya. Sangat salah!

"Mau sampai kapan kamu menunggunya? Ini sudah enam tahun dan kamu harus ingat usiamu sudah seharusnya segera menikah, Wir."

Wira pada tahun ini akan genap berusia 30 tahun. Selain itu, dia juga sudah mapan dalam pekerjaannya yaitu sebagai CEO di perusahaan manufaktur milik keluarga Abimana. Maka dari itu, Wira memang sudah pantas untuk segera menikah.

Wira terdiam, karena tidak tahu harus menyanggah apalagi akan ucapan ayahnya tersebut. Keputusan ayahnya tidak akan bisa diganggu gugat, sekarang kelanjutan hubungannya tergantung dari jawaban Jeanice nanti.

"Ayah tunggu keputusan Jeanice minggu depan," peringat Marwan. "Kamu jangan khawatir. Ayah dan Ibu nggak akan membiarkan kamu salah dalam memilih pendamping hidup." Setelahnya, Marwan meninggalkan Wira yang terdiam.

-0-0-0-

Wira dan Jeanice bertemu tiga hari setelah syarat dari orangtua Wira diajukan, karena Jeanice baru pulang dinas dari luar kota kemarin malam. Berarti Wira hanya bisa memberikan Jeanice waktu empat hari untuk memutuskan. Mustahil memang, tapi Wira sangat berharap Jeanice menyanggupi syarat itu.

"Ada apa? Kamu bilang ada hal penting yang mau dibahas," tanya Jeanice dengan senyum manisnya.

Wira menarik napas dalam sebelum berbicara. "Ayah dan Ibu akan merestui kita-"

Wira menjeda ucapannya sembari menatap serius Jeanice yang sekarang tersenyum senang. "Tapi, dengan satu syarat," lanjut Wira memudarkan senyum kekasihnya.

"Syarat?" tanya Jea.

Wira mengangguk. "Ayah ingin kita berada di keyakinan yang sama. Itu syaratnya," ucap Wira memelan memastikan ekspresi Jeanice sekarang.

"Aku tahu ini bukan hal yang mudah, apalagi ayah cuma kasih waktu empat hari buat kamu untuk memutuskan. Tapi, aku berharap kamu akan memikirkannya, Sayang."

"Empat hari? Wir, berpindah keyakinan itu bukan masalah sepele dan nggak bisa dijadikan syarat hanya untuk melanjutkan hubungan kita aja," ujar Jeanice keberatan dengan syarat itu.

Wira menggenggam tangan Jeanice. "Aku tahu itu, Sayang. Tapi, aku hanya mau menikah dengan kamu, bukan dengan wanita pilihan ayah."

"Maksudnya, kamu akan dijodohkan jika aku menolak syarat itu?" tebak Jeanice.

Wira mengangguk lemah.

Jeanice tidak bisa terus menjalankan hubungan yang tidak mungkin ini. Dia akan memberi keputusannya sekarang kepada Wira. Walaupun, keputusannya ini akan menyakitinya dan juga pria itu.

Jeanice menghela napas kasar. "Oke, aku akan kasih jawabannya sekarang juga," ucapnya sembari menatap lekat kekasihnya.

"Aku ingin kita berpisah. Sepertinya, hubungan ini harus berhenti sekarang, Wir. Aku akan coba ikhlas jika kamu menikah dengan orang lain," lanjut Jeanice mencoba meyakinkan dirinya.

Peri Cinta (Wall Of Love) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang